Rumah Adinata

221 24 3
                                    

Diantara banyaknya raut muka biru milik teman-teman saya, Ata sedang duduk diantaranya. Saklek menjadi pusat perhatian netra saya sampai-sampai saya tak acuh pada pemateri seminar motivasi yang membawa saya dan teman-teman hampir meneteskan air mata. Diantara mata saya yang fokus memandangi Adinata, samar terdengar isakan, pun samar-samar suara paling kencang menyebut-nyebut kata mama, ayah, dan motivasi hidup lainnya. Harusnya saya menyelip duduk di sebelah Ata, tapi memangnya siapa saya berada di sebelah seorang kepala himpunan mahasiswa.

Demi semesta, Ata yang sedari tadi cengar-cengir pada teman wanita di sebelahnya, bahkan sempat repot-repot memutar lehernya untuk menampakkan wajah terjeleknya pada saya, saat ini, Adinata hanya mendongak. Saya mengekori arah pupilnya. Tidak ada bintang pun bulan di langit-langit ruangan. Sampai saat saya menjajah muka Ata, ada air yang merambat turun perlahan. Saat itulah kali pertama saya melihat mata Ata terlalu lengang.

***

Menunggu Adinata di depan motornya bukan hal luar biasa bagi saya. Satu hingga dua jam lamanya saja pernah gara-gara Ata harus menjamu tamunya, atau bonus evaluasi kerja saat itu juga.

Seperti biasa, Ata menjajaki aspal dengan tergesa. Makin tipis jeda antara kami berdua, makin cepat pula pijakan kaki ata. Baru Adinata datang, hanya cengirannya yang tersampai. "ayo pulang,"tuturnya masih dengan napas tersengal.

"Ta," ucap saya ketika Ata hampir memutar kunci motornya. "jalan-jalan besok minggu nggak usah aja, ya?" lanjut saya.

"loh kenapa?"

"kamu nggak pengen pulang kampung?" ucap saya membuat Ata diam seribu bahasa.

Tinjunya memukul bahu saya. Tangan kirinya pun menjadi yang kedua. Sampai ia berhasil memutar kuncinya, ata lalu berbicara "mampir dulu beli tiket kereta, ya?" ungkapnya sangat sumringah. Lebih dari saat saya mengiyakan ajakan makan malam. Pun lebih dari saat Ata mengetahui gitar adalah kado yang saya berikan. Ata salah, bukan saya rumah Ata yang sesungguhnya. Tapi ayah dan bundanya di rumah.

Saya dan Adinata (On Hold)Where stories live. Discover now