Fig

2.7K 172 3
                                    

Fig memiliki arti argumen. Bukankah wajar seseorang beragumen dan ingin memenangkannya? Selalu ada kepuasan dan kebahagiaan tersendiri saat argumen kita menjadi penutup atas kekalahan lawan bicara. Tapi, untuk argumen tanpa titik, apa yang bisa dimenangkan? Siapa yang sebenarnya kalah disini? Apakah kemenanganmu itu ada artinya?

***

AUTHOR's POV

Sudah tiga hari berlalu sejak Jasmine yang melarikan diri keluar kelas akibat diserang habis-habisan oleh anak kelas yang mengira dia cemburu melihat Hujan mendekati Lily. Selama itu pula Jasmine tidak terlihat di dalam kelas. Ironisnya, anak-anak kelas sama sekali tidak ada yang memedulikannya. Mereka bertingkah seakan Jasmine tidak pernah ada di dalam kelas, begitu pula Lily selaku teman sebangkunya. Bahkan, Lily merasa bahagia tanpa adanya Jasmine disebelahnya.

Namun, hari ini Jasmine kembali menampakkan batang hidungnya dikelas. Seperti biasa dengan tampilan urak-urakan dan masuk ke dalam kelas seenaknya di saat jam pelajaran berlangsung. Untungnya, di kelas sedang jam kosong karena guru yang mengajar sedang izin ke luar kota.

"Wah, kirain Jasmine Nandita sudah mati." Gina berucap pedas tanpa mengalihkan perhatiannya dari novel yang ia baca.

"Jasmine Nandita? Oh, si muka dua yang ngaku mau temenan sama Lilyana itu, kah?" Via, sekretaris kelas yang sibuk mengisi absen turut mengeluarkan suara. Dengan teganya Via melebihkan alfa di kolom nama Jasmine.

"Diam kalian semua!" seru Fariz yang asyik bermain game bersama beberapa siswa dikelas. "Anggap ajalah dia gak ada. Ribet dah lo semua."

Jasmine berjalan menuju kursinya tanpa memedulikan lagi cemooh yang diberikan teman-teman sekelasnya. Sejak insiden itu, mereka seakan sudah bebas mengeluarkan kebencian yang dipendam.

"Kalian berdua tidak mau ikut ngolokkin gue?" sinis Jasmine saat ia melewati meja Anggi dan Lia.

"Kita memang kesal sama lo, tapi bukan berarti kita musti bully lo kayak mereka." Anggi mengambil beberapa buku catatan bersampul hijau dilaci mejanya lalu memberikan benda itu ke Jasmine. "Ini catatan yang lo tinggalin. Besok lo balikin tuh buku utuh-utuh."

Lia yang duduk disebelah Anggi pun turut mengeluarkan lembaran kertas dan menyerahkannya kepada Jasmine dengan senyum cerah. "Lo hapalin semua ini buat ulangan susulan Biologi nanti, ya."

Jasmine menerima itu semua dengan sebuah senyum tipis. Setidaknya, Jasmine tahu bahwa tidak semua anak dikelas ini membencinya. Masih ada yang peduli dan menganggapnya ada disini. Dan, Jasmine sudah sangat bersyukur dan senang.

Kedua mata Jasmine melirik ke arah bangku Lily yang kosong tanpa penghuni disana. Namun, tas milik Lily ada disana. Anggi yang sadar akan arah perhatian Jasmine pun berbalik badan ke objek tersebut.

"Lily nampak lebih nyaman saat lo gak ada, Min," ucap Anggi tersenyum miris. "Dan belakangan ini dia jadi lebih dekat sama Kak Hujan dan menjadi sorotan sekolah. Beberapa kakak kelas juga kelihatan benci sama dia."

"Sudah gue bilang Kak Hujan tuh gak baik buat dia," geram Jasmine sedikit berbisik agar anak-anak kelas tidak nyirnyir padanya lagi.

"Gue gak setuju sama ucapan lo, Min. Jelas banget kalo Kak Hujan tuh baik luar dalam!" seru Lia dengan kening berkerut samar. "Lo bisa nilai Kak Hujan itu jelek darimana sih? Aneh banget padahal lo gak kenal sama dia."

"Memangnya kalian kenal dengannya? Kalian semua itu ketipu─" Jasmine mengatupkan bibirnya saat ia rasa semua argumen yang ia utarakan selama ini sangat sia-sia. Karna pada akhirnya tidak akan ada yang mendengarkannya. "Terserah kalian saja."

PainHealerWhere stories live. Discover now