Chapter 27

3.6K 250 2
                                    

"Tapi kamu harus bantu aku," sambung Radit membuat Prilly mengernyitkan dahinya heran.

"Bantu apa?"

"Kita akan beli rumah menggunakan uang Ali." jawab Radit tersenyum licik.

Prilly menggeleng gelengkan kepalanya cepat tidak setuju. "Kenapa? Kamu gak mau?" tanya Radit menatap Prilly intens. Prilly menggigit bibir bawahnya, bagaimana mungkin ia membiarkan hal itu. Tapi.. bukannya kau kepingin cepat cepat bebas dari Ali, Pril?

"Aku.. aku gak bisa," desis Prilly tetap menolak.

"Kalo kamu nunggu aku, itu membutuhkan waktu yang lama Pril! Kamu tau sendiri aku itu gak sebanding sama dia." ucap Radit sedikit meninggikan nadanya.

Prilly terdiam, bingung apa yang harus ia lakukan. "Selesain masalah kamu dengan keluarga kamu dulu, baru setelah itu rebut aku dari Ali." ucap Prilly yang masih ragu keputusan ini sudah benar atau tidak.

"Itu tidak mungkin!" teriak Radit membuat Prilly terpekik kaget.

"Kalo aku nyelesain masalah itu, tandanya aku gak bisa sama kamu lagi Prilly!" sambungnya marah.

"Masalah apa sih yang buat kamu kayak gini? Kasih tau aku, Dit! Aku juga bisa bantu kamu," jelas Prilly berusaha meyakinkan. Radit mencampakkan handuk kecilnya yang tadi di sampirkan di bahu ke sembarang lantai, ia berlalu begitu saja dari hadapan Prilly.

Prilly menatap nanar ke arah punggung Radit yang berjalan menjauh darinya, ia merasa sedikit kecewa karena Radit tidak bisa terbuka dengannya.

*****

Ali hari ini pulang lebih cepat dari biasanya, ntah kenapa ia ingin bermanja manja dengan Prilly dirumah walaupun istri mungilnya itu tetap menolaknya.

"Siang Pak, sekitar jam 3 nanti akan ada rapat penting. Apa bapak yakin akan membatalkannya?" ucap Ariana sedikit memastikan.

"Ya.. ya.. Batalkan saja, ini lebih penting daripada rapat itu." ucap Ali tak berselera. Ia berjalan keluar dari ruangannya melewati Ariana yang agak terpelongo menuju ke parkiran.

Ali melajukan mobilnya kencang karena jalanan tampang lengang, ia melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Jam 2 siang, apa perlu ia membeli makan siang sekalian?
Ali mendesah, "Sepertinya dia sudah makan siang, tidak mungkin jam segini ia belum makan."

*****

Prilly berlari keluar saat melihat mobil Ali masuk ke perkarangan rumah. "Ada apa? Kenapa sudah pulang? Ada yang ketinggalan?" borong Prilly.

Ali terkekeh mendengar pertanyaan Prilly yang bejibun, "Tidak, aku hanya merindukan istriku."

"Istri kontrak! Kalo lupa," ralat Prilly kesal dan menyesal sudah mendatangi Ali duluan.

Ali tersenyum simpul menanggapinya, ia mengeluarkan buket bunga yang ia sembunyikan dari punggungnya, ia membelinya saat perjalanan pulang. Ali meraih tangan Prilly lalu memberikan buket itu ke tangan Prilly.

"Gue nolak. Ambil lagi," ucap Prilly seperti nada memerintah.

"Untuk apa aku mengambilnya lagi? Aku kan beli untukmu." jawab Ali santai.

"Ambil atau gue buang?"

"Buang aja kalo mau, aku bisa beli yang baru untuk kamu lagi." balas Ali tertawa kecil seakan tidak ada beban. Ia merangkul Prilly masuk ke dalam rumah.

"Apaan sih Li?" berontak Prilly kesal.

"Kamu udah makan?" tanya Ali teringat sesuatu mengabaikan Prilly yang berusaha melepaskan diri.

"Kenapa emangnya?! Ada hubungannya sama situ gue udah makan apa belom?" omel Prilly.

"Cepet banget lo pulang." ucap seseorang menghampiri mereka.

"Tumben." lanjutnya dengan nada sinis.

Raut wajah Ali mengeras melihat muka Radit yang berada di depannya, ntah kenapa sekarang ia menjadi emosian saat bertemu Radit. Ali pun pergi ke dapur untuk makan siang meninggalkan Prilly yang berada di rangkulannya tadi.

******

Bersambung,

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang