Dragon

14.7K 1.3K 26
                                    

Part 3 : Turnamen

Aku mencatat semua yang ditulis oleh guru di papan tulis. Hanya beberapa tulisan soal bagaimana mengombinasikan elemen jika mempunyai elemen lebih dari satu. Yah, sebenarnya aku malas mencatat, tapi ini juga untuk kepentingan pembelajaranku di akademi.

"Ah, kalian tahu 'kan kalau akan diadakan turnamen beberapa hari lagi? Dan tim kalian masing-masing sekarang adalah berdasarkan teman satu kamar kalian, karena keadaan akademi sedang buruk jadi pihak sekolah tidak bisa memilah kekuatan untuk sementara waktu." Aku? Bekerja sama dengan Calista dan Alexa? Mereka berdua sama-sama memiliki masa lalu yang buruk denganku, oh atau aku yang memiliki masa lalu yang buruk dengan mereka. Aku tak tahu, apakah kita dapat bekerja sama dengan baik.

Kring!

Suara bel berbunyi membuatku membereskan bukuku dan segera berlari menuju loker untuk menaruh bukunya disana. Memang kita memiliki kamar, tapi kita juga memiliki loker yang dekat dengan kelas, agar beberapa buku bisa ditaruh disana. Aku segera berjalan kearah UKS, dan membuka pintu putih kecil itu. Ruangan rapi dengan aroma khas obat-obatan menyeruak ketika aku memasukinya. Aku duduk di bangku yang sudah disediakan. Kali ini aku hanya berjaga satu jam karena ada anggota baru lagi yang ingin bergabung. Yah, semakin banyak anggota, semakin sedikit jam berjaga.

Kriet..

Suara pintu dibuka membuatku menoleh, Nalu lagi tak bosan-bosan ia. Aku menatapnya dan dia tersenyum menatapku, ah otakku jadi mengingat kejadian itu.

"Kenapa Anna? Mau kupeluk?"

"Heh! Apa-apaan itu?! Bertanya seperti itu pada wanita!" Aku berteriak tapi dia malah tertawa dan duduk diatas ranjang UKS. Entahlah, dia terlihat lebih tenang dan hangat. Dia menidurkan badannya di kasur empuk itu dan memejamkan matanya. Eh? Dia kira ini adalah tempat untuk bersantai apa?!

"Nalu." Aku memanggilnya tapi dia masih saja tersenyum dan hanya berdeham. "Nalu ayolah, ini bukan tempat untuk tidur siang."

Aku berjalan kearahnya yang masih memejamkan mata, aku mengguncang-guncangkan badannya dan dia terbangun. "Heh, aku hanya ingin beristirahat sebentar"

Dia berganti posisi menjadi duduk dan bersandar dengan bantal yang ia taruh di kepala ranjang. Dia menepuk-nepuk kasur seolah memintaku untuk duduk di sampingnya. "Ada apa?"

"Sudahlah, duduk saja disini." Dia berucap dan aku hanya duduk di sampingnya, mengikuti perintahnya. Nalu menatap langit-langit. "Kau mau tahu tidak, kenapa aku bisa mengenalmu? Kapan aku mengenalmu? Dan mengapa aku semarah itu melihatmu dengan Louis?"

Aku hanya diam, memperhatikannya yang masih melihat langit-langit. Dia tersenyum padaku. "Dulu, aku dan kau sangat dekat, kita selalu bermain bersama, entah mengapa setelah ayahmu meninggal, kau tak pernah menemuiku disana lagi, aku menunggumu, dan aku ingin sekali mengunjungimu tapi mengingat ayahmu yang dituduh menjadi mata-mata kerajaan Dert saat itu membuatku enggan dan mulai saat itu aku mulai membiarkannya, berharap aku akan bertemu denganmu suatu hari nanti dimana semuanya sudah baik-baik saja."

Dia menghembuskan napasnya dan mengambil napas panjang lagi. "Saat aku bertemu denganmu di pemakaman Oxel waktu itu, kau malah tak mengenalku, aku kesal dan bersikap dingin, tapi sepertinya aku tetap tidak bisa melakukan itu lama-lama karena nyatanya aku sangat-sangat merindukanmu."

Aku tersenyum menatapnya, aku dan Nalu adalah teman kecil, sahabat kecil, tapi mengapa aku sama sekali tak mengingatnya? Mengapa aku seolah-olah tak ada ikatan apapun denganya? Apa yang terjadi padaku?

"Nalu, maaf."

"Karena apa?"

"Melupakanmu "

-


Aku berjalan pelan, menuju ruang latihan berpedangku dengan Louis, Nalu sedikit kesal tapi ia bilang akan ikut latihan. Aku menghembuskan napas pelan, Ringgo sedang apa kira-kira? Apa dia sedang mencari makanan dengan apinya itu? Entahlah, aku sedikit merindukannya. Bagaimanapun juga dia hanya ingin melindungiku. Aku melihat kearah Louis dan Nalu yang tengah duduk di depan ruangan menungguku. Mereka lucu, nampak seperti kucing dan anjing yang tak pernah akur. Nalu dengan pendiriannya, dan Louis yang juga dengan pendiriannya.

"Anna!" Nalu berlari kearahku dan langsung menggenggam tanganku, mengajakku ke ruang latihan. Louis hanya mengikuti dari belakang, mengambil pedangnya seperti biasa.

"Hari ini kau latihan denganku saja,"

"Eh? Tapi Nalu kita bisa latihan bersama." Ucapku mengambil pedang dan Nalu hanya menghembuskan napasnya kasar. "Sebentar lagi turnamen Anna, ayolah beri aku kesempatan melatihmu sekali saja."

"Baik-baik, besok saja ya, besok aku tak ada jadwal berjaga." Ucapku dan dia tiba-tiba memelukku dari belakang. Nalu, terkadang dingin, terkadang hangat. Kadang, tingkahnya juga seperti anak kecil dan menyebalkan. Namun, aku rasa dia orang yang baik.

"Memangnya turnamen itu kapan? Orang-orang hanya berkata kalau tournamen diadakan beberapa hari lagi."

"Tiga hari lagi." Ucapnya membuatku terkejut. Secepat itu ternyata dan aku belum ada persiapan yang matang, ah aku pasti sudah kalah di babak pertama. Maksudku, aku hanya membuat beban bagi timku. Alexa dan Calista.

"Anna?" Louis memanggilku dan membuatku menoleh, aku tersenyum dan Nalu pun sudah menemukan pedang yang cocok untuknya. Omong-omong, mengapa ruangan berpedang selalu sepi?

Sudahlah lebih baik aku mulai berlatih bersama mereka. Tiga hari lagi, aku harus bisa.

-


Aku membuka pintu kamarku, setelah selesai makan malam aku merasa benar-benar mengantuk. Kulihat mereka sudah tertidur nyenyak, aku dan mereka memang memiliki masa lalu yang buruk, apalagi dengan Alexa. Namun, jauh di lubuk hatiku, aku ingin berteman. Mungkin aku harus mencoba sebelum aku menyesal. Aku mencoba elemenku, menggerakkan sulur tanaman yang sekarang bisa aku keluarkan dengan mudah. Maksudku, tidak perlu keluar dari tanah. Aku mengerakkannya, membuat dua buah tas selempang sederhana dari sulur itu. Memang tak terlalu bagus, tapi sepertinya ini lumayan. Aku meletakkannya dikedua meja mereka.

"Jika ingin memberi sesuatu, setidaknya beritahu orangnya."

"Alexa?" Aku menatap kearahnya, apakah dia masih Alexa yang sama? Alexa yang selalu senang membuatku menderita?

"Maaf."

"Untuk apa?" Tanyaku dan dia menatap kearahku sendu. Rambut hijaunya bergerak saat dia berjalan, napasnya tak teratur dan memelukku begitu saja. "Kacungku, maafkan aku atas perbuatanku dulu, menyiksamu sampai hampir membunuhmu."

"Tak apa." Ucapku mengelus punggungnya dan tersenyum. Dia bukan Alexa yang sama. Memang wajahnya masih seperti dulu, tapi hatinya mungkin sudah berubah. "Ah, drama apa ini? Dasar aktris murahan."

Calista terbangun, menatapku dan Alexa yang sedang berpelukan. Wajahnya menunjukan bahwa ia tak suka kepadaku. Apa salahku?

"Oh, kau memberiku tas murahan ini ya? Maaf sekali itu tak pantas untukku." Dia membuangnya ke lantai dan aku hanya menatap tas itu. Murahan, memang benar, itu sama sekali tak ada emas yang terkandung di dalamnya. Itu juga bukan di desain oleh perancang terkenal.
Alexa memungut tasnya, membuatku menatap bingung padanya.

"Memang tas ini tak pantas untukmu." ucapnya. Lalu melanjutkan kembali kata-katanya dengan nada yang sinis.

"Karena tas ini terlalu berharga untuk orang sepertimu."


[]

ACADEMY [END]Where stories live. Discover now