Bab 57 - Siapa?

37.3K 3.7K 161
                                    

Mungkin tidak jahat, namun dia terlalu setia.

—ווח

JAM terus bergerak tanpa henti. Sean yang baru saja masuk ke dalam kamarnya —lewat balkon kamar yang terbuka, seketika menoleh ke arah Alice yang tidur di ranjangnya. Malam ini Alice kembali menginap di kamar Sean. Selain karena Sean yang memaksa, gadis itu juga tak ingin membuat ranjang Helen menjadi sempit. Meskipun sebenarnya itu hanya alasan Alice agar ia tak terlalu malu mengungkapkan rasa rindunya.

Sean yang masih berdiri di depan pintu balkon, tak melepaskan pandangannya dari Alice. Namun alisnya tiba-tiba mengkerut ketika melihat Alice bergerak tak nyaman dalam tidurnya. Gadis itu juga bergumam —"Jangan."—hingga beberapa kali.

Sean segera berjalan mendekat. Ia membungkukkan sedikit tubuhnya untuk menatap Alice. Gadis itu terlihat berkeringat. Bahkan bantal di bawahnya pun ikut basah. Dan alis Alice mengkerut, seolah mimpi yang sedang diarunginya benar-benar mengganggu ketenangan gadis itu.

"Hey, hey, Alice! Alice! Bangunlah." Sean mengusap pelan kepala Alice, sambil berusaha membangunkan gadis itu. Untuk beberapa saat, Alice masih sibuk dengan rasa tak nyamannya. Hingga saat Sean memanggil lagi dengan suara sedikit keras, akhirnya gadis itu terlonjak dan membuka matanya.

Alice menatap Sean antara bingung dan lelah. Napasnya memburu dengan dada yang naik turun. Sean yang melihat itu segera membantu Alice untuk duduk. Ia cepat-cepat mengambil air putih dan memberikannya pada Alice.

"Minumlah."

Alice menerima dengan perasaan ling-lung.

"Apa kau bermimpi buruk?" Sean duduk di bibir ranjang sambil menatap Alice intens.

Setelah berhasil meneguk air putih itu sampai habis, Alice menghela napas lega. Ia menatap Sean dengan anggukan dan senyum tipis di bibirnya. "Aku sudah biasa seperti ini."

"Apa yang kau mimpikan?" Sean terlihat masih penasaran. Ia mengambil gelas kosong di tangan Alice dan menyimpannya di atas nakas.

"Entahlah. Rasanya semua itu tidak ada artinya. Jika tidak dikejar seseorang, pasti dicekik—" perkataan Alice terhenti. Gadis itu terdiam, seperti sedang berpikir. Dan itu semakin membuat Sean penasaran.

"Dicekik apa maksudmu?" Sean menatap Alice serius. Satu kata yang terdengar buruk itu berhasil memunculkan rasa cemasnya.

Alice segera menggeleng. "Bukan apa-apa. Mimpiku biasanya tidak jelas. Dan aku pasti akan lupa setelah bangun."

Sean sebenarnya masih tak puas dengan jawaban Alice. Namun ia berusaha untuk percaya dan melanjutkan ke pertanyaan selanjutjya. "Sejak kapan kau bermimpi buruk seperti ini?"

Alice tersenyum tipis. "Sejak aku kecil."

Mata Sean melebar terkejut. "Kau yakin? Bukan semenjak kau mengenal dunia vampire? Terutama semenjak mengenalku?"

Alice cepat-cepat menggeleng. Senyuman lembutnya masih terukir di bibir merah muda itu. "Bukan, Sean. Aku sudah seperti ini sejak kecil. Mungkin sejak aku mengetahui kemampuanku? Entahlah. Rasanya semua berubah semakin aneh." Alice sedikit mendongakan wajahnya, seolah sedang mengingat-ingat. Namun detik berikutnya ia kembali menatap Sean. "Sepertinya lebih enak menjadi vampire. Tidak pernah mengantuk, dan tidak perlu mengalami mimpi buruk." Alice menatap Sean seolah lelaki itu juga akan setuju dengan ucapannya. Tapi nyatanya Sean mengernyit tajam.

"Kata siapa menjadi vampire itu enak?" Lelaki itu mendengus sebal. "Justru aku ingin menjadi manusia. Bisa merasakan bagaimana rasanya makanan dan bagaimana rasanya tidur nyenyak." Sean mengalihkan pandangannya ke arah sisi lain ruangan.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang