BAB 3.A (Kompak)

6K 374 18
                                    

♡ For your information, foto di atas 👆 adalah Debo sang ketua kelas ♡
.
.

Seminggu sudah Alyssa menjadi bagian dari keluarga besar SMA Safir. Ia sudah hafal betul nama-nama teman dan guru yang sehari-harinya selalu ditemui. Alyssa dikenal sebagai siswa rajin dan pandai. Saat mengikuti ulangan dia tak pernah remedial atau mengulang, hingga Alyssa dijadikan tempat untuk ‘mencontek’. 

Hari ini sungguh berat untuk dilalui oleh siswa XI IPA 1. Bagaimana tidak— mulai dari jam pertama sampai jam terakhir nanti, full dengan tugas, ulangan dan PR. Siswa-siswa ini menyebutnya hari tegang, sulit memang untuk dilalui tapi setelah semua terlewatkan, semua akan menjadi kenangan yang ampuh membuahkan tawa kelucuan, bahkan kejadian seperti inilah yang bisa membuat haru merindukan masa putih abu-abu yang indah ini.

Seorang  gadis terlihat mendekati tempat duduk Alyssa.

“Alyssa, PR fisika udah belum? Nyontek dong.” Gadis itu berdiri tepat di depan meja Alyssa dan Via.

Alyssa menatap gadis itu sejenak lalu berkata, “Maaf aku belum selesai, Ren.” Sambil menyembunyikan sebuah buku catatan yang sedari tadi ia amati.

“Bohong! Mana mungkin kamu belum menyelesaikan PR itu, kamu pelit banget sih Alyssa,” tandas gadis itu. suaranya mengeras—sengaja supaya banyak yang memperhatikan.

Tanpa aba-aba warga kelas mulai ‘keep silent’, seakan mereka tertarik memperhatikan apa yang selanjutnya terjadi. Kemudian mendekat lagi dua teman, mereka adalah Zahra dan Aldi keduanya mengelilingi meja Alyssa seolah Alyssa adalah terdakwa penjual narkotika seperti yang lagi happening di kalangan acara liputan.

“Dasar siswa baru belagu! Pelit banget sih lo, gue tau lo udah nyelesain PR itu, kan? Tapi lo nggak mau bagi-bagi sama kita,” tuduh Zahra. Akibat dari kelas yang sunyi suara Zahra seolah menggema menghakimi gadis lugu yang baru beberapa hari menginjakkan kaki di SMA favorit ini.

“Lo mau pinter sendirian, ya Alyssa? Oh! Atau, lo pengen liat kita dihukum keliling lapangan sedangkan lo enak-enakan ngadem di sini? Iya, Lyss? Lo mau caper sama guru-guru?” tambah Reni juga memojokkan posisi Alyssa.

“Gadis berjilbab rupanya bisa bohong juga ya, gue saranin LEPAS tuh jilbab! Atau  jilbab hanya sebagai tameng untuk menutupi kedok lo yang sebenarnya?” Zahra berapi-api dalam kalimatnya penuh dengan penekanan-penekanan seolah Alyssa adalah seorang yang melakukan kejahatan padanya.

“Katanya ilmu harus dibagi-bagi? Kemana aja lo? Pelit!”
Alyssa menunduk dalam. Dia tak menyangka sebegini hebohnya respon teman sekelasnya, dia kini hanya bisa menerima cacian dari temannya, Alyssa sadar bahwa dia salah, dia telah membohongi teman-temannya. Walaupun tidak sepenuhnya bohong karena memang ada satu nomor yang belum dia tuntaskan hitungannya.

Alyssa terus menunduk dia tak berani menunjukkan mata merah menahan tangis. Berada dalam situasi seperti ini dia semakin benci sekolah barunya, dia benci menjadi objek bully-an dia benci menjadi lemah di depan teman-teman barunya. Alyssa semakin ingin kembali ke masa-masa di mana dia belajar dengan tenang, bersosialisasi dengan nyaman tanpa khwatir melanggar aturan.

“Halah nangis lo sekarang? Setelah ketahuan kemunafikan lo, ha? Lo bisa nangis doang?” kejar Zahra dia tahu Alyssa menangis dan dia tak sedikit pun merasa iba atau merasa bersalah atas Alyssa. yang dia  rasa hanya benci melihat kebohongan Alyssa.

“Zahra, Aldi, Reni! Udah cukup. Harusnya kalian menghargai dong apa yang menjadi keputusan Alyssa! Mau nyontek kok begitu, mana etika kalian?” kata Via menggencarkan pembelaan terhadap Alyssa, ia kasihan pada Alyssa yang dikeroyok oleh Zahra Aldi dan Reni. Via mengelus pundak Alyssa untuk sekedar menyemangati Alyssa.

“Nggak usah munafik deh, Via! Gue tau lo kecewa, kan? Bukannya lo yang selama ini menggembor-gemborkan kekompakan di atas segalanya. Bukankah selama ini kita melakukan semua hal dengan kompak. Tak ada satu pun dari kita yang pelit terutama pada pelajaran, kecuali kalo dia mau jadi kayak Duwi, Cuma numpang nama di kelas ini!” tandas Zahra begitu lancarnya ia berucap seolah semua mengalir seperti air.

CAHAYA DARI ALYSSA [Sudah Terbit] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant