Bagian - 2

65.3K 4.2K 85
                                    

Pukul sembilan pagi Fabian baru sampai di kantornya. Dengan setelan abu-abu yang pas di badannya yang tegap, celana yang membungkus paha dan bokongnya yang seksi, Fabian terlihat tampan dan gagah.

Tingginya hampir seratus sempilan puluh, sehingga kakinya yang panjang menjadikannya lebih maskulin lagi. Fabian mempunyai wajah yang keras namun tampan, semua wanita bertekuk lutut padanya. Rahangnya tegas, sejalan dengan pribadinya yang kuat dan tajam. Bibirnya telah membuat banyak wanita tergila-gila, ia pencium yang luar biasa. Itu pengakuan dari wanita-wanita yang pernah ditidurinya.

Menemukan wanita untuk berbagi ranjang dengannya bukan perkara sulit. Selama ini wanitalah yang melemparkan diri padanya. Ketampanan, kekuasaan, harta, adalah paket sempurna untuk mendapatkan segalanya.

Fabian berjalan di sepanjang lorong menuju ruangannya. Thomas, tangan kanannya mengikuti dari belakang. Semua orang yang berpapasan dengannya membungkuk hormat, Fabian berlalu saja tanpa menghiraukan mereka.

Sekretarisnya menyapa ketika ia berada di depan pintu ruangannya. Dina, wanita dua puluh tujuh tahun yang telah menjadi sekretarisnya hampir tiga tahun. Ia sempat menaruh hati pada atasannya itu ketika baru bekerja di Bachtiar Group, namun dengan cepat mengenyahkan rasa sukanya saat mengetahui kalau bosnya tersebut bukan pria penganut komitmen. Pria itu hanya menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Dina tahu dirinya akan berakhir dipecat dari pekerjaannya jika memaksa keberuntungannya. Ia penasaran, siapa perempuan yang akan menakhlukkan kedinginan sifat Fabian.

Fabian meletakkan tas kerjanya di atas meja kemudian duduk di kursi di baliknya. Membuka laptop, ia memeriksa E-mail yang masuk. Semuanya berkaitan dengan pekerjaan. Memeriksa setiap E-mail, pria itu menjawab beberapa. Sebagian lagi akan dikerjakan oleh sekretarisnya.

Ada satu pesan pribadi, ia mengenali itu pesan dari Adam. Berisi permohonan untuk perbanjangan batas waktu.

"Dasar orang tua tak berguna," gumanya kesal. Ia mengabaikan pesan tersebut. Pekerjaannya sendiri cukup banyak tanpa harus direpotkan dengan kegagalan seorang pria dalam menjalankan bisnisnya. Ia merasa sudah cukup memberi waktu pada Adam. Kalau Adam masih tidak mampu membayar, maka itu bukan urusannya. Ia menekan tombol pada telepon untuk memanggil Dina.

"Ada apa, Pak?" Dina bertanya setelah berada di dalam.

"Ada orang yang mencariku?"

"Saya rasa tidak ada, Pak! Tapi nanti saya tanyakan lagi pada receptionis." Dina sudah belajar untuk tidak menjawab Fabian dengan pertanyaan. Semua karyawan di perusahaan ini tahu kalau Fabian paling tidak suka, jadi ia tidak bertanya siapa orang yang sepertinya ia tunggu itu.

Fabian mengangguk. "Kau bisa keluar sekarang." lalu kembali menatap leptopnya.

Beberapa saat kemudian, Dina kembali berada di dalam ruangan Fabian. Dina memberitahu bahwa seseorang datang untuk bertemu dengannya.

''Siapa?" tanya Fabian, ia mengambil ponselnya yang bergetar dari saku. Pesan dari pelayannya yang memberitahu kalau ibunya sudah keluar dari rumah sakit.

"Sorang gadis. Sudah datang sebanyak tiga kali pagi ini."

Fabian mendongak. "Tiga kali?" Diliriknya jam yang melingkar di tangannya. Masih setengah sepuluh pagi dan sudah tiga kali datang. Siapa gadis yang sangat ingin bertemu dengannya ini?

"Kalau dia datang lagi, suruh menemuiku."

"Mengerti, Pak." Dina kembali ke mejanya, sementara Fabian menerka-nerka siapa gerangan gadis itu.

***

Devika menjatuhkan kepalanya ke atas meja kafe tempatnya bertemu dengan Cindy temannya, ia mengerang. "Aku hampir putus asa, Cin." Ia berkata pelan, matanya terpejam lelah.

I Feel The Love (Playstore)Where stories live. Discover now