31. Kehilangan (II)

995 269 36
                                    

Euna sedang berbaring di atas karpet ruang tengah dengan Yoogeun yang menelungkup di atas perutnya. Tertidur pulas setelah kelelahan bermain cilukba hampir setengah jam. Televisi masih menyala, suara Sodam dan Minho yang mengobrol di dapur masih terdengar, juga samar-samar dengung lalu lintas di depan rumah. Tapi, entah mengapa Euna merasa kosong.

Perasaan hampa yang hampir seminggu ini menggerogotinya.

"Sst." Euna meletakkan telunjuk di bibir saat Sodam dan Minho sama-sama melangkah ke ruang tengah. Ia sedikit jengah melihat senyum lebar keduanya ketika mengamati kedekatannya dengan si bayi.

"Sini, Eonni pindahkan ke kamar," kata Sodam dengan lembut, mengambil Yoogeun ke dalam gendongannya dan membawa bayi itu ke kamar.

Minho duduk di sofa bersamaan dengan Euna yang sekarang juga mengubah posisi menjadi duduk. Otot perutnya lumayan pegal karena berusaha tidak bergerak demi mencegah Yoogeun terbangun. Untung bayi tiga bulan itu tidak terlalu berat.

"Udah siap masuk kuliah lagi?" tanya Minho, mengulurkan tangan mengacak rambut Euna.

Hari ini hari terakhir Euna izin tidak masuk kuliah. Artinya mau tidak mau dia harus kembali ke flat. Seluruh perlengkapan kuliahnya ada di sana dan dia tidak ingin terlalu lama membebani kakak laki-laki dan kakak iparnya. Dukungan mereka selama ini sudah lebih dari cukup.

Euna berkelit, menghindari tangan Minho walaupun gagal. Sejak ia tinggal bersama Minho dan Sodam, gestur khas kakak seperti itu sering kali dilakukan Minho. Bukannya Euna tak senang. Ia hanya tidak ingin terlalu membiasakan diri dengan perlakuan Minho. Karena ia akan berkali-kali lipat lebih sakit kalau-kalau ia kehilangan Minho.

"Udah siap," jawabnya singkat.

Minho terkekeh, lalu berubah lebih serius. "Apakah kamu mau pindah flat, Euna? Atau tinggal di rumah keluarga kita kalau kamu memang nggak mau tinggal di sini?"

Euna menggeleng tegas. "Aku nggak akan mau tinggal di rumah itu."

Kali ini Minho duduk di sebelah Euna di karpet. Tangannya menggenggam tangan si adik lembut.

"Eun, kamu belum bisa maafkan Eomma, ya?" tanyanya. "Atau kamu menyesal karena nggak lihat Eomma di saat-saat terakhirnya?"

Euna membuang muka, tidak menjawab pertanyaan Minho, sehingga sang kakak menghela napas pelan dan menepuk tangan Euna lembut.

"Walaupun kamu benci, Eomma itu ibu kandung kita. Maafkan dia, Eun. Dan kamu nggak perlu menyesal. Eomma bahkan tidak sadar di saat terakhirnya. Kamu ada di rumah sakit saat itu sudah cukup," jelas Minho.

Masih tidak ada respon dari Euna. Sejujurnya Euna marah pada diri sendiri. Kenapa ia masih repot-repot memikirkan keadaan Eomma? Khawatir kalau ia yang telah memperburuk kesehatan wanita itu saat muncul di rumah sakit. Kenapa ia tidak nekat saja untuk menjenguk Eomma? Maka ia bisa melihat saat terakhir wanita itu.

Ah, kini Euna tahu, penyesalan ganda membuatnya marah pada diri sendiri dan ia melampiaskan pada orang yang salah.

Donghyun ...

Mata Euna memicing curiga. "Oppa bicara begini karena Donghyun?" tanyanya telak.

Minho menelan ludah, berpura-pura tidak tahu.

"Oppa bilang nggak akan ikut campur!" pekik Euna.

"Eun, tenang dulu," kata Minho mengelus-elus tangan adiknya lembut. "Oppa nggak tega melihat Donghyun. Biar bagaimanapun dia yang selalu menjaga kamu ketika kamu nggak mau ketemu Oppa."

Euna hanya mampu diam.

"Jangan biarkan egomu membuat kamu kehilangan orang-orang yang kamu sayang," kata Minho lagi.

Kalimat itu serasa menusuk jantung Euna.

🎸🎸🎸

Tangan Euna menekan tombol kode kunci keamanan pintu flat. 2398. Angka random bagian dari nama pengguna Instagram yang dibuatkan Donghyun. Ah, belum semenit Euna menginjakkan kaki di flat, nama Donghyun sudah muncul begitu saja di otaknya.

Flat Euna sedikit kotor karena tidak ditinggali selama seminggu. Ia memutuskan memulai beres-beres sendirian. Ia menolak ketika Minho dan Sodam menawarkan diri untuk membantu karena Yoogeun kecil punya janji imunisasi.

Bersih-bersih itu perkara kecil. Masalahnya, Euna baru menyadari bahwa hampir setiap sudut flat menyimpan benda-benda milik Donghyun. Ia tahu Donghyun yang hobi menjajah flatnya meninggalkan barang-barang sembarang, tapi ia tidak sadar bahwa jumlahnya cukup banyak. Seolah Euna sudah terbiasa menerima barang-barang itu sebagai miliknya juga.

Ada dua sikat gigi tergantung di kamar mandi. Yang biru punya Euna, yang hijau milik Donghyun. Dulu lelaki itu rewel sekali, karena kalau habis menumpang makan siang di tempat Euna, ia tidak bisa sikat gigi. Akhirnya Donghyun menyimpan sikat gigi di kamar mandi Euna.

Di antara tumpukan buku di nakas, terselip diktat Donghyun dan buku musik yang partiturnya sudah terisi penuh.

Jaket dan jersey Donghyun tergantung di antara baju-baju Euna yang lain.

Mug IKEA 'boyfriend' masih berdampingan dengan mug 'girlfriend' di atas meja makan.

Sendal rumah berwarna hitam tersusun rapi di samping pintu masuk.

Foto Euna dan Donghyun di hari team-bonding BEM yang diambil oleh Kenta. Foto itu ternyata dicetak dua kali oleh Donghyun dan dia memaksa memajangnya di meja belajar Euna.

Dan ...

Sepatu bayi mungil yang terpajang di atas rak.

Sebelum Euna benar-benar menangis, ia sudah bergerak seperti robot. Mengumpulkan semua barang-barang itu dalam satu kotak besar, lalu berniat membuangnya ke tempat sampah.

Namun, niat itu tidak pernah terlaksana.

Karena jauh di dalam hatinya, Euna belum benar-benar melepaskan Donghyun.

-bersambung.-

An. Sadar ga sih kalau selama ini yg keliatan suka bgt itu Donghyun? But dgn chapter ini aku mau nunjukin, its hurt too buat Euna.

Triple update, stay tuned.
-Ki.

04:04Where stories live. Discover now