Delapan

29.1K 615 16
                                    

Semburat cahaya matahari menyembul melewati celah gorden yang terbuka. Jam weker yang berdiri diatas nakas menunjukkan pukul delapan pagi. Sementara, Kanaya masih bergulat ditempat tidur. Dia mengulet lalu menarik selimutnya. Namun, ada yang aneh menghalangi selimutnya. Kanaya pun bangun dan melirik kebawah. Sebuah tangan besar melingkar tepat diatas perutnya.

Kanaya hampir saja berteriak. Kedua tangannya sudah mengatupkan kemulutnya. Dia tidak mau jika Angga terbangun. Perlahan, tangan besar itu disingkirkan tanpa membuat perubahan pada tidur Angga. Sesekali Kanaya menengok kearah suaminya. Sedikit menatap. Dan menyadari bahwa dia telah menikahi seorang om yang tampan. Hanya dengan balutan kaos putihnya saja sudah membuat Kanaya merasa adem.

Tapi kemudian, Kanaya segera pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Setibanya didapur, dia melihat ada banyak bahan dan perlatan dapur. Dia mulai bingung dari mana harus memulainya. Sejak kecil sampai sekarang, Kanaya tidak pernah tahu cara memasak yang baik dan benar.

"Good morning, sunshine, "

Suara itu berbisik ditelinga kanan Kanaya. Membuatnya cepat cepat menyingkir menjauh.

"Apaan si! "

Angga menaikan alis kirinya. "Apa? Salah kalau ngucapin selamat pagi? "

"Yang salah itu posisi lo! Ngapain ngomong deket gitu, "

"Kalo gue ngomongnya dikamar ntar lo.. " Angga berjalan menjauh dari Kanaya. "Budek, "

"Apaa??? Lo bilang apa? Gue budek? " Kanaya meraih apa saja yang ada didekatnya lalu dilempar, termasuk gelas plastik yang mengenai kepala Angga.

"Aoww!! "

"Rasakan! Hahahaha... "

Seketika tubuh Angga roboh dan tergeletak dilantai. Tidak sadarkan diri. Kanaya tersentak, apakah terlalu keras lemparan gelas plastik itu. Segera Kanaya langsung menghampiri lelaki yang baru dinikahinya.

Dia menepuk pelan pipi Angga, berharap suaminya sadar dan mengakhiri ketakutan Kanaya.

"Angga, bangun. Jangan bercanda, dong. Aku ngga mau terjadi sesuatu! " Kanaya mengangkat kepala Angga ke pangkuannya.

Kedua bola matanya mulai nanar. Kapapun air matanya akan jatuh, bibirnya bergetar menatap Angga yang tak kunjung sadar. Kanaya lalu menangis sambil meringkuk mendekap Angga.

"Angga, bangun.. Maafin aku. Aku masih butuh.. "

Tiba-tiba suara serak dari seseorang terdengar, "Siapa? "

Seketika Kanaya berhenti menangis dan menghapus air matanya. Matanya kini menatap Angga yang sedang menahan tawa dalam pangkuan kekhawatirannya. Dengan cepat Kanaya menarik pahanya, membiarkan kepala Angga terbentur lantai. Sekalipun Angga mengaduh, Kanaya tidak peduli. Justru dia pergi ke arah balkon depan.

"Dia kenapa lagi? " gumam Angga sambil mengelus kepalanya yang masih nyeri.

Langkahnya mengikuti Kanaya dari belakang, perlahan berhenti dibalik tirai tipis yang berayun. Menatap punggung sang gadis yang bergetar. Dengan rasa bersalahnya, Angga berjalan menghampiri wanitanya. Menyentuh pundaknya namun, disingkirkan.

"Sorry, ",

Setelah itu, tak dilihatnya lagi punggung Kanaya bergetar. Hanya terdengar isakan dan nafas sesak.

"Gue ngga bermaksud buat lo khawatir, "

"Siapa juga yang khawatir! "

Angga lalu menarik napasnya lagi. Dia sadar sekarang posisinya menjadi orang yang paling salah. Lebih baik jika dia pandai memilih kata-kata.

Cause I'am Yours [TAMAT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt