His Temptress | 35

147K 12.4K 1.1K
                                    

Seperti apa yang dipikirkan oleh Ewan, kedua sahabatnya itu selalu bisa diandalkan. Ewan hanya tersenyum ketika sahabatnya itu berkata bahwa ia tidak perlu mengkhawatirkan apapun, dan masalah polisi yang menilang mereka hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari satu hari untuk menyelesaikannya.

Dan sekarang, Ewan menggandeng tangan Lidya. Ia merasa seperti kembali saat mereka pertama kali bertemu, dimana ia menggandeng tangan mungil wanita itu dan sesekali mengecupnya. Hujan yang tadinya mengguyur kota Las Vegas, berubah menjadi hujan rintik-rintik yang terlihat sangat romantis.

Ewan menarik Lidya kedalam pelukannya, mengecup puncak kepalanya yang basah. "Mau kemana?" tanya Ewan. Tangannya merangkul mesra pundak Lidya.

"Tempat yang hangat?"

"Ranjang yang hangat maksudnya?" goda Ewan.

Dengan cepat Lidya menyikut pinggang Ewan. Ia tersenyum tapi tangannya masih memukul pria itu dengan kesal. "Kau harus mulai mencuci kepalamu dengan pembersih, Marshall. Aku bilang tempat hangat, bukan ranjang."

"Sama saja. Ranjang juga tempat yang hangat."

Ewan tertawa ketika merasakan pukulan dari wanita itu, "Aku tahu tempat yang lebih menarik dibanding tempat hangat disekitar ini," ucapnya cepat. Lalu ia menggandeng tangan Lidya, menarik wanita itu agar berlari seperti yang ia lakukan. Ewan tahu tempat yang pasti akan membuat Lidya tersenyum bahagia, tempat itu adalah salah satu tempat favorite-nya.

Biasanya, Ewan akan mendatangi tempat itu kalau sedang ingin sendirian. Diam-diam Ewan tersenyum dan menggenggam tangan Lidya lebih erat lagi. Ia ingin merasakan kalau keberadaan wanita itu nyata.

"Kemana kita akan pergi?" tanya Lidya dengan nafas terengah-engah karena mengikuti langkah Ewan yang panjang. Diam-diam Lidya mengeratkan genggamannya pada tangan Ewan seolah tidak menginginkan tangan itu lepas.

"You will know." Setelah mengatakan itu, Ewan berhenti berlari. Ia merogoh saku dan mengambil ponsel lalu dengan cepat menghubungi Max. Ketika mendengar suara Max dari seberang telepon, Ewan langsung berkata, "Aku akan mengambil akses di Bellagio Hotel-mu!"

"Jangan gila, Ewan."

"Aku sedang ingin menonton The Fountain of Bellagio, Maxie. Dan aku menghubungimu bukan untuk meminta ijin, hanya sekadar memberitahu saja."

"Aku sudah mengganti password-nya, Ewan."

Ewan tertawa, ia menarik Lidya kedalam pelukannya sekali lagi. Lidya mengangkat kepalanya, menggeleng pelan dan menepuk dada pria itu seolah mengingatkan Ewan untuk menghentikan kejahilan mereka. Ewan mencium Lidya dan tersenyum, ia berkata, "Kau pikir mengganti password secara berkala bisa menghentikanku, Maxie?"

"Kalau begitu lakukan sesukamu, untuk apa bertanya lagi?"

Ewan mendengar gerutuan Max dari seberang telepon yang malah membuatnya tertawa. Sebelum menutup telepon, Ewan berkata, "Thanks, Maxie."

"Jangan senang dulu. Kane akan memberikan rincian kerugian yang kualami kepada Eugene." Ewan terkekeh mendengar ucapan itu dari Max dan pria itu melanjutkan ucapan terakhirnya, "have fun. You deserve that."

Ia memasukkan kembali ponselnya kedalam saku, tatapannya kembali terarah pada Lidya. Wanita itu tersenyum, tangan mungilnya terulur kearah Ewan dan mengelap jejak air hujan yang ada diwajahnya dengan lengan kemeja wanita itu. Ewan menurunkan tangan Lidya dan menggenggamnya. "Aku sudah mendapatkan ijin, kita bisa pergi sekarang."

"Mendapatkan ijin? Kau memaksanya, Marshall," jelas Lidya sambil berdecak.

Ewan menarik pelan hidung mancung Lidya dan tertawa, "Sama saja. Aku tidak memaksanya. Maxie memberikannya secara Cuma-Cuma, lagipula dia akan memberikan rincian ganti rugi kepadaku."

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang