His Temptress | 33

145K 14.1K 4.5K
                                    

Hai para voters, spamers dan komentator, mari merapat! Anw, thanks sudah membuat Ewan menjadi rank 23. Could you help me again, genggs? Kali ini buat Ewan masuk top ten ya! terima kasih, selamat membaca.

"Ewan, ini data dari MGM Club." Eugene memberikan dokumen tersebut diatas meja Ewan. "Minggu depan Terry bisa berangkat ke Yunani untuk memulai pemeriksaan pada Harletta. Kau ingin berada disana?"

"Tidak," jawab Ewan sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Kau tidak mengatakan dimana Harletta berada pada Lidya?" tanya Eugene. Ketika Ewan tidak menjawab, Eugene berkata, "Dia memiliki hak untuk mengetahuinya."

Ewan meletakkan pulpen-nya dengan keras diatas meja. Matanya terarah ke Eugene, ia menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya dan mengangkat alis. "Kau jatuh cinta pada Lidya?" Ketika Ewan melihat Eugene mengernyitkan alisnya, Ewan melanjutkan ucapannya. "Kalau begitu kenapa kau tampaknya sangat peduli padanya?"

"Aku tidak bermaksud begitu, Ewan. Aku hanya-"

"Aku merekrutmu bukan untuk memilah seluruh keputusanku, Eugene." Mata hijau Ewan menatap Eugene dengan datar tanpa ekspresi. "Aku tidak menginginkan satu orangpun melanggar privasi yang kumiliki dan nampaknya aku sudah pernah mengatakan hal itu kepadamu. Iya kan?"

Eugene terdiam.

"Yang harus kau lakukan sekarang adalah memfokuskan diri pada pengambil alihan kerjasama dengan Underground Hongkong dan pemulihan Harletta." Ewan mengambil pulpennya lagi dan memutarnya disela-sela jemarinya. "Apa perintahku sudah cukup jelas?"

"Sangat jelas," jawab Eugene. "Kalau begitu aku akan menghubungi pihak kita di Hongkong dan akan melaporkannya padamu satu jam lagi."

Langsung saja Eugene memutar tubuhnya dan meninggalkan Ewan diruangan sendirian. Ketika Eugene tidak lagi berada disana, Ewan membanting kembali pulpennya. Ia mendongakkan kepalanya pada kursi dan menghela nafas panjang sambil mengacak rambutnya yang lebat.

Ewan merasa lelah dan ia tidak membutuhkan apapun selain istirahat. Ia juga tidak tahu apa yang hendak dilakukan olehnya kalau bertemu lagi dengan Lidya. Kemarin ia memang berlaku cukup lembut pada wanita itu, sama seperti yang dilakukannya lima tahun yang lalu. Masalahnya, Ewan belum bisa melupakan rasa sakit yang diberikan oleh Lidya kepadanya.

Entah mengapa, ia masih belum bisa melupakan perasaan itu.

Jadi ia membutuhkan jarak. Mungkin dengan menjauhkan diri, setidaknya ia tidak akan lagi merasa marah dan mungkin saja mereka akan bisa kembali menjadi teman. Mungkin saja Ewan bisa memperlakukan Lidya menjadi lebih ramah seperti ia memperlakukan istri sahabatnya. Berteman dan menjaga jarak...

Benarkah ia sanggup melakukannya?

°

Lima menit kemudian, pintu kantornya terbuka dan Ewan langsung menatap orang yang masuk kedalam ruangannya. Ia tersenyum letih dan menyapa, "Aku tidak pernah berpikir kalau kau akan mampir kekantorku, Maxie."

"Hanya sebentar," jawab Max.

Max menutup pintu, berjalan mendekati Ewan dan duduk dihadapan Ewan. Kemudian alis Max terangkat dan bertanya, "Kenapa? Kau akan bertemu dengan klien-mu?"

"Tidak. Aku sudah bertemu dengannya tadi pagi."

"Jadi, kau free sekarang bukan?"

Ewan terkekeh pelan dan mengendikkan bahunya, "Tergantung dengan apa yang hendak kau bicarakan, Maxie." Ewan memajukan tubuhnya dan berusaha tersenyum, "Ada apa? Apakah Aria sakit?"

"Tidak," jawab Max sambil mengernyitkan alisnya. "Bukan karena hal itu aku datang kesini, Ewan."

"Lalu, apakah kau membutuhkan bantuanku?"

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang