#2 First Impression

759 117 16
                                    

Woojin dan gadis itu sempat bertatap-tatapan dengan horror. Langsung saja mereka berdua menuju deretan tombol di dekat pintu lift. Dengan panik, sang gadis menekan tombol untuk membuka pintu berkali-kali. 

Tidak ada pengaruh. 

Woojin yang melihat gadis itu berusaha menkan semua tombol dengan brutal segera berkata

"Heh mbak! Jangan dipencet-pencet semua gitu! Ntar malah tambah error!"

Buset dah, kok galak banget sih ini cowok. Batin gadis itu.

"Ya tapi ini gimana dong?"

"Sini, pinjem hpnya."

"Eh? Buat apa?" Kini gadis itu memasang tampang heran.

"Tuh." Kata Woojin sambil menunjuk selembar kertas yang tertempel di dinding lift. 

Disitu tertulis nomor yang dapat dihubungi jika terjadi kesalahan di dalam lift. Gadis itu membaca cepat apa yang tertulis di situ.

"Nah, sini hpnya. Saya gak bawa hp soalnya." Kata Woojin.

Dengan segera gadis itu menyerahkan ponselnya pada Woojin. Woojin segera mengetikkan sederet angka dan setelah tersambung, Woojin segera menjelaskan apa yang terjadi. 

Lima menit kemudian panggilan itu selesai dan Woojin menyerahkan ponsel itu kembali.

"Gimana Mas?" tanya sang gadis.

"Kata bapaknya, ini emang liftnya sering error. Bentar lagi bakal di perbaiki, tapi bakalan agak lama. Kita suruh nunggu dulu." Kata Woojin sambil duduk di lantai. Ia sudah cukup lelah hari ini.

Gadis itu mengangguk dan mengikuti Woojin duduk di lantai. Seperti tadi, Woojin duduk di sisi kiri dan sang gadis duduk di sisi kanan.

Diam kembali mengisi. Woojin sibuk memainkan tali sepatunya. Sementara, sang gadis sibuk dengan ponselnya. Woojin merasa kesal pada dirinya yang lupa membawa ponsel hari ini. Kini ia nyaris mati kebosanan dan kepanasan.

Sepuluh menit berlalu namun belum ada tanda-tanda bahwa lift nya sudah selesai diperbaiki. Tangan Woojin sudah pegal karena sedari tadi ia gunakan untuk mengipasi dirinya. Dengan kesal ia mulai mengetuk ketukkan jarinya di lantai.

Tiba-tiba ada buku terjulur dihadapan Woojin. Gadis itu mengulurkan sebuah buku tulis tipis pada Woojin.

"Nih buat kipasan." Kata gadis itu. Woojin melirik sekilas dan melihat gadis itu juga memegang buku tulis yang lain di tangan kirinya. Sepertinya bukan hanya Woojin yang merasa kepanasan.

Sebenarnya Woojin gengsi menerima uluran buku tersebut, tapi akal sehatnya memerintahkan tangan kanannya untuk menerima. Lima menit kembali berlalu. Kini suara buku yang dikipaskan mengisi ruangan itu.

"Mas dari fakultas apa?" sepertinya gadis itu mulai kebosanan, hingga ia akhirnya memutuskan untuk mengajak Woojin bicara.

Tanpa menoleh laki-laki itu menjawab "Ekonomi."

Eh sumpah ya. Jawabnya kok singkat, judes pula.

Merasa tidak nyaman, akhirnya gadis itu hanya menanggapi dengan anggukan. Ia enggan meneruskan obrolan.

"Mbak dari fakultas apa?" merasa agak bersalah karena ia tadi menjawab dengan ketus, Woojin balik bertanya pada gadis itu.

"Saya Fisipol. Semester berapa?" gadis itu terlihat senang, setidaknya ia tidak harus menghabiskan waktu dengan berdiam diri.

"Semester 3. Mbak sendiri?"

"Loh, sama dong." Kata gadis itu sambil tertawa pelan.

Manis. Batin Woojin, yang segera ditepis oleh akal sehatnya.

"Sohye. Kim Sohye." Kata gadis itu sambil mengulurkan tangan.

Sebenarnya Sohye merasa sedikit tidak nyaman karena sejak tadi mereka menggunakan istilah "Mas" dan "Mbak", karenanya ia memutuskan untuk memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.

Woojin menyambut uluran tangan itu dan mengenalkan dirinya "Woojin. Park Woojin."

Journey || Woojin x SohyeWhere stories live. Discover now