Kertas XXVII

2.5K 174 22
                                    

Aldi menatap Rachel yang kelihatan lebih baik dari kemarin. Sekarang, gadis manis itu sedang makan. "Manja," olok Aldi sambil menyuapkan nasi ke lima.

Rachel cuma terkekeh sambil memainkan ponsel Kapten Basket tersebut. "Kak,"

"Iya?" Sahut Aldi tanpa menoleh, ia sibuk memotong ayam.

"Kangen Kak Karev," rengeknya tak biasa. Tentu membuat Aldi merasakan dua hal. Pertama, senang karna Rachel mau sejujur itu padanya. Yang berarti, bahwa ia sudah benar-benar dijadikan tumpuan. Sementara yang kedua, ia sedih karna tak bisa apa-apa kecuali memberi senyum menguatkan. "Pengen denger suaranya," lanjut Rachel agak sumbang.

"Mau aku telfon?" Rachel menggeleng. "Terus maunya apa?" Dan Rachel lagi-lagi menggeleng. Aldi kembali menyuapinya dengan sabar dan telaten. "Chel, entah, ya. Aku bukan mau berfikiran negatif sama Audrey. Tapi... kayaknya dia yang ngadu domba kamu sama Karev. Atensi aku ini bukan karna dorongan mantan pasangan yang bakal ngejelek-jelekin mantan pasangannya ketika udah nggak lagi bareng. Kamu paham, 'kan?"

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa Kakak mikirnya Audrey? Alasan yang signifikan?"

Aldi meletakkan mangkok makanan di atas meja untuk kemudian menatap mata Rachel serius. "Aku kenal Audrey lama. Dan kamu tahu sendiri 'kan kalau dia masih ngejar-ngejar aku? Dia itu tipe gadis yang nggak mudah nyerah, Chel. Dia bakal lakuin apapun supaya keinginannya terpenuhi. Setelah aku renungkan, kayaknya Audrey ngelakuin ini dengan latar belakang beberapa pekan lalu. Waktu di parkiran. Dan aku rasa, sebelum kejadian itu. Audrey juga udah sedikit menghindari kamu 'kan? Karna dia lihat kita pelukan."

"Hubungannya sama Kak Karev?"

"Audrey, sekalinya benci sama seseorang. Dia bakal nggak suka apapun yang berhubungan sama orang itu. Di sini kita bisa tarik benang merah. Bisa aku pastiin, kasarnya, dia mau balas dendam. Tapi dengan cara memperalat Karevan. Dengan itu, kamu bisa tersiksa tanpa harus dia turun tangan 'kan? Padahal apa yang dia lakuin adalah kesalahan besar. Kalau kamu bener-bener jauh dari Karev, kapasitas buat deket sama aku makin banyak. Dia bunuh diri."

Rachel terdiam, benar-benar mencermati ucapan Aldi yang tak bisa dikatakan keliru. "Kak, aku takut.."

"Nggak perlu," digenggamnya tangan Rachel yang dipasang infus itu. "Apa gunanya aku, Chel? Demi Tuhan, aku nggak akan biarin kamu dilukai."

"Janji?"

"Apa yang dipegang dari laki-laki? Ucapannya."

Rachel terisak kencang.

🥀

"Lo pinter banget," puji Karevan yang tengah duduk di samping Michelle. Posisi mereka begitu dekat. Apalagi tangan Karevan menjulur di atas sofa. Seolah-olah sedang merangkul Michelle. Ya, mereka memang lesehan. "Terus kenapa masih minta ajarin, deh?"

Michelle cemberut. "Yang ini mah gampang. Nomor tujuh tuh, nggak bisa."

"Mana coba?" Karevan melihat soal matematika di buku kotak-kotak itu dengan seksama. "Gampang," katanya lalu meraih pulpen dan mulai mengerjakan soal tersebut sambil memberi Michelle pemahaman. "Nah, udah. Terus yang mana lagi?"

Rachel (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang