“Random banget sih lo,” timpal Sauzan yang matanya sibuk mengagumi berbagai bunga yang ada di Rumah Kaca tersebut. “Itu mungkin karena dia pernah berada diposisi orang ‘jahat’.” Sauzan menggerakan dua jari tangannya untuk mengutip kata jahat.

Hujan mengangguk sekali, ia mulai merangkai bunga-bunga yang telah dipetiknya menjadi satu buket yang indah. Sauzan masih belum bosan mengagumi tiap sudut tempat itu. Mereka menciptakan keheningan yang nyaman untuk satu sama lain. Jarang sekali.

“Sudah selesai,” ucap Hujan menarik perhatian Sauzan.

“Lo selalu ngasih Lili putih ke Ibu?” Sauzan cukup terkesima dengan kemampuan Hujan. Ia berpikir Hujan boleh juga menjadi Florist.

“Iya, karena ini bunga yang sangat disukai Ibu. Tapi, kalo gue gak ada waktu, Ayah yang ngasih ke Ibu.”

“Maaf, selama ini gue cuma jadi seorang pengecut,” ucap Sauzan getir.

“Minta maaflah ke Ibu, bukan gue.” Hujan menjitak kepala Sauzan dengan kekuatan kasih sayang.

“WOI!” Sauzan mengusap kepalanya yang terasa nyut-nyutan.

Hujan maupun Sauzan tertawa bersama, mengisi seluruh Rumah Kaca dengan aura hangat yang tak pernah terjadi sebelumnya. Aura yang mampu membuat Ayah mereka─yang tanpa mereka sadari ada disana beberapa saat lalu─terkejut.

“Kalian─” Tuan Arjuna tak mampu melanjutkan kalimatnya. Ia masih tak bisa percaya dengan pemandangan didepannya. Lelaki yang masih tampan diusianya yang menginjak setengah abad itu mendekati kedua putranya yang bersikap sangat tidak biasa saat ini.

“Ayah, maafkan Sauzan selama ini tidak pernah mengunjungi Ibu.” Sauzan sedikit menunduk karena merasa bersalah. “Ayah boleh hajar Sauzan karena sudah durhaka sama Ibu.”

Bukan sebuah pukulan yang didapatkan Sauzan, melainkan tepukan pelan dikepalanya disusul usapan yang sedikit kasar dirambutnya. “Ayah senang kamu akhirnya datang.”

“Ayah …,” gumam Sauzan kembali menegakkan kepalanya. Ia bisa melihat senyum diwajah yang terlihat lelah tapi tetap tampan itu.

“Tunggu apalagi? Jangan membuat Ibu kalian menunggu.” Tuan Arjuna berjalan mendahului kedua putranya. Ada senyum ringan terukir diwajahnya untuk pertama kali entah sejak kapan tepatnya. Yang pasti, Tuan Arjuna merasa ini adalah hari yang baik untuk mereka.

“Ayo, gue udah gak sabar ketemu Ibu kita!” seru Sauzan mencengkram tas berisi tempat bekal yang dibawanya lebih erat. Ia berjalan duluan menyusul Ayah mereka tanpa menunggu Hujan yang terpaku di tempat.

“… Ibu kita, ya?” Hujan merasakan kebahagiaan luar biasa mendengarnya. Ia tidak pernah menyangka rasanya diterima akan sebahagia ini. Hal yang selalu ia inginkan satu per satu mulai terwujud. Hujan merasa begitu bersyukur merasakan manisnya hidup untuk pertama kali dalam hidupnya.

***

“Ibu …,” Sauzan merasa patah hati sekali melihat keadaan Ibunya. Sangat kacau dan mengiris hati hingga ia meneteskan air mata. “Ibu!” Sauzan berlari mendekat dan memeluk tubuh ringkih wanita yang menatap kosong anak bungsunya itu.

Sauzan masih memeluk erat Ibunya dengan air mata yang tak ada tanda akan berhenti. “Ibu, maafkan Sauzan. Maafkan Sauzan yang tidak─”

“Sau … zan?” lirih Nyonya Dwita memotong ucapan Sauzan.

Perlahan Sauzan melonggarkan pelukannya pada Ibunya yang baru ia sadari tengah memeluk boneka Superman yang menjadi penyebab senyum pahit diwajahnya terukir. Sauzan kembali memperhatikan wanita yang telah melahirkannya itu lebih lekat. Ia merasa dihadapkan oleh orang yang berbeda, meski sudah jelas wanita didepannya adalah orang yang sama, yakni Ibunya.

PainHealerWhere stories live. Discover now