12

13.7K 1.2K 1K
                                    

"Sora ingin bicara denganmu."

Mendengar Sehun berkata bahwa Sora ingin bicara dengannya membuat tubuh Nara seolah luruh di tempatnya duduk kini. Keringat dingin membasahi telapak tangannya yang sedang memegang sendok. Seketika perasaan bersalahnya pada sang ibu menyeruak. Mengakibatkan rasa sesak tak berperi menggerogoti benaknya. Namun, rasa bersalah yang ia rasakan kini berperang dengan rasa lain yang mulai menyusup ke dalam hatinya.

Kekecewaan.

Nara menggigit bibirnya dan mencengkeram sendok tanpa sadar. Tangannya yang lain mengepal kuat. Rasa kecewa dalam hatinya terasa kian nyata saat ia ingat apa yang telah Sora lakukan; menyerahkan seluruh harta mereka pada iblis di seberang ia duduk. Catat! Harta yang telah dikumpulkan oleh keluarga mendiang ayahnya dengan darah dan air mata. Betapa gilanya sang ibu, bukan?

Setelah Nara pikir ulang, tak ada gunanya ia merasa bersalah pada sang ibu. Toh karena Sora-lah Nara terpaksa menuruti kemauan Sehun. Bukannya Nara lebih sayang pada harta ketimbang tubuhnya, hanya saja ia tidak rela jika hasil jerih payah kakek dan ayahnya jatuh ke tangan manusia biadab seperti Sehun. Sora tidak bisa seenaknya memberikan kekayaan mereka pada lelaki itu. Nara sungguh tidak terima dengan hal tersebut.

"Aku tidak mau bicara dengan Ibu," ujar Nara mantap. Gadis itu justru melanjutkan kegiatan makannya walau sebetulnya terpaksa. Nara terus menunduk sambil menahan air matanya agar tidak jatuh ke makanannya. Sungguh, sebenarnya Nara merasa sakit bicara seperti itu soal ibunya. Namun rasa sakit yang ditorehkan oleh sang ibu secara tidak langsung jauh lebih menyiksa daripada itu.

Sehun mengangkat sebelah alisnya, heran. Tak lama kemudian pemuda bermarga Oh itu mendengus. "Ambil ponselku dan bicaralah padanya, Kim Nara! Jangan buat Sora curiga padamu," Sehun berbisik sambil menjauhkan ponselnya agar Sora tidak dapat mendengarkan pembicaraannya dengan Nara. Nada bicaranya penuh peringatan.

Alih-alih merasa takut, Nara justru berhenti menyuapkan nasi ke dalam mulutnya lalu mendongak untuk menatap Sehun. Tatapannya seolah menantang. Sehun sempat tertegun, tapi bukan karena tatapan penuh permusuhan yang ia dapatkan dari gadis itu, melainkan karena melihat hazel Nara yang memerah akibat menahan tangis.

"Aku tidak mau lagi bicara dengan Ibu. Sampaikan itu padanya!" Nara bangkit dari kursinya dengan kasar. Gadis itu menghentakkan kakinya meninggalkan ruang makan begitu saja. Membuat Sehun membelalakkan matanya tak percaya seraya memandang punggung mungil Nara yang bergetar hebat.

Sehun sudah hampir membuka mulutnya untuk berteriak memanggil Nara dan mengejar gadis itu. Namun hal itu urung ia lakukan begitu ingat bahwa Sora masih menunggu di ujung sambungan. Sial! Kenapa jadi begini situasinya?

Sambil menahan emosinya yang hampir memuncak pada Nara, Sehun kembali menempelkan ponsel ke telinganya. "Sora ... Nara—"

"Dia tidak mau bicara padaku, ya?" Sora bertanya dengan nada sedih.

Sehun menghela napas pelan lalu bergumam, mengiyakan.

"Aku paham, dia pasti masih merasa sakit hati karena kemarahanku padanya. Tidak apa-apa, Hun. Akan kuhubungi dia nanti. Yang penting aku sudah tenang karena dia aman bersamamu."

Tanpa sadar Sehun mengepalkan tangannya kuat setelah mendengar ucapan Sora. Aman? batinnya mengolok. Anak gadismu sudah kuperawani, Yoon Sora! Dia jelas-jelas sama sekali tidak aman bersamaku.

Sehun mengatur napasnya yang tiba-tiba saja memburu. Dada Sehun terasa sesak seolah ada yang meremasnya kuat. Oh, apakah ia merasa bersalah karena telah tanpa sadar menyakiti hati wanita tercintanya? Entahlah, tapi yang pasti ia sama sekali tidak merasa bersalah pada sang anak tiri yang kini—mungkin saja— tengah sibuk meratapi nasib sialnya.

C R U E L [EXO] (Publish Juga Di Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang