His Temptress | 21

112K 12K 326
                                    

Samar-samar Ewan mencium aroma kopi, ia berusaha membuka matanya yang terasa berat. Demi Tuhan, lima shot scotch tidak pernah bisa membuat tubuhnya bersahabat dengan pagi hari. Ketika beberapa menit kemudian ia berhasil membuka matanya, Ewan bangun dan duduk bersandar di tepi tempat tidur sambil mengerang karena sakit kepalanya.

Sialan. Benar-benar alkohol sialan.

Setelah merasa lebih baik, Ewan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Perlahan ia kembali ke kamarnya dan kali ini ia mencium aroma kopi yang begitu kuat.

Ewan berjalan ke samping tempat tidur, menyadari segelas kopi yang tergeletak diatas nakas. Ia tidak merasa aneh karena ketika ia memutuskan untuk menginap, Ewan selalu mendapatkan segelas kopi dimanapun ia berada, biasanya Zia akan membuatkannya dan menertawai dirinya karena ia mengeluh sakit kepala.

Tangan Ewan terulur dan merasakan harum kopi yang begitu kuat namun sudah tidak terlalu hangat seperti biasanya. Ia mengangkat kopi itu, dan perlahan meneguknya walaupun ia tahu kalau pasti Ewan hanya bisa menelan dua teguk. Lalu tangannya berhenti dan ia meneguk kembali kopi tersebut.

Tiga tegukan.

Empat tegukan.

Dan Ewan menjauhkan cangkir itu dari wajahnya, mata hijaunya menatap nanar cangkir kopi tersebut. Aku akan selalu membuatkan segelas kopi untukmu Marshall, dan pastikan kau akan menghabiskan cairan ini disetiap teguknya. Kau mengerti?

Ewan pasti sudah gila, karena ia bisa merasakan wanita itu di dalam kamarnya. Ia bisa merasakan aroma matahari yang menjadi aroma khas wanita itu. Ewan pasti sudah gila dan ia semakin yakin dirinya gila karena dibenaknya terus menerus meneriakkan nama yang sama.

Dee...

Perlahan otak Ewan berkelana dan entah kenapa ia hanya bisa mendengar ucapan seseorang ditelinganya. Satu-satunya kalimat yang perlu didengarnya setelah selama ini. Satu-satunya... Aku tidak pernah benar-benar meninggalkanmu, Marshall.

Ewan langsung meletakkan cangkir kopi yang hanya tertinggal sedikit itu kembali keatas nakas, memakai kemejanya yang bisa diraihnya dan langsung berjalan ke pintu. Ketika ia membuka pintu dengan cepat, Ewan mendengar perdebatan yang tidak pernah didengarnya sebelumnya.

°

"Really, Gabe? Kau harus mengatakannya dengan kasar seperti itu?!" teriak Zia dengan berkacak pinggang. "Demi Tuhan, kau sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua ini!"

Zia mendorong tubuh besar Gabe dan kembali berteriak, "Sebenarnya apa masalahmu?! Dia menyakiti Ewan, iya aku tahu. Aku tidak bodoh Gabe, tapi dia mau memperbaikinya. Dia mau—"

Ketika Gabe menatapnya, Zia terdiam. Sejenak mereka tidak mengatakan apapun kemudian tangan Gabe terulur kesalah satu vas kesayangan Max dan membantingnya kelantai keramik hingga berkeping-keping. Zia berjengit dan kembali menatap Gabe dengan bingung.

Gabe menatap pecahan itu sejenak sebelum tatapannya kembali kearah Zia. Lalu ia berkata, "Aku baru saja memecahkan sebuah vas Zia."

"Apa—"

"Dan aku mau memperbaikinya."

Zia menatap Gabe seolah-olah pria itu tidak waras, untuk apa Gabe membanting sebuah vas dan kemudian ingin memperbaikinya? Dengan kesal Zia mengernyit dan menyipitkan matanya, "Kalau kau ingin memperbaikinya kenapa kau membantingnya?! Barang yang sudah pecah mana bisa diperbaiki, Gabe?!"

"Kalau begitu kau sudah mengetahuinya bukan?" tanya Gabe.

"Mengetahui..."

"Apa yang sudah pecah tidak akan bisa diperbaiki, walaupun kau menginginkannya, seberapa besar kau berusaha Zia, barang yang sudah pecah akan terus retak." Gabe menunjuk kearah vas yang pecah tersebut, "Seberapa keraspun kita berusaha, Vas ini tidak akan pernah kembali. Dan ini adalah Vas, Zia."

"..."

"Dan kenapa kau pikir hati Ewan lebih keras daripada Vas ini?"

"Aku tahu semua ini sulit, tapi dia juga telah melalui hari sulitnya—"

"And why I must care about her?" tanya Gabe, kali ini ia mengatakannya dengan sangat keras. "Aku tidak peduli padanya, apa yang sudah dia lakukan kepada Ewan lebih menyakitkan dibandingkan dari apa yang sudah kulakukan padanya. Tidakkah kau mengerti?!"

Gabe marah, ia sangat marah dengan Lidya Prescott. Ia tahu dengan melakukan hal ini bisa saja Ewan akan marah dengannya. Tapi Gabe terlalu marah untuk peduli, ketika semalam ia mendapatkan email penting dari orang suruhannya mengenai Ewan dan apa yang terjadi pada sahabatnya itu lima tahun yang lalu... Amarahnya menguap.

Ia tidak akan pernah memaafkan wanita itu. Benar, Gabe juga mengetahui sedikit-nya perasaan wanita itu. Tapi apapun yang baru saja dilakukannya, wanita itu pantas mendapatkannya. She deserves that.

TBC | 08 July 2017

Repost | 18 Maret 2020

V.O.M.M.E.N.T?

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang