0.45 - The H stands for Harimau

134K 14.5K 9.7K
                                    



"Eh? Elo ceweknya Ryan waktu itu kan?"


Hanin tersentak. Langsung menyadari cewek dengan kaos oblong putih dan shortpants hitam ini adalah gadis bernama Siska waktu itu. Kini bersama dua temannya yang berdiri ke sampingnya, ikut memandangi Hanin dari atas ke bawah.

"Ha? Ceweknya Ryan?" tanya teman di sisi kiri Siska dengan kening berkerut, "emang Ryan udah nggak sama lo?"

Siska mengibaskan rambut ke belakang, menatap Hanin dengan dagu agak terangkat menyadari raut wajah Hanin mengeruh menatapnya. "Masih lah," jawabnya enteng tanpa sedikitpun menurunkan intonasi bicara. "Biasa, mainan Ryan bentar," sambungnya dengan ringan.

Joy dan Erin saling pandang. Joy mengerjap-ngerjap, tapi segera melepaskan Erin dan berpindah ke sisi kiri Hanin. Sementara Erin maju ke sisi kanan Hanin, berjaga-jaga.

Hanin mencoba menguasai diri. Ia juga ikut mengangkat dagu. Tinggi Siska yang sama dengannya membuat tatapan keduanya beradu tepat.

"Ohh elo," sahut Hanin menyindir, "cewek yang ngejar Aryan kemaren sampe datang ke EHS?"

Siska langsung mendelik tak terima. "Sorry???" katanya memerotes. "Dek, omongannya jangan ngegas. Gue anaknya nggak liat tempat lo kalau nampar bibir orang yang nggak sopan," ucapnya mengancam.

Hanin mengangkat sebelah alis, "lah, gue juga nggak ngegas. Cuma nanya?" balas Hanin tenang.

Joy meneguk ludah, diam-diam merapat dan memegang lengan Hanin. Seakan mengingatkan. Erin sendiri juga merutuk memandangi Siska prihatin.

Siska menarik nafas dalam, dengan ekspresi wajah seakan mulai terganggu. "Gini ya, gue sih nggak ambil pusing gitu Ryan mau main sama siapa. Tapi... jangan lama-lama lah ya. Gue kangen," katanya dengan nada manis dibuat-buat.

Garis wajah Hanin makin berubah dingin. Membuat Joy jadi meremas pelan lengannya, makin menahan dan berjaga.

"Gue juga sih, nggak ambil pusing Aryan mau kemana. Mau ke elo kek, kemana kek," kata Hanin dengan nada santai. "Karena kan, kalau emang sampah ya pantesnya di tempat sampah."

Siska mengeraskan rahang, menajamkan tatapannya dan melipat kedua tangan di depan dada maju selangkah.

"Tapi, gue tau Aryan bukan sampah," lanjut Hanin tanpa merasa tertindas sekalipun dengan sikap Siska. "Jadi berhenti ngotorin dia."

Siska sudah ingin maju saat salah satu temannya menahan gadis itu.

"Sis, udah ah nggak usah ladenin," tegur teman Siska di sisi kanan, "masih anak SMA."

"Justru karena SMA harus dikasih pelajaran," sahut Siska dengan intonasi menahan emosi. Yang kemudian kembali menoleh pada Hanin. "Denger ya adik cantik, gue tuh sebenarnya males berantem karena cowok. Tapi, lo bener-bener masih polos banget percaya kalau Aryan adalah cowok baik yang cuma cinta sama lo dan bakal hidup bahagia selamanya sama lo."

Hanin menarik nafas pelan, berusaha tetap tenang. "Gue juga anti sih ribetin hal gini. Tapi... gimana ya. Aryan tuh terlalu nggak tegaan sama lo buat frontal nolak lo langsung," katanya dengan raut wajah serius yang dilebihkan dengan nada menyebalkan.

Rahang Siska mulai mengeras dengan tatapan makin menusuk tajam.

"Lo mungkin berpikir selama ini Aryan nerima lo dan kalian adalah pasangan serasi. Tapi, semua orang juga sadar kalau elo terlalu agresif ngejar Aryan. Apa lo pikir selama ini image lo adalah ceweknya Aryan? Ck ck ck, bahkan dua temen lo tau lo dipandang sebagai cewek murah yang mau-mau aja ngelakuin apapun buat Aryan," kata Hanin dingin, membuat kedua teman Siska melotot tersinggung, refleks segera merapat ke samping Siska seakan tak membenarkan hal itu.

2A3: Attention ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang