Forget-Me-Not

3.6K 184 4
                                    


Forget-me-not memiliki arti kenangan atau ‘jangan lupakan aku’. Seiring waktu berlalu, manusia akan menua, namun ada sebuah ingatan yang akan selalu abadi. Ingatan yang tidak akan lekang oleh waktu. Dan, apakah aku salah satu dari ingatan tersebut?

***

LILY POV

“Sudah berapa kali Lily bilang kalau … JANGAN MENGGANGGU LILY! DASAR SAMPAH!” dengan wajah memerah menahan kesal, aku berjalan menjauhi Sauzan dengan kaki yang dihentakkan tanda tidak suka. Moodku benar-benar buruk setiap bertemu dengannya.

Seminggu berlalu sejak insiden didalam kelas itu, Sauzan bukannya marah atau menghindar setelah dipermalukan habis-habisan, ia malah semakin gencar mendekatiku dengan alasan tidak masuk akal. Rasa-rasanya aku masih ingat jelas bagaimana Sauzan dan aku saling tidak suka satu sama lain. Namun, entah setan mana yang merasuki, Sauzan jadi mengerikan dengan sok mengejar-ngejarku.

Aku mendaratkan bokongku diatas kursi panjang yang ada dibelakang sekolah. Entah kapan aku akan meninggalkan kebiasaan membolos kelas. Sejak dulu, aku tidak pernah cocok dengan kelas yang kutempati. Semua menyebalkan, terlebih kelas yang sekarang ini.

“Apa-apaan dengan muka itu? Sepertinya dulu kamu janji akan tersenyum kalau kita bertemu lagi.”

“Siapa lagi sih!” seruku sambil berbalik badan untuk melihat sumber suara yang berada dibelakangku. Dan, aku tidak bisa mempercayai siapa yang ada dihadapanku sekarang.

“Bunga lili untuk Lily?” lelaki itu, seseorang yang pernah kutemui beberapa tahun lalu, berdiri dengan senyum yang sama. Senyum manis yang selalu kutunggu kehadirannya lagi sejak hari itu.

“K-kamu … orang yang sama waktu dirumah sakit?!” aku reflek berdiri dan mundur selangkah. Tidak! Jantungku berdebar cepat sekali! “B-b-bagaimana bisa?!”

“Takdir?” lelaki itu mengulurkan setangkai bunga lili putih kepadaku. Bunga yang sama seperti hari itu. “Perkenalkan, namaku Hujan.”

“K-kamu sudah mengetahui nama Lily,” balasku masih saja tergagap sembari menerima bunga tersebut. Dengan gugup aku kembali duduk dan menyisipkan anak rambutku kebelakang telinga. Adegan menye-menye begini tidak pernah kukira akan terulang kembali.

“Lily, kenapa gak masuk kelas? Ini masih jam pelajaran, ‘kan?” Hujan duduk disebelahku.

“Kamu─” mataku menangkap simbol dibajunya yang menunjukkan bahwa ia kelas 12. Ah, dia dua tingkat diatasku ternyata. “M-maksud Lily, Kak Hujan sendiri juga tidak masuk kelas.”

“Kelasku sedang free,” balas Kak Hujan dengan senyum manis yang begitu menawan. “Kalo kamu? Kenapa kamu gak masuk kelas?”

“K-k-kelas Lily juga l-lagi free,” jawabku berbohong. Aku tidak bisa bilang kalau malas berada di dalam kelas yang memuakkan itu.

“Oh, begitu.” Kak Hujan manggut-manggut lalu menyamankan diri dengan bersender di kepala kursi. “Lily, kamu pasti kenal dengan yang namanya Jasmine dong, ya?”

“Hm, dia teman sebangku Lily,” jawabku. Kudapati Kak Hujan tertawa kecil lalu mengulum senyum. “K-kak Hujan mengenalnya?”

“Cuma denger-denger aja kok.” Kak Hujan berucap santai dengan tangan yang mengutak-atik ponsel. “Sepertinya kamu orang yang susah ditemui, ya? Kalau begitu, boleh minta nomor atau apapun yang bisa buat hubungin kamu?”

“E-eh?” aku sangat takut pingsan ditempat saat melihat senyum manis Kak Hujan ketika menyerahkan ponselnya kepadaku. Ya Tuhan, kenapa ada manusia semenawan ini sih?!

PainHealerWhere stories live. Discover now