15

13.7K 1.2K 1.4K
                                    

Cek part habis ini juga yaa. Aku double up ;))

Cuaca siang itu sangatlah mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya dan lebih memilih untuk bersembunyi di balik awan kelabu. Rupanya tak hanya cuaca, suasana di pemakaman itu juga tampak mendung. Oh, tentu saja sebab suasana pemakaman memang selalu begitu,  bukan? Namun, pemakaman kali ini terasa lebih menyesakkan sebab orang yang sedang dimakamkan sekarang adalah seorang ibu muda yang meninggal dalam kondisi mengenaskan. Wajah dan sekujur tubuh cantiknya terbakar hingga sulit dikenali. Hanya ciri-ciri tubuhnya saja yang tersisa untuk dapat diidentifikasi oleh tim evekuasi.

Kim Nara.

Tangis histeris milik seorang wanita mengiringi turunnya peti mati tempat Nara beristirahat selama-lamanya ke dalam liang lahat. Berulangkali wanita itu tampak akan pingsan. Tubuhnya pun sudah lemas dan hanya mampu berdiri dengan bantuan Sekretaris Jang. Namun, tekadnya untuk melihat jenazah sang putri untuk terakhir kalinya terasa lebih kuat hingga dapat membuatnya bertahan di tengah kondisinya yang tidak menguntungkan.

Tatapan iba para pelayat terarah pada Sora yang tampak sangat terpukul oleh kepergian putri tercinta. Mereka tak menyangka bahwa putri dari wanita tersebut akan meninggal pada usia semuda ini. Apalagi Nara meninggal tak hanya meninggalkan sang ibu, melainkan seorang putri cantik bernama Yena.

Bicara soal Yena, bayi mungil yang belum genap berusia satu bulan itu saat ini sedang berada dalam gendongan Bibi Jung dalam kondisi tertidur pulas. Sejak beberapa jam yang lalu bayi cantik itu tak berhenti menangis. Baru sekitar lima menit ini tangisnya berhenti dan ia pun terlelap. Mungkin saja karena ia kelelahan terlalu lama menangisi kepergian sang ibunda.

Sementara itu, di tempat yang sama tapi dengan jarak yang terpisah cukup jauh, seorang wanita juga tengah terisak di dada seorang pria. Wanita bernama Byun Jungah itu sedang menangisi kematian sang putra semata wayang yang tak kalah mengenaskan dari Nara. Sungguh, ia dan suaminya—Jung Yunho— tak menyangka bahwa kepergian Jaehyun ke tanah kelahirannya untuk berlibur justru akan berujung maut. Mereka tak mengira bahwa sang anak tercinta akan meninggal lebih dulu daripada mereka.

"Kenapa secepat ini? Kenapa Jaehyun diambil dari kita dengan cara seperti ini, Sayang? Apa salahnya hingga Tuhan berlaku seperti ini padanya?"

Racauan Jungah dengan nada pilu bagai sembilu tak kasat mata yang menggores bagian terdalam hati Yunho. Rasa sakitnya sungguh tak dapat terdefinisikan. Yunho benar-benar tak tahu harus menanggapi seperti apa. Tak hanya sang istri, ia pun terguncang oleh kepergian anak lelakinya.

"Sayang, ini semua takdir Tuhan. Kita tidak bisa menyalahi aturan-Nya. Mungkin putra kita terlalu disayang oleh Tuhan hingga ia harus kembali ke sisi-Nya secepat ini." Yunho berusaha tegar di balik nada bicaranya yang bergetar karena menahan tangis.

Mendengar perkataan sang suami, Jungah justru terisak semakin keras. Wanita itu semakin mengeratkan pelukannya pada dada Yunho untuk bersandar.

"Tapi kenapa harus dengan cara sekejam ini? Kenapa?! Jaehyun terlalu baik untuk meninggal dengan cara seperti ini, Sayang."

Jungah mulai histeris, tapi Yunho dengan sigap menenangkan istri tercinta agar bisa lebih tegar menghadapi cobaan hidup yang harus mereka jalani.

"Jungah, jangan seperti ini! Sikapmu yang seperti ini justru akan membuat Jaehyun bersedih di 'sana'. Kita harus ikhlas."

Perlahan Jungah menjadi sedikit lebih tenang. Wanita itu masih sibuk terisak di dada sang suami sambil menelaah perkataannya barusan.

Yunho benar, meski berat rasanya ia harus mencoba ikhlas atas perginya Jaehyun dari sisi mereka.

C R U E L [EXO] (Publish Juga Di Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang