Rose Leaf

2.2K 161 11
                                    

Rose leaf memiliki arti kamu boleh berharap. Bahkan, malaikat paling hina tidak ada yang melarangnya untuk berharap kembali pulang ke hangatnya pelukan surga. Mungkin akan ada iblis yang siap mematahkan harapan itu karena belum puas mematahkan sayapnya. Tapi, tangan takdir milik Tuhan yang mengatur segalanya.

***

AUTHOR’s POV

“Apa Kak Rion tidak bisa bermain lebih mulus lagi?” gumam Lily setelah mendengar deru motor Rion yang cukup berisik. Tanpa banyak basa-basi, Lily memanggil supir pribadi keluarga dan menyusul Rion yang ia duga kuat mengikuti Hujan. Sebenarnya Lily juga penasaran dengan tingkah Hujan yang mencurigakan sekali untuknya.

Di tengah jalan, Lily tak hentinya menyuruh supirnya hati-hati dalam menjaga jarak agar tidak ketahuan oleh Rion dan Hujan. Semakin lama jalanan yang dituju semakin tidak dikenali. Gelap gulita, hanya di bantu pencahayaan bulan. Mobil yang ditumpangi Lily dan supirnya berjalan lebih lambat agar tidak ketahuan.

“Pak, berhenti!” perintah Lily tak lama kemudian saat ia melihat Rion berhenti dan turun dari motornya. “Tunggu disini.”

“Nona Lily, nanti kalau ada apa-apa bagaimana?”

“Nanti Lily teriak. Udah, pokoknya tunggu disini saja.” Lily dengan cepat keluar dari mobilnya dan dengan hati-hati berjalan mengikuti kemana perginya Rion.

Dibantu pencahayaan seadanya dari ponsel, Lily menguntit kakaknya yang tengah menguntit juga. Lily rasanya ingin tertawa miris melihat tingkah konyol ini. Ia mendadak merasa seperti orang tolol sedunia.

Rion bersembunyi di sebuah pohon besar, mengintai Hujan yang berdiri tegap di tepi jurang. Angin memainkan rambut Hujan dengan lembut, kepala lelaki itu mendongak menantang bulan sabit di langit. Rion merasa cukup was-was dengan Hujan yang berjalan selangkah lebih dekat dengan jurang itu.

Hujan tersenyum kecil, wajahnya menjadi lebih tampan diterpa sinar rembulan. Perlahan tubuh itu berbalik dan ia berkata, “sampai kapan kalian berdua mau sembunyi?”

“Eh? Kalian?”

“Hah?”

Rion dan Lily yang berada di jarak tak terlalu jauh saling menoleh. Rion yang tidak tahu ada Lily pun semakin terkejut.

Merasa sudah tertangkap basah, Lily tanpa ragu keluar dari tempat persembunyiannya. Semakin jelas terlihat wajahnya yang memerah karna malu ketahuan menguntit.

“Ngapain Kak Hujan disini?” tanya Lily memberanikan diri menatap kedua mata Hujan yang nampak sayu.

“Sepertinya bukan urusanmu,” jawab Hujan memalingkan muka.

“Masalah Ibumu?” tebak Lily membuat Hujan tersentak pelan. Lily bisa membacanya dan tebakannya benar. “Kak Hujan menyerah sekarang?”

Hujan diam. Ia mengatup rahang dengan kuat, kedua matanya mulai berkaca-kaca. Tangan yang ia sembunyikan dalam kantung jaket mengepal, menahan gejolak emosi yang sudah ia tahan entah sejak kapan.

“Lily tanya, APA KAK HUJAN MENYERAH SEKARANG?!” jerit Lily menggema di tanah sepi itu. Nafasnya memburu, air mata mengalir di kedua pipinya yang putih pucat. Rasanya ia kecewa sekali melihat lelaki dihadapannya ini jika benar ingin menyerah. “Kenapa diam saja?!”

“Kau tidak tahu apa-apa disini, Lily.”

“Ya, Lily memang tidak tahu apa-apa.” Lily berjalan maju, merengkuh tubuh besar Hujan dalam pelukan. “Tapi, Lily tahu satu hal; Kak Hujan jauh lebih kuat dari siapapun kira, bahkan diri Kak Hujan sendiri.”

PainHealerOnde as histórias ganham vida. Descobre agora