Bab 25 - Semakin Waspada

46.8K 5K 476
                                    

Setiap menit, dia harus waspada. Tapi dia tahu, seseorang akan ada di sampingnya, menemaninya. Jadi sepertinya, tak ada alasan untuk takut.

***

SUDAH satu menit Sean memandang Alice dengan tatapan tajam. Dan sudah satu menit pula lelaki itu tak mengeluarkan suara. Padahal mereka sedang berada di atap, dan tak ada seorang pun yang akan menguping pembicaraan mereka. Tapi Sean masih saja diam. Sepertinya lelaki itu sedang balas dendam karena Alice sudah membuatnya menunggu lama.

"Kenapa kau tak membalas pesanku? Padahal aku sudah mengirimnya sejak semalam." Akhirnya Sean buka suara.

"Aku tak mengecek ponselku," jawab Alice singkat.

Sean menghela napas. Ia menatap gadis di depannya sebentar, terlihat seperti sedang menimbang-nimbang. Sampai akhirnya Sean memutuskan untuk berkata, "Maaf."

Alice mendongak. Menatap Sean bingung.

"Ini saat di ruang musik. Seharusnya aku tak memaksamu. Itu adalah hakmu, untuk memilih siapa yang bisa kau percayai dalam menjaga rahasiamu. Aku tak akan memaksa atau menanyakannya lagi."

Mendengar perkataan Sean, Alice ingin sekali berteriak bahwa dia mempunyai kemampuan psychometry. Bahwa dia berbeda dari manusia normal lainnya. Bahwa dia juga menyimpan rahasia tentang jati dirinya sama seperti Sean.

Alice ingin sekali mengatakan hal itu. Tapi pada akhirnya, ia tidak bisa. Sebagian dari dirinya menekan Alice untuk tak mengatakan apapun. Mendominasi dirinya hingga ia hanya bisa bungkam. Menelan segala yang ingin dikatakannya dan mengganti kata-kata itu dengan kalimat lain.

"Sean, aku bukannya tidak percaya padamu. Hanya saja, Mom melarangku untuk mengatakannya pada siapapun. Bahkan pada sahabatku sendiri. Aku sebenarnya tak tahu kenapa aku harus menyembunyikan hal ini," -Alice tatap Sean dengan sayu, berharap dia akan mengerti- "tapi aku selalu ingin berbagi cerita ini dengan orang lain. Meskipun hanya satu orang, aku harap kau adalah orangnya. Kau tahu, kita bisa sama-sama menceritakan rahasia kita dan menjaganya masing-masing."

Ya, serapat apapun kita menyembunyikan sesuatu, maka perlahan akan terungkap. Jika memang hal itu akan terjadi, aku ingin rahasiaku terungkap di depanmu, Sean. Setidaknya aku akan lebih tenang jika kau yang pertama kali mendengarnya, batin Alice. Ia masih menatap Sean, begitu pun dengan lelaki itu. Saling menelisik dengan tatapan yang selalu sama.

"Tapi aku perlu waktu sampai kukatakan padamu. Ketika saatnya tiba, aku akan memberitahumu," lanjut Alice.

Sesaat hening menyelimuti. Sean masih menatap lensa hijau Alice. Begitu menenangkan dan membuatnya nyaman. Tatapan itu, tatapan yang selalu Alice berikan padanya. Hangat tanpa ketakutan sedikit pun.

Sean menghembuskan napas lega. Setidaknya perkataan Alice membuatnya tahu bahwa gadis itu menganggapnya sebagai teman, bukan orang asing yang masih diragukannya.

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tak akan memaksamu, Alice. Jika kau memang tak bisa mengatakannya, maka jangan katakan. Aku memang yakin bahwa aku akan menjaga rahasiamu. Tapi aku tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Biarkan ini mengalir seiring berjalannya waktu."

Sean menatap Alice dalam. Seolah ingin mengatakan bahwa semua baik-baik saja dan tak ada yang perlu dicemaskan. Karena Sean juga mengerti, dan pernah berada di posisi Alice.

"Terima kasih," ucap Alice sambil menghapus air matanya. Ia tak sadar bahwa sejak tadi matanya berkaca-kaca.

"Kenapa kau jadi menangis?" Sean menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia jadi bingung harus melakukan apa.

Regulation of Vampire [END-Part Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang