Dert

9.2K 835 30
                                    

Part 3 : Cry

Louis menunggangi kudanya dengan kecepatan di atas rata-rata, tak peduli ia akan jatuh. Dia benar-benar khawatir pada Anna. Salahnya memang, menyetujui pertunangan itu agar Anna bahagia. Dia tahu ayahnya dapat berbuat apa saja jika kehendaknya tak dituruti, termasuk mencelakakan Anna. Namun, ia tak peduli lagi, kini ia akan melindungi gadis itu dari siapapun termasuk ayahnya.

Kudanya tiba-tiba berhenti, Louis turun untuk memeriksa keadaan pasti ada sesuatu yang membuatnya tiba-tiba berhenti.

Louis mengedipkan matanya tak percaya, ratusan orang mengelilingi kerajaan Dert? Untuk apa? Apa mereka melakukan semacam ritual? Rasa penasarannya membuncah? Louis mengikat kudanya di pohon besar lalu pergi untuk mengendap-endap.

Dia memakai jubahnya dan berbaur dengan yang lainnya agar terlihat sama. Semua orang terdiam, tak ada yang berbicara sedikit pun. Louis tak tahu hari ini ada upacara di kerajaan Dert, namun setahunya dia sudah berkuda tiga hari. Dia begitu penasaran, ingin bertanya tapi tak mungkin. Semua orang pasti sudah tahu tujuannya berkumpul disini, mana mungkin Louis bertanya dan membuatnya terlihat sebagai mata-mata.

Seharusnya ia tak ikut campur dan terus melanjutkan pencariannya. Namun, napasnya tercekat saat melihat gadis yang dikenalnya berbaring lemah di atas menara kerajaan Dert. Pasti ada yang salah, dia tahu itu. Louis segera berlari, menembus kerumunan orang yang aneh ini. Bersembunyi di semak-semak, dia juga mendengar percakapan dua prajurit yang sedang berjaga di depan pintu masuk istana.

"Memangnya persiapannya sudah terpenuhi semua?"

"Sudah, kerajaan Dert akan berkuasa sebentar lagi."

"Kau mendukungnya? Bukankah itu buruk? Dert memiliki sisi kelam."

"Aku tahu, tapi mau bagaimana lagi, kita hanya prajurit yang beruntung masih hidup."

Tergesa-gesa, Louis memukul kedua prajurit tersebut tepat di titiknya agar kehilangan kesadaran. Segera saja ia berlari dan sesekali bersembunyi agar tak tertangkap. Nekat memang, ini bukan kerajaannya yang membuatnya bisa bebas melakukan apa saja, ini kerajaan Dert yang terkenal akan perperangannya.

Ini semua ia lakukan demi Anna.

-

Nalu merasa gelisah, entah karena apa. Padahal sebentar lagi Dert akan merajalela dan seharusnya ia senang akan hal itu. Dia mendudukan dirinya di bangku, menopang dahinya dengan tangannya. Apa yang terjadi dengan dirinya? Mengapa dia tiba-tiba merasa seperti ini? Dia seperti akan kehilangan seseorang.

"Nalu." Dirinya mendongak saat mengetahui namanya dipanggil. Aerald, ayahnya itu memicingkan mata. Berjaga-jaga takut ramuan yang diberikan kepada Nalu sudah memudar.

"Ada apa?" Tanyanya. "Ayah memerlukan sesuatu? Atau Tuan Pycan sudah hampir siap melakukan semuanya?"

Aerald tersenyum, ramuannya belum hilang karena dia masih menuruti perintahnya, termasuk memanggil Pycan dengan sebutan tuan dan memperlakukannya dengan baik. Sekarang yang Nalu kenal hanya dirinya, dan Pycan.

"Tak apa, jika merasakan sesuatu bilang padaku." Ucapnya kemudian pergi meninggalkan Nalu. Merasakan sesuatu? Seolah ayahnya tahu Nalu akan merasakan sesuatu, tapi apa? Semuanya seolah menyembunyikan sesuatu darinya. Tidak, Aerald adalah ayahnya, tak mungkin ia melakukan hal jahat pada anaknya sendiri. Menepis pemikiran, Nalu segera menemui Pycan.

-

"Kasihan sekali cucuku harus berakhir seperti ini." Pycan menatap Anna yang terbaring lemas di tempat ritualnya. Dia ingin memiliki semua kekuatan yang ada pada tubuh cucunya itu. Menurutnya, Anna tak pantas memiliki kekuatan sebesar itu dalam dirinya, dialah yang berhak atas semua elemen, dia yang berhak menguasai dunia.

"Permisi tuan." Nalu datang memberinya penghormatan kemudian berdiri tegak seperti semula. Sesuai yang ia harapkan, tak sia-sia ia membeli ramuan mahal itu untuk melupakan ingatan anak ini.

"Ya, ada apa?" Tanyanya.

"Semuanya persiapan telah selesai, kita hanya tinggal menunggu malam datang dan kekuatan gadis itu bisa segera anda ambil alih." Ucapnya.

"Bagus, kau sudah perketat keamanan?" Tanya Pycan meraih gelas minumannya kemudian menengguknya perlahan.

"Sudah tuan." Ucap Nalu singkat yang membuat Pycan tersenyum. Sebentar lagi, dia akan menjadi penguasa.

"Baiklah, kau boleh pergi."

"Terima kasih tuan." Jawab Nalu singkat tapi ia menahan sakit kepalanya tiba-tiba. Apa yang terjadi? Mengapa dia seolah mengenal gadis itu? Ini bukan yang pertama kali ia merasakan hal itu. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan semua ini? Semuanya terasa aneh.


[]

ACADEMY [END]Where stories live. Discover now