His Temptress | 64

111K 13.9K 2.3K
                                    

            Ewan menarik tubuh Lidya kedalam pelukannya, ia mengelus puncak kepala wanita itu, merasa bodoh dengan apa yang sudah terjadi. Ewan tidak bisa merasa sedih, ia tidak boleh menangis karena jelas sekali bahwa Lidya membutuhkannya. "Dia tidak pernah membencimu."

Perlahan Ewan mengurai pelukan mereka. Jemarinya menghapus jejak air mata wanita itu, dan berhenti di puncak hidungnya. "Namanya adalah Lucas," ucap Ewan pelan.

"Lucas...?"

Lidya mengangkat wajahnya, menatap Ewan yang tengah tersenyum kecil kepadanya. Ia mengernyitkan alisnya seolah tidak mengerti. Namun Ewan menjepit hidungnya dengan jemari pria itu. Anehnya, walaupun Ewan tersenyum, Lidya merasa ada sesuatu dari pria itu yang hancur dan ada sesuatu dari diri Ewan yang membuatnya ingin menangis terisak-isak. "Aku tidak mengerti..." bisik Lidya pelan dengan suara parau.

"Nama dia adalah Lucas." Ewan menarik tubuh Lidya kembali melekat ketubuhnya, lalu berkata, "Putera kita, itu adalah nama yang aku berikan untuknya."

Kali ini Lidya menangis terisak-isak. Bagaimana tidak, ia bahkan belum sempat menamai anaknya. Ia belum sempat mencari nama yang bagus untuk puteranya. Ia bahkan belum sempat memberikan susu pertamanya untuk puteranya. Dan segalanya terenggut begitu saja.

"Marshall..." bisik Lidya sambil mencengkram erat kemeja Ewan.

"Iya?"

"Marshall..."

Kali ini Ewan mengetatkan pelukannya, matanya masih menutup saat ia berkata hal yang sama untuk yang kedua kalinya. "Yes, Agapi Mou?"

"Aku salah. Aku mencintaimu dan aku salah..." bisik Lidya. Untuk sejenak Ewan membiarkan wanita itu menangis di pelukannya, ia membiarkan seluruh air mata wanita itu dan Ewan bertekad untuk menerima segalanya. Bagi Ewan, sudah terlalu lama ia membiarkan Lidya menangis seorang diri. Dan ia mendengar seluruh perasaan wanita itu. "Aku salah...Aku... Aku..."

"Kau boleh mengatakan apa yang kau inginkan, Agapi Mou."

"Aku..." Lidya berusaha mengontrol emosinya, namun gagal. Seolah tidak bisa menahan lagi perasaannya, kali ini Lidya berbisik pelan. "Help me, Marshall... Help me..."

"Dia tidak akan menyentuh kalian berdua lagi."

"Dia... akan menghancurkanku, Marshall..."

"Dia tidak akan melakukannya," ucap Marshall sekali lagi dengan nada tegas. Ia mengurai pelukan mereka, menangkupkan jemarinya pada wajah Lidya dan mata hijaunya memaksa wanita itu untuk berhenti menangis ketika Marshall berkata, "Dia tidak akan pernah menyentuhmu, Agapi Mou. Karena ini adalah wilayah kekuasaanku dan aku tidak akan membiarkan siapapun masuk kedalam wilayahku."

"Marshall..."

"Kau adalah bagian terpenting dari wilayahku. You're my light. Tidak... kau adalah wilayahku, Agapi Mou." Ewan mendaratkan kecupan ringan di dahi Lidya lalu berkata, "Apakah kau sudah sadar siapa dirimu?"

Ewan tersenyum kecil ketika melihat Lidya mengangguk pelan.

"Siapa aku?" Tanya Ewan dengan jemari menggenggam tangan Lidya. "Ucapkan namaku yang jelas, Agapi Mou."

"Marshall. Ewan Marshall Wellington..."

"Dan siapa dirimu?"

Kali ini Lidya tersenyum dengan air mata mengalir. Iya, seharusnya ia sudah tahu kalau dari awal Ewan akan selalu berada di sampingnya. Pria itu akan selalu memilihnya, dan Lidya seharusnya menjadi satu-satunya wanita yang mengerti hal itu. 'Kisah yang tidak pernah pudar', iya... itulah mereka. Bukan begitu?

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang