Flashback

9.3K 818 31
                                    

Part 4 : Anna Nalu

Hari ini Nalu pergi ke Oxel, tahun pelajaran baru sudah dimulai dan Nalu nampaknya akan sibuk karena berstatus sebagai senior. Dia berjalan pelan, duduk di rumput dan memandangi langit. Teleportasinya tak begitu bagus, dia juga bingung sebenarnya dia pangeran atau bukan. Nalu suka pergi ke Oxel, selain karena dia bersekolah disini, ibunya dimakamkan disini. Entah apa yang dipikirkan oleh ayah dari ibu, alias kakek Nalu yang menguasai Wyls yang kini di ujung tanduk itu. Namun tetap saja, Nalu lebih memilih Wyls dibandingkan kerajaan ayahnya.

Nalu berdiri, mengambil batu untuk diteleportasi. Memfokuskan elemennya agar tak melenceng kearah yang salah.

Duk!

Sial, batu itu mengenai seorang gadis.

"Batu itu mengenaimu ya? Maaf, aku sedang melatih teleportasiku." Ucap Nalu pelan dan terkejut saat melihat siapa yang terkena batu itu. Matanya, mata cantik itu sangat ia ingat setiap saat. Annanya, dia disini setelah sekian lama menunggu dan selalu pergi ke padang rumput. Menunggu gadis kesayangannya ini. 

"Sementara pakai plester dahulu, aku tidak membawa perban dan sepedamu biar aku yang kayuh, kau hanya duduk di belakang." Gadis itu meringis saat Nalu memplester kakinya yang tergores. Nalu menaiki sepedanya, begitu pula dengan Anna yang membonceng di belakang

"Siapa namamu?" Tanya Anna pelan membuat Nalu sedikit terkejut, gadis yang ia sayangi sama sekali tak mengingatnya.

"Nalu, Nalu Gravano pangeran dari negeri Wyls." Ucap Nalu dingin, rasa kesal menggerayanginya. Bagaimana bisa gadis ini melupakannya begitu saja?

"Benarkah? Aku tidak percaya." Tanyanya pelan.

"Terserahlah, yang penting kau adalah orang payah yang tak mengenalku."

"Apakah kau kesini ingin bersekolah di Academy?" Tanya Anna dan Nalu hanya menganggukan kepalanya.

"Iya, aku terbebani oleh nama keluargaku dan seketika aku harus mengikuti apa yang mereka suruh." Jawab Nalu pelan dan Anna pun terkekeh. Itu adalah tawa yang selalu ingin ia dengar setiap waktu dalam hidupnya. Ah, ingin rasanya ia memeluk gadis yang tengah duduk nyaman membonceng dibelakang ini. Sungguh, ia merindukannya dengan sangat.

"Beban itu pasti sangat berat."

Nalu tertawa. "Tentu saja."

"Aku pernah kepemakaman, mengunjungi ayahku dan kulihat kau ada disana, siapa yang kau kunjungi disana?" Anna bertanya bertepatan saat lonceng jam yang berbunyi tiap satu jam sekali. Nalu berhenti.

"Ibu kandungku."

-

Nalu merebahkan badannya di kasur, dia kini punya sebuah rumah yang tak terlalu besar di Oxel.

Nalu menatap langit-langit rumahnya. Membayangkan wajah gadis itu yang sangat ingin ia miliki. Bagaimana bisa Anna melupakannya? Dan apa alasannya juga tak pernah datang ke padang rumput. Nalu mendesah pelan, lalu mengambil segelas air untuk ia minum. Jadi, selain karena bersekolah dan ibunya yang dimakamkan disini, Annalah salah satu tujuan ia sering datang ke Oxel bahkan tinggal disini selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

"Nalu."

Dia terlonjak kaget saat penasehat ayahnya yang tiba-tiba datang kesini dan berada di hadapannya sekarang.

"Ada apa?" Tanya Nalu menaruh gelasnya di meja. Penasehat ayahnya duduk di tepi ranjang lalu mengedarkan pandangannya. Dia pasti akan meremehkan rumah ini.

"Kamar di Dert lebih bagus daripada satu rumah ini." Ucapnya membuat Nalu memutar bola matanya malas.

"Pulang sekarang." Perintahnya tegas. Nalu mengeraskan rahangnya.

"Pulang? Kemarin aku baru pulang." Jawab Nalu membuat penasehat ayahnya itu berdiri dan menepuk-nepukkan jubahnya seakan kotor dan terkena debu. Sial, dia selalu mengejek rumah ini.

"Kemarin kau pulang ke Wyls, bukan ke Dert." Ucapnya membuat Nalu terkekeh.

"Dert? Istana megah di Dert itu bukan rumahku."

"Begitu ya? Nanti juga kau akan pulang, cepat atau lambat."

"Coba saja."

-

ACADEMY [END]Where stories live. Discover now