Bagian - 10

61.8K 3.7K 54
                                    


Semalam nggak up date. 🐴
Ini gantinya, untuk sesi hari ini nanti malam aku usahaiin up date lagi..

Klw mau up date lagi, mana dukungannya??🐣🐣

Kirim jempol sebanyak-banyaknya biar nanti malam aku up date lagi...🐮🐮
____________________________________________________________________________

Fabian keluar dari kamar mandi beberapa menit kemudian. Dengan handuk kecil yang menggosok-gosok rambut basahnya, ia melihat tubuh Devika yang tertutup oleh selimut seluruhnya. Tubuh mungil itu bergetar, dan samar-samar terdengar suara isak tangis Devika. Menatap itu, Fabian menghentikan tangannya yang melap rambutnya. Pria itu menghela napas.

Fabian sedikit merasa bersalah dengan apa yang ia ucapkan tadi. Sebenarnya ia tidak bermaksud berkata kasar seperti itu, tapi ia tidak tahu harus mengatakan apa ketika didikte semacam itu. Fabian terbiasa bebas, tak ada yang mengaturnya. Bahkan ibu angkatnya jarang mencampuri urusannya.

Beberapa menit yang lalu, ocehan Devika membuatnya tidak nyaman. Baginya, urusan pribadinya hanyalah milikknya sendiri. Karena itulah kata-kata kasar begitu saja keluar dari mulutnya. Tapi kini, mendengar Devika menangis, ada rasa gusar di dalam hatinya. Perasaan sakit ketika mendengar suara tangis itu.

Mendekati tempat tidur, Fabian bersuara. "Jangan membasahi kasurku dengar air matamu." Lagi-lagi kata-kata kasar yang ia keluarkan. Fabian memang tidak terbiasa berbicara lembut.

Devika bergeming, perempuan itu tidak peduli pada apa yang dikatakan Fabian. Ia tetap menangis.

"Terserah padamu kalau mau terus menangis!" Fabian melempar dengan sembarang handuk kecilnya lalu kembali bersuara. "Kau cengeng sekali." Pria itu berderap ke luar kamar. Ada pekerjaan yang lebih penting daripada mendengar rengekan wanita, batinnya berujar.

Suara kecil bantingan pintu menandakan kepergian Fabian dari kamarnya. Bukannya diam, tangis Devika malah semakin pecah. Direnggutnya selimut dan diremasnya, itu bentuk pelampiasan kesedihannya saat ini.

Selimut yang menutupi seluruh tubuhnya tetap seperti itu sampai ia kembali tertidur. Mungkin lelah batin dan fisik menjadikannya tidak bertenaga. Sekarang kamar itu sunyi karena suara tangis Devika yang berhenti.

***

Jam delapan pagi, dan Devika belum keluar dari kamar. Fabian jadi khawatir, jangan tanyakan kenapa karena ia pun tidak tahu. Mungkin karena terakhir kali ia melihat Devika, perempuan itu sedang menangis yang disebabkan olehnya.

Devika biasanya tidak pernah lama-lama keluar dari kamar apabila Fabian sudah tak berada di sana lagi. Perempuan itu pasti akan menyusulnya atau pamit pulang.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul sepuluh dan Devika belum juga keluar, Fabian memutuskan melihatnya di kamar. Ia takut pemikiran Devika yang sentimentil membuat gadis itu menyakiti dirinya sendiri.

Devika masih berbaring di tempat yang sama saat Fabian kembali ke kamar, hanya saja perempuan itu tidak menangis lagi.

Menarik selimut yang menutupi wajah Devika, Fabian melihat wajahnya yang tertidur. Tanpa disadarinya, bibirnya tersenyum kecil memandang wajah Devika yang pulas. Masih ada sedikit jejak air mata di pipinya, pemandangan itu membuat hati Fabian tidak tenang.

Diulurkannya tangannya, lalu diusapnya pipi Devika dengan pelan kemudian berujar. "Maaf." Mata pria itu memandang lembut menatap gadis polos di depannya.

Kepala Devika bergerak karena sentuhan di pipinya. Fabian dengan cepat menarik jarinya dari kulit pipi perempuan itu dan kembali menampilkan pandangan datarnya.

I Feel The Love (Playstore)Where stories live. Discover now