Bagian - 11

57K 3.8K 89
                                    

Sesui janji😚 aku datang lagi!!
Yeeeyyy😉😉😉😉 kecup atu...atu😍😗😗

Kali ini harus banyk komennya ya! Kalau nggak aku ngambek😂😂!!

Hehehe...

Oklah, happy reading ya😊😊

_________________________________________________________

Malam itu hujan turun deras. Suara halilintar menggelegar memecah kesunyian malam. Para penduduk di komplek tersebut memilih berdiam di rumah, menonton tv dan menghangatkan badan di balik selimut. Semua rumah sunyi senyap, tapi berbeda dengan saru rumah berukuran paling kecil di sana.

Prangg!

"Kau wanita tidak berguna!"

Plakk

''Apa saja kerjamu? Hah?"

"Wanita sialan!!"

"Pembawa sial!!"

Bermacam-macam makian telah dilempari padanya, namun sang wanita yang sudah tak berdaya lagi itu hanya bisa merintih kesakitan di tengah luka lebam di sekujur tubuhnya yang ringkih.

Seorang anak laki-laki, bersembunyi di bawah  meja makan sambil menggiti bibirnya. Ia gemetar, takut dan bingung dengan apa yang terjadi pada ayah dan ibunya.

Ia lapar tapi tidak berani mengatakannya karena sedari tadi kedua orang tuanya sudah saling berteriak. Ia mendengar suara ibunya menangis, barang-barang yang pecah dan suara ayahnya yang kasar. Bocah itu tidak menangis, tapi ketakutan. Bunyi petir yang kuat membuatnya terlonjak beberapa kali.

Ia kedinginan.

Kemudian, suara-suara itu berhenti. Suara makian itu sudah tidak ada lagi. Fabian keluar dari bawah meja karena ia lapar. Ia akan meminta makanan pada Ibunya. Biasanya selepas bertengkar dengan ayahnya, ibunya akan memberinya minum susu dan membacakannya dongeng.

Namun, saat tiba di ruang tamu ia tak menemukan ibunya. Ayahnya pun sudah pergi.

Kaki mungilnya berjalan ke arah kamar kedua orangtuanya sambil memanggil-manggil ibunya. Di sanalah ia menemukan ibunya. Sedang berbaring dan penuh darah yang mengalir dari kepala dan perutnya.

Fabiam tercenung di tempatnya berdiri. Ia masih kecil dan tak tahu apa yang terjadi pada ibunya. Ia membangunkan wanita yang telah melahirkannya itu, tapi tetap tidak bangun.

Fabian mulai menangis. Suara hujan yang deras dan petir yang menyambar menyamarkan isakan kecil itu. Ia terus menggoncang bahu ibunya, merengek minta susu.

''Ibu..."

"Ibu..."

"Fabian...Fabian..." Devika berjongkok di sebelah pria itu dan menggoyang-goyangkan bahu Fabian. "Fabian, bangun!! Kau cuma bermimpi." Perempuan itu begitu khawatir dengan Fabian yang terus meracau dari tadi, air matanya sudah hampir jatuh. Putus asa membangunkan pria itu yang begitu larut dalam alam bawah sadarnya. Tanpa berhenti, Devika terus membangunkan Fabian, sambil berdoa dalam hati semoga Fabian mendengarnya.

Dalam sekejap kedua mata Fabian terbuka, pandangannya nyalang menatap wajah Devika kemudian ke sekeliling kamar. Seolah lelaki tersebut mencari tahu di mana dirinya berada.

"Kau mimpi buruk?" bisik Devika, ia menangkup pipi Fabian dengan kedua tangannya. ''Cuma mimpi, Fabian."

Deru napas Fabian bersahutan, masih belum pulih dari adrenalin mimpi buruknya. Sudah lama mimpi itu hilang, kenapa sekarang timbul lagi?

I Feel The Love (Playstore)Where stories live. Discover now