His Temptress | 58-2

Start from the beginning
                                    

Ewan tersenyum, mengambil saus burger dengan jari telunjuknya. Lalu ia mengulurkan tangan kearah Lidya, dengan jahil mencolek hidung wanita itu sehingga saus tadi menempel pada puncak hidung Lidya.

"Marshall!!" Lidya sudah menahan kesalnya selama sepuluh menit terakhir, kali ini dengan kesal ia mengambil selada yang berlumur saus dan melemparnya kearah Ewan.

Selada tersebut mengenai tepat di wajah Ewan. Sejenak Ewan hanya menyingkirkan selada dari wajahnya, berdiri dengan pelan. Awalnya Lidya terkejut karena pria itu menerima lemparann tersebut dengan sukarela tanpa adanya perlawanan, dan ketika pria itu tidak mengucapkan sepatah katapun ia merasa takut.

"Ma...Marshall?" bisik Lidya ketika Ewan berjalan kearahnya. Baru saja ia hendak meminta maaf, pria itu langsung menunduk dan mengecup bibirnya sekilas. Bukan hanya itu saja, Ewan juga menempelkan wajahnya yang berlumuran saus ke pipi Lidya. "He-hentikan!"

"Makanya jangan nakal!" ucap Ewan.

Ewan menjauhkan tubuh mereka dan tertawa karena wajah Lidya sekarang berlumuran saus. Dengan kesal Lidya memukul lengan Marshall berulang kali, lalu dengan satu gerakan cepat Ewan membopong tubuh Lidya dan meletakkannya diatas pangkuannya, sementara ia duduk di kursi yang menempel pada kaca jendela disebelahnya.

Tanpa banyak bicara, Marshall menghapus sisa saus yang ada di wajah Lidya dengan gerakan perlahan dengan saputangan yang selalu dibawanya. "Jangan terlalu lama membiarkan saus tertinggal di bibirmu. Aku tidak mau nanti bibirmu terluka, mengerti?"

"Ini hanya saus Mar. Tidak akan menyakitiku..." jawab Lidya.

Sejenak mereka hanya menikmati deburan ombak, suasana hening dan lampu yang remang-remang. Ruangan ini membuat mereka seolah-olah berada diruangan mereka sendiri. Diruangan kecil, dimana hanya ada mereka berdua, dan hal itu membuat Lidya tersenyum bahagia.

Ewan yang melihat senyuman itu, mengulurkan tangan dan mengelus pipi Lidya dengan punggung tangan. "Kau suka tempat ini, Agapi Mou?" Tatapan mereka seolah menyatu dan segalanya seolah berubah menjadi intense padahal mereka hanya saling bertatapan tanpa bersentuhan. "Aku akan sangat senang kalau kau menyukai tempat ini..."

"Kenapa?" Tanya Lidya sambil berbisik.

"Karena aku menyukai tempat ini," jawab Marshall sambil tersenyum. "Karena ini adalah tempat yang sama dengan katedral yang kita datangi dulu." Marshall menempelkan kening mereka dan kembali berkata, "Katedral tidak berpenghuni, di mana kita selalu bersembunyi di bilik pengakuan dosa hanya untuk menghindari orang-orang yang menyebalkan."

Iya... Lidya ingat. Tempat itu begitu nyaman. Mereka tidak melakukan hal yang berdosa, yang mereka lakukan hanyalah seperti sekarang. Saling berpelukan dengan dirinya duduk diatas pangkuan Marshall dengan tangan saling bergenggaman. Lidya menggigit bibirnya, merebahkan kepalanya diatas dada Ewan dan berbisik lirih. "Aku merindukan tempat itu..."

"Aku juga..."

"Marshall..." Panggil Lidya. Lalu Lidya mendongak, menatap mata hijau itu dan berkata,"Apa kau tahu kenapa aku menyukai pantai? Kenapa aku menyukai tempat ini?"

"Karena pantai itu sepi, kau tidak menyukai tempat ramai, Agapi Mou. Kau menyukai privasi dan ketenangan."

"Iya, tapi bukan itu alasan sebenarnya kenapa aku menyukai pantai."

Ewan tidak menjawab, melainkan mengernyit. Ia menunggu lanjutkan ucapan dari Lidya namun wanita itu tersenyum kearahnya. Lidya mengulurkan tangan, menarik tengkuknya mendekat kearah wanita itu. Dengan gerakan perlahan Lidya menempelkan bibirnya diatas daun telinganya lalu berkata, "Because the beach have smell like you."

Tanpa mengucapkan apapun, Ewan menarik Lidya ke dalam pelukannya. Ia merengguk seluruh aroma wanita itu, hatinya membuncah. Di antara rasa takut kehilangan dan juga rasa kegembiraan yang mendadak menyeruak keluar begitu saja, pikirannya mulai terombang ambing dengan gairahnya yang perlahan terbit. Lalu jemarinya perlahan turun dan mengelus paha Lidya dengan gerakan intense. "Agapi Mou...Kau belum mendapatkan hukuman dariku karena menggoda pria lain. Iya kan?"

"Wha—"

"Kau membiarkan Cassius memeluk pinggangmu. That's a big mistake." Ketika Ewan menjauhkan tubuh mereka, Lidya bisa melihat seringai mengerikan di wajah Ewan. Jemari pria itu mengelus pipi, perlahan turun ke leher dan berhenti diatas dadanya. Jemari panjang itu berputar disana dengan gerakan menggoda, kemudian Ewan berkata, "Seduce me with your sexy tongue, Agapi Mou."

"Marshall—Listen, aku tidak melakukan apapun yang barusan kau—"

Dua jari Ewan berada di atas bibir Lidya seolah memaksa wanita itu untuk tutup mulut. Lalu jemari itu membuka lipatan bibir Lidya, menerobos masuk, memainkan lidah wanita itu dan kembali berkata, "Kiss me and seduce me with your sexy tongue on my lips, right now, Agapi Mou."

Sebelum Lidya sanggup mengucapkan apapun, Ewan berkata. "Bercinta diatas meja yang dipenuhi saus burger... dan mungkin saja Darry kembali kesini. Atau..." Jemari Ewan mengelus dada Lidya dengan gerakan halus. "...or, you can kiss me. Satu ciuman panas dan aku akan memaafkanmu. Bagaimana?"

TBC | 24 Agustus 2017
Repost | 26 April 2020

TBC | 24 Agustus 2017Repost | 26 April 2020

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Burger buatan Darry untuk kerjain Max

Burger buatan Darry & Ewan untuk Aram

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Burger buatan Darry & Ewan untuk Aram

Burger buatan Darry & Ewan untuk Aram

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Burger untuk Ewan sendiri :D

His TemptressWhere stories live. Discover now