Chrysanthemum

2.2K 164 5
                                    

Chrysanthemum memiliki arti kamu adalah teman yang luar biasa. Sekali kamu memilikinya, rasanya setara melihat unicorn di ujung pelangi. Tetapi, sekali kamu kehilangan dirinya, jauh lebih buruk dari terjatuh ke lubang kelinci dan tidak pernah kembali lagi. Namun, tak ada perasaan melebihi hampa jikalau kedua hal tersebut datang berulang kepadamu. Lagi dan lagi.

***

AUTHOR’s POV

Lily berjalan dengan riang sesekali melompat kecil ketika kembali ke rumah dengan seplastik penuh manga yaoi baru dan perut kenyang sehabis makan beberapa dessert oreo. Dibelakang gadis itu, Rion berjalan sambil meratapi dompetnya yang menipis. Sesekali terdengar dumelan Rion yang rela tidak rela uangnya ludes secepat ini.

“Eh?” Lily menghentikan langkahnya melihat sosok dengan rambut pendek pirang tengah mengobrol bersama Miranda di ruang tamu. “Jasmine?”

Jasmine memperhatikan penampilan Lily dari atas sampai bawah. “Katanya lo sakit, tapi kok gue lihat enggak kayak gitu?” tanya Jasmine membuat Lily mengernyit tidak suka. “Gue kesini bawain fotokopi catatan yang ketinggalan dan beberapa tugas di sekolah. Sekalian jengukin lo juga sih.”

“Bilang makasih gih, Ly.” Rion menyikut pelan lengan Lily. “Jarang-jarang ada yang perhatian sama lo. Gue aja males loh.”

“Kak Rion!” Lily menginjak kaki Rion dengan kuat hingga lelaki itu meringis dan mendelik sebal kepadanya. “J-jangan harap Lily akan bilang terima kasih. Dasar cari muka!” seru Lily mendapat jitakan dari Rion.

“Lo tuh kebiasaan banget enggak tahu diuntung. Mau gue cabein itu mulut biar makin pedes, hah?” Rion mengancam seakan Lily adalah bocah 3 tahun. Tapi, tak mustahil jika mengingat Lily adalah orang yang tidak bisa makan pedas. “Atau mau gue jejelin mie yang dimakan Kak Mira sampai mencret-mencret itu? Mau lo?!”

“Lily,” ucap Miranda dengan tenang. Hal yang membuat Lily dan Rion menoleh kearahnya dengan wajah shock. “Sambutlah temanmu dengan baik.”

“Sekarang apa lagi? Kak Mira kerasukan, hah?! Sok kalem banget! Gue jadi merinding.” Rion menggosok kedua lengan atasnya dengan cepat seperti orang kedinginan.

“Dia bukan teman Lily,” jawab Lily sambil membuang wajah ke lain arah. Ada keraguan yang sangat mudah terbaca di dalam kata-kata yang ia ucapkan. “Tak ada juga yang menyuruhnya kemari.”

“Rion, ayo tinggalkan mereka berdua.” Miranda menatap Lily dengan lekat dan penuh arti. “Lily butuh waktu mengobrol yang banyak bersama TEMANnya.” Miranda sangat menekankan kata ‘teman’ dalam kalimat yang ia ucapkan.

Tanpa banyak kata lagi Miranda bangkit dari duduknya untuk meninggalkan kedua gadis itu. Rion berjalan cepat untuk menyusul Miranda, samar-samar terdengar Rion mulai bertanya tentang apa yang terjadi sebenarnya.

***

LILY’s POV

Ini adalah kesempatan yang bagus untuk meminta maaf dan berkata bahwa Jasmine bisa menjadi temanku. Tapi, realita tidak semudah ekspetasiku. Kalimat yang sudah terancang tidak mau keluar dari mulutku. Menciptakan keheningan yang tidak mengenakkan antara diriku dan Jasmine.

“Lily sudah dengar dari Lia,” ucapku pelan. Jasmine masih terlihat tenang sekali. “L-lily turut berduka mengenai segalanya.” Aku memainkan ujung rambutku untuk menghilangkan rasa gugup saat mengucapkannya. Terlalu banyak berduka membuatku tidak nyaman memberikan rasa berduka citaku untuk orang lain.

“Itu bukan hal yang besar─"

“Bohong!” potongku menatapnya tajam. “Bagaimana bisa bukan hal yang besar ketika seseorang paling berharga memutuskan untuk pergi selamanya? Terlebih dia adalah Ibumu!” Aku mengepalkan kedua tangan di atas pahaku. “Tak ada yang baik-baik saja. Kita berdua pernah mengalaminya. Bagaimana pahitnya ditinggalkan dengan cara seperti itu.” Tawa pahit keluar dari bibirku, ah aku benci perasaan ini. “.... Bagaimana hal itu merubah diri kita, Jasmine.”

PainHealerWhere stories live. Discover now