Spearmint

3.5K 168 0
                                    

Spearmint memiliki arti Kehangatan Dari Sebuah Perasaan. Ada banyak kehangatan yang mampu menyelimuti perasaan kita. Saat bercanda dengan sahabat atau menghabiskan waktu bersama keluarga, keduanya adalah perasaan yang menghangatkan. Namun, tetap saja hangatnya perasaan dari orang yang paling dicintai adalah favorit semua orang.

***

AUTHOR POV

"Please, jangan hujan," gumam Lily dengan wajah panik saat melihat hujan yang turun dengan derasnya. "Cih! Sekarang Lily harus gimana?"

Dengan sebal Lily memeluk dirinya saat angin berembus kencang. Sekolahan telah sepi dan Lily tidak melihat siapapun disekitarnya selain dirinya. Keterlambatan Lily pulang disebabkan karna dirinya terlalu asik tidur di perpustakaan untuk menghindari jam terakhir di kelas. Dan sekarang Lily menyesali pilihannya tersebut.

Lily melihat arloji yang melingkar ditangannya, dan ia semakin gelisah saat jarum jam menunjukkan pukul 5 disana.

"Loh? Kamu belum pulang?" tanya Hujan yang entah sejak kapan berdiri disamping Lily.

"Eh?!" Lily tersentak karena tidak menyadari kehadiran Hujan. "Sejak kapan Kakak disana?"

"Baru saja," jawab Hujan. "Ah, deras juga hujannya, ya." Hujan mengadahkan kedua tangannya hingga rintik air yang dingin itu jatuh ke telapak tangannya.

"Kak Hujan sendiri kenapa belum pulang?" tanya Lily membuat Hujan menoleh kearahnya hingga pandangan mereka bertemu. "J-jangan salah paham dulu, Lily bukan peduli atau apapun kok. Cuma bertanya biasa ...."

"Kamu ini sangat lucu," ucap Hujan tertawa kecil. "Dengan kamu ngomong begitu malah membuat orang berfikir kamu itu peduli loh."

"B-berarti orang itu bodoh!" Lily membuang wajahnya yang sudah memerah ke arah berlawanan.

"Oke, berarti aku bodoh." Ucapan Hujan barusan cukup membuat Lily tersentak dengan wajah semakin memerah.

"Lily t-tidak maksud mengatai Kak Hujan b-bodoh ...," ralat Lily dengan cepat dan salah tingkah. Lily terdiam melihat senyum manis nan hangat Hujan. Senyum yang setara dengan musim semi yang selalu ia kagumi di dalam scene manga yang ia baca. Dalam sekejap, Hujan mampu membuat Lily mengagumi dirinya.

"Dan lagi, jangan terlalu mudah merona dihadapan laki-laki. Wajahmu yang merona itu sangatlah manis dan lucu." Hujan mengacak rambut Lily dengan ringan. "Kasihan laki-laki yang nanti salah paham kalau kamu merona dihadapan mereka."

Lily menyentuh pucuk kepalanya dan ia merasa hangat sekali lagi. Wajahnya memanas, namun kali ini ada sensasi aneh dari rasa malunya. Dalam sehari, Lily mempelajari cukup banyak perasaan baru yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Lily, ayo kuantar pulang," ucap Hujan sembari melepas jaket yang membalut tubuhnya. Tanpa permisi, Hujan menyampirkan jaketnya di bahu Lily. "Aku tidak mau mendengar penolakan, ya!"

Hujan merangkul Lily dan membawa gadis itu ke area parkiran. Tak memedulikan Lily yang sama sekali tak berkutik karena menahan diri untuk tidak pingsan ditempat akibat menahan gejolak asing di dalam dadanya.

Di area parkiran, mereka berdua berhenti disebuah motor berwarna biru dongker. Hujan menyerahkan helmnya kepada Lily dengan senyum yang tak mampu Lily tolak.

"T-terus Kak Hujan gak pakai helm gitu?" tanya Lily menatap helm ditangannya dengan ragu.

"Keselamatan penumpang itu lebih penting," jawab Hujan sembari menstarter motornya. "Aku harus mengantar anak gadis seseorang pulang dengan selamat."

PainHealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang