Kertas XXXI

2.6K 196 21
                                    

Michelle sedang duduk di bangku taman berwarna putih itu bersama Karevan. Yang dilihat setelahnya, Karevan menggenggam erat tangan gadis itu. Tak lama dibawa ke dalam pelukan dengan erat, bahkan sangat-sangat erat. Lantas kecupan penuh kasih didaratkan berkali-kali pada kening serta puncak kepala.

Rachel meraba hatinya, lalu menatap langit-langit dengan tabah. Ia mundur dua langkah, lantas berbalik dengan diiring hujan air mata. Kalau ditanya, Rachel tidak apa-apa. Ia cuma butuh waktu untuk beradaptasi dengan keadaan, sebab ia sadar bahwa apa yang ia miliki tak akan benar-benar menjadi sesuatu yang mutlak.

Tangan Rachel ditahan seseorang dengan kuat, ketika berbalik ialah Michelle pelakunya. Sedang melipat tangan dan tersenyum miring penuh keangkuhan. "Gimana?" Tanyanya kemudian. "Gue udah berhasil rusak hubungan lo sama Revan. Revan udah gue ambil, dan adegan yang lo lihat tadi itu cowok lo nyatain perasaannya ke gue," tekan Michelle lalu meledakkan tawanya.

Rachel tersenyum, walau tetesan air mata terlihat menyayat-nyayat. "Se-selamat, ya, Ce.."

"Lo.. sakit hati, nggak?" Tanya Michelle girang.

Rachel menghela napas, ia menggeleng dengan tersenyum, bahkan lebih lebar dari sebelumnya. Ia raih tangan Michelle lalu menggenggamnya dengan erat. "Ce, kita sudah lama berteman. Aku tahu kalau kamu suka sama seseorang, kamu akan perjuangin cinta kamu itu. Seperti sekarang. Aku ikut seneng karna kamu bisa gapai apa yang jadi keinginan kamu selama ini. Berhenti, ya, buat bikin pembalasan ke aku, kan kamu sudah dapetin hati Revan-mu. Demi kamu, aku rela-serela-relanya ngelepasi dia. Tolong, jaga perasaannya, ya?"

Jeda.

"Ce, cinta aku nggak lebih penting dari persahabatan kita. Mungkin, kamu emang nggak mau anggap aku ini sahabat kamu lagi. Tapi aku, Rachel Amanda Putri, akan selalu ada buat Michelle Alexandra. Titip Kak Karev, ya. Aku sangat yakin kalau dia akan lebih bahagia sama kamu, ketimbang sama aku yang terus buat dia sakit hati. Ce, aku janji nggak akan ganggu kalian berdua. Maafin aku yang mungkin selama ini jadi duri penghalang buat kalian. Aku bener-bener minta maaf..." tulus Rachel penuh penyesalan. "Aku cinta banget sama Kak Karev, tapi aku lebih sayang sama kamu. Sayaaang banget."

Rachel berbalik, ia menutup mulutnya, menahan isakan yang dapat diperkirakan lebih kencang dari yang sudah-sudah. Mulai sekarang, Rachel akan melepas Karevan. Melepas cintanya, melepas kisahnya. Kini, Rachel lebih lega. Lega sebab Karevan sudah punya pengganti yang akan menjamin kebahagiaannya.

Dengan mata membengkak, tatapan kosong, serta senyum terukir di bibir, segala kesedihan gugur ditiap-tiap langkah. Pelan-pelan, mulai berdatangan kepingan-kepingan kisah dari pertama bertemu. "Aku inget banget waktu Kakak ngomel-ngomel karna takut aku kenapa-kenapa, hehehe. Kalau aku boleh jujur, pertama kali aku ketemu kamu, aku ngerasain hal yang beda. Sesuatu yang sudah pernah aku dapat dari orang lain, tapi lebih istimewa ketika kamu yang lakuin." Ia mengusap darah yang mengalir dari hidung, selalu kambuh diwaktu yang kurang tepat. "Maaf, ya, Kak. Bukan aku nggak bisa mempertahankan, bukan juga karna aku mudah menyerah. Alam sendiri yang berkerja untuk memperjauhkan kita. Mungkin tujuan baiknya agar kita lebih bahagia dengan cara sendiri-sendiri." Lagi-lagi, Rachel tersenyum. Kali ini lebih lapang dada. "Sekarang, nggak akan ada lagi yang tersakiti. Aku senang kalau Kak Karev dan Michelle sama-sama bahagia.."

"RACHEL, AWAS!!!"

Sebuah teriakan kencang terdengar. Rachel yang yakin suara itu tertuju padanya, menoleh ke segala arah. Tahu-tahu sebuah mobil menghantam tubuhnya tanpa dapat terhindarkan. Ia terpental cukup jauh, dengan kepala mendarat di trotoar keras-keras. Bau anyir darah menguasai indra penciuman, telingan Rachel mengeluarkan gelombang bunyi yang memekakan, pun ia merasa ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam perut.

Rachel (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang