SEMBILAN BELAS

1.3K 198 40
                                    

Senin pagi adalah hari pertama kesibukan dimulai. Jam yang menggantung di dinding sudah menunjukkan pukul enam tapi Yuki masih bergeming di meja makan. Setengah roti dan segelas susu sudah habis tapi ia sama sekali tidak berniat untuk beranjak dari duduknya. Pandangannya masih terfokus dengan undangan berwarna gold didepannya.
Undangan yang bertuliskan namanya dan Stefan berhasil membuatnya terkejut sepagi ini. Teringat bagaimana ekspresi Ayahnya yang begitu semangat ketika memberikan undangan kepadanya.

“Ya Tuhan.” Yuki mendesah berat.

Seharusnya, ia bahagia karena pertunangannya akan dilakukan dua minggu lagi setelah kenaikan kelas, tapi mengapa perasaannya mendadak berubah menjadi gelisah. Bayangan Stefan yang memohon untuk membatalkan perjodohan mereka terlintas dibenaknya. Bukankah ini impiannya bahkan ia hampir menang untuk mendapatkan pemuda itu. Karena demi Stefan, ia harus melupakan prinsipnya untuk menikah dengan orang yang mencintainya.

**

Sepulang dari dufan kala itu, mereka tidak langsung pulang melainkan ada sesuatu hal yang terjadi. Mobil Stefan tiba-tiba menepi dipinggir jalan, kala itu hujan gerimis datang tapi Stefan dengan tergesa keluar dari mobil menghampiri seorang gadis yang berdiri dipinggir jalan.

Setelah itu, Stefan membuka pintu depan menyuruhnya untuk pindah di kursi belakang. Awalnya ia menolak keras, tapi pemuda itu menarik paksa agar pindah. Oh ya, dia lupa perannya apa jika ada seorang putri yang sudah menempati hati Stefan.

“Gue nggak ada waktu buat acara ngambek kayak gini, Ki.” Kata Stefan serius dengan tatapan tajam yang menusuk.

Ya lo pikir aja gimana rasanya jadi gue, kesel ga sih?

“Udah makan?” suara Stefan memecah keheningan diantara lantunan lagu di dalam mobil, “Mau mampir makan dulu?”

“Nggak usah Stef, kita langsung pulang aja lagian ibu pasti udah nungguin aku.”

“Yaudah mampir beli martabak dulu ya buat ibu.” Nasya mengangguk pelan.

Dari kursi penumpang belakang Yuki mendecih pelan, “Matre..” ucapnya ringan tanpa beban membuat Nasya menoleh sebentar kearah belakang begitupula dengan Stefan.

“Atau mau mampir di restoran bentar yang? Kemaren katanya mau makan takoyaki.” Kata Stefan sambil mengelus rambut Nasya.

Bisa ga sih Stef lo jaga hati gue?

Kali ini ia tidak lagi menanggapi Stefan ataupun Nasya. Ia merasa lelah dengan semuanya. Oleh karena itu, lebih memilih untuk tidur dengan earphone yang terpasang ditelinganya full dengan volume tinggi. Rasanya benar-benar menyesakkan berada diantara seseorang yang ia cintai bersama kekasihnya.

Ketika ia bangun dari tidur singkatnya langit telah berganti menjadi gelap dan mobil Stefan berhenti di depan rumahnya. Pemuda itu menatapnya intens dari kaca mobil membuat ia menoleh dengan kening berkerut samar. Tanpa basa-basi ia membuka pintu mobil “Thanks for today.” Ucapnya singkat sebelum keluar dan berjalan cepat menuju pagar rumah.

Suara debuman pintu mobil yang tertutup membuatnya kembali menoleh, Stefan dengan langkah besar menghampirinya dan satu tangan meraih pagar rumahnya, menggesernya perlahan, “Gue belum pamit Ayah lo,” kata pemuda itu ringan.

“Nggak perlu! Lo pulang aja sana!”

Saat ia memutar tubuh sepenuhnya sambil membuka pagar Stefan menahan pergelangan tangannya, “Kenapa sih, Ki?”

“Apa sih? Lagian tadi lo udah pamit sama calon mertua lo.” Katanya ketus mulai meninggalkan Stefan yang terdiam didepan pagar.

**

Kelas masih kosong ketika Yuki sampai di kelas. Ia memilih duduk disudut ruangan yang bersisian dengan jendela dengan tatapan yang tak pernah lepas dari meja sedikitpun. Buku yang terbuka di meja menjadi alibi lamunan. Lantas, ia tersentak ketika sebuah tangan menepuk puncak kepalanya secara pelan, ketika mendongak ia menemukan Bintang tengah tersenyum kepadanya.

“Pagi-pagi udah ngelamun aja,” ujar pemuda itu sambil meletakan tas dan duduk tepat dihadapannya, “Kenapa hm?”

Yuki mengalihkan wajah dari Bintang bergumam pelan dan mengerucutkan bibir, “Nggak usah sok imut gitu deh.”

“Apasih?!” teriak Yuki galak dengan mata melotot. Bintang kembali tersenyum dan menepuk lengannya pelan dua kali.

“Cerita sini jangan di pendam sendiri.”

“Sok kenal sok dekat.”

“Gue tau lo butuh pundak buat luapin beban lo. Sini pundak gue kosong nih.”

Yuki hanya menghela napas sambil menatap ragu kearah Bintang. Pemuda itu masih sama, masih tersenyum didepannya dan selalu menunggunya. Ia seperti melihat bayangan dirinya sendiri, tetap berusaha ada untuk orang yang dia cintai walaupun kenyataannya bukan mereka yang bisa memenangkan hati.

“Gue mau ke cafeteria, mau ikut gak?” ia mulai beranjak dari kursi dan diikuti oleh Bintang yang sengaja merangkul pundaknya.

“Beliin gue sarapan.”

“Iya.”

“Beliin gue es krim.”

“Iya.”

“Beliin gue permen kapas.”

“Iya.”

“Beliin gue salad.”

“Beli se-ibu kantinnya juga gue jabanin, Ki.”

Yuki menepuk belakang kepala Bintang pelan sambil mendesis mengumpat, “Alay!”

Akan tetapi, langkah mereka memelan ketika berjalan dibelokan koridor yang cukup sepi. Yuki mengerutkan kening samar ketika melihat punggung seorang perempuan yang tengah mengobrol dengan seseorang yang tidak terlalu terlihat dibawah tangga. Mereka tampak berbicara serius bahkan ketika tanpa sengaja tatapannya jatuh pada sebuah maps berwarna coklat di tangan gadis itu sebelum  dilempar kearah cowok tersebut dan meninggalkan cowok itu sendirian.

 Mereka tampak berbicara serius bahkan ketika tanpa sengaja tatapannya jatuh pada sebuah maps berwarna coklat di tangan gadis itu sebelum  dilempar kearah cowok tersebut dan meninggalkan cowok itu sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yang ia tahu bahwa seorang yang sedang mengobrol dengan vebby adalah cowok dengan wajah gusar. Ia tidak mengerti kenapa vebby terlihat panik dan gelisah seperti itu sebelumnya, ya sahabatnya itu sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu. Sebuah tangan menariknya berjalan lebih cepat, melirik sekilas kearah pemuda disampingnya yang tidak tahu apa yang tadi menjadi titik fokusnya.


“Katanya laper kok nggak makan?” kata Bintang sambil menggerakan dagu pelan.

Dengan malas ia menyendokkan bubur kedalam mulutnya hingga penuh, mengunyah pelan dengan kening berkerut samar. Bintang menyentil keningnya pelan “Mikir apa sih?”

“Ngga,” sahutnya cuek sambil menaikkan bahu malas.

“Makan yang banyak.”

“Hm.”



Continue.

Jadi vebby kenapa yaa?

PRINCESS (STEFKI VERS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang