Bagian - 12

54.9K 3.8K 68
                                    

Biar pendek yg penting up date ya!!🐑🐑

Mana dukungannya untuk pasangan ini🐮🐮🐮

Cukup dengan vote dan komen, aku udah bahagia banget....

Thank you😚😚

__________________________________________________________















"Masak apa?"

Devika tersentak, kaget mendengar suara Fabian yang tiba-tiba datang dari arah belakangnya. Devika menoleh, menatap Fabian yang pagi ini terlihat tampan. Sama seperti pagi-pagi yang lain.

''Hhmm, masak nasi goreng," katanya, menyandarkan pinggulnya ke meja tempat kompor masak berada. "Aku tidak pandai memasak, cuma nasi goreng yang aku bisa."

Fabian mendekat, melirik pada bawang dan cabai yang belum dipotong. ''Ada yang bisa kubantu?" tanyanya seraya menoleh pada Devika. Yang kini semakin terkejut mendengar Fabian mau membantunya. Sekali lihat saja, orang sudah bisa menyimpulkan kalau Fabian bukan pria yang pernah memegang peralatan dapur.

"Oh, tidak usah!" buru-buru Devika melarang. "Biar aku saja."

''Aku yakin aku bisa bantu-bantu.'' Fabian tetap memaksa.

"Sudah, kau duduk saja! Biar aku yang memasak.'' Devika sangat senang Fabian mau membantu, tapi bila Fabian berada begitu dekat dengannya bisa-bisa Devika tidak konsentrasi memasak. Memang bukan masakan yang luar biasa, yang mau ia masak hanyalah nasi goreng. Tapi ini Fabian, pria yang membuat jantungnya cenat-cenut setiap malam. Bila Fabian berada di dekatnya, pikirannya pasti mengarah pada hal-hal yang tidak baik, atau...sangat baik.

"Terserah kau saja kalau begitu." Fabian berbalik, duduk di kursi makan yang tidak begitu jauh jaraknya dari tempat Devika memasak. Yah, setidaknya ada beberapa meter yang memisahkan mereka.

Devika menghela napasnya saat Fabian duduk. Pria itu mengeluarkan i-padnya kemudian mulai berkutat dengan pekerjaan. Membalas beberapa E-mail yang berkaitan dengan pekerjaan.

Devika kembali membalikkan badan lalu mengupas bawang yang telah ia siapkan tadi. Selagi ia memasak, pikiran perempuan itu tak pernah lepas dari sosok yang tengah menyibukkan diri dengan i-pad di belakang sana. Tangannya bisa saja sedang mengiris-iris cabai, tapi hatinya menebak-nebak apakah Fabian dari tadi pernah memandanginya atau tidak. Devika menggigit bibirnya, ingin menoleh karena penasaran. Tapi juga takut ketahuan.

"Nanti sore aku aku akan pergi ke Nias," Fabian bersuara. "Kau tidak perlu menginap malam ini."

Fabian tidak pernah merasa penting memberitahukan kegiatannya pada orang lain. Contohnya keberangkatannya nanti sore, itu masalah pekerjaan dan tanggung jawabnya sendiri. Tapi sekarang sepertinya ia tidak bisa lagi seperti dulu. Kini sudah ada Devika, perempuan yang sedang dekat dengannya.

Akhir-akhir ini Fabian mulai tidak suka tentang apa yang ia rasakan terhadap Devika. Wanita bermata bulat itu selalu menghantui pikirannya. Membuatnya terus memikirkan dan mengingat kebersamaan mereka yang bahkan baru sebentar. Di kantor, di lapangan tempat ia meninjau proyek, bahkan ketika tidur pun, Devika selalu dalam ingatannya. Devika seperti penyihir yang telah menyanderanya.

Fabian mau tidak mau menjadi takut dengan apa yang tengah ia rasakan. Pasalnya baru kali ini ia merasakan perasaan seperti ini terhadap wanita. Belum pernah sebelumnya.

Sebelumnya ia tak pernah ingin memberitahukan kegiatannya pada wanita-wanita yang ia kencani. Tapi saat ini ketika ia ada pekerjaan ke luar kota, entah kenapa alam bawah sadarnya menginginkan Devika tahu hal itu. Tak ia pungkiri, bersama Devika hatinya nyaman. Ia menikmati malam-malam bersama Devika di atas tempat tidur. Setiap hari, ia tidak sabar pulang kantor supaya bisa bertemu dengan Devika.

I Feel The Love (Playstore)Where stories live. Discover now