Bagian - 22

57.4K 3.9K 145
                                    


"Pulang naik apa, Devika?" Reno menghampiri Devika yang sedang merapikan meja dan peralatannya. Waktu sudah menunjukan jam pulang kantor.

"Ada yang jemput, Pak."

"Pacar, ya?"

Devika hanya tersenyum sebagai jawaban. Biarlah Reno yang menebak sendiri. Biasanya diam pertanda Iya, kan.

"Yah, saya kira kamu masih sendiri." Reno tak menyembunyikan raut kecewanya.

"Maksud, Bapak?"

"Tidak ada. Sudah lupakan saja. Ayo ke luar bersama."

Devika masih tidak mengerti maksud dari ucapan Reno, tapi perempuan itu tak memperpanjangnya. Mereka keluar bersama menyusuri lorong menuju lobi.

''Yang mana pacar kamu?" Reno bertanya, sedikit penasaran dengan kekasih wanita yang ditaksirnya.

Devika sudah akan menjawab sebelum kemudian sebuah mobil mewah bewarna hitam berhenti di depan mereka, ia mengenali mobil itu. Milik Fabian.

"Saya duluan ya, Pak." Devika berujar. Kakinya yang tidak terlalu jenjang menapak di aspal sedikit cepat, dalam hati merutuki rasa antusiasnya yang berlebihan untuk bertemu dengan Fabian.

Reno tersenyum mengerti. Ternyata kekasih Devika bukan pria sembarangan, lihat saja mobil mewahnya. Harganya pasti milyaran rupiah. Ia merasa dirinya masih tidak sepadan. Devika memang wanita yang cantik, luar biasa memikat malah. Dari sikapnya yang ramah, senyumannya yang lembut dan..lekuk tubuh yang memikat. Tak salah bila banyak pria bertekuk lutut padanya. Ia menghela napas, kelihatannya ia harus menata hatinya yang hari ini sempat berharap pada Devika.

Devika masuk ke kursi belakang setelah sebelumnya membuka pintu depan dan menemukan supir Fabian di sana.

"Hai," bisik Devika seraya tersenyum. Ia memajukan kepalanya, ingin memberi Fabian kecupan singkat namun urung saat menyadari keberadaan supir yang sedang mengemudi.

Bila Devika peduli, Fabian sama sekali tak peduli. "Jangan melihat ke belakang!!" Perintahnya pada sang supir. Pria itu kemudian memegang tengkuk Devika lalu mencium wanitanya itu. Rasanya sangat tepat menyebut Devika sebagai wanitanya.

Rasa bibir Devika sangat manis, bak madu yang melumuri lidahnya. Ia selalu hilang kendali jika sudah mencicipi rasa nikmat di daging kenyal milik perempuan ini. Bibirnya tipis dan memabukkan. Tepat seperti yang diinginkannya.

Fabian melumat bibir bawah dan atas Devika secara bergantian, setengah mati Devika menahan desahannya agar tak keluar. Matanya terpejam, dengan kedua tangan menyentuh dada bidang Fabian, ia terbuai akan kenikmatan lumatan bibir pria itu.

Fabian menekan tombol , kaca hitam sebagai pembatas kursi depan dan belakang naik perlahan. Sedikit terlalu terburu-buru ia membawa Devika kepangkuannya.

Karena tak ada lagi yg bisa melihat keintiman mereka, Devika tak lagi menahan desahannya. Ia melenguh dengan suara serak yang semakin membuat Fabian menggila.

Fabian menarik diri, ia tersenyum puas melihat bibir Devika yang sedikit bengkak. Dengan lembut jarinya mengusap bibir itu. ''Sumber canduku," gumamnya pelan.

Devika membuka mata, wajahnya memerah karena gairah barusan. Kedua tangannya melingkar di leher Fabian. Ia menjatuhkan kepalanya kebdada Fabian, menikmati bau harum pria itu yang akhir-akhir ini menjadi bau favoritnya. Fabian mengusap rambut Devika, pria itu mengecup puncak kepala Devika kemudian menurunkan kaca pembatas.

"Langsung pulang, Tuan?" Supirnya bertanya.

''Hotel Mutiara, Pak." Jawab Fabian.

"Ngapain?" Devika menatap Fabian dengan sorot bertanya.

I Feel The Love (Playstore)Where stories live. Discover now