0.19 - Harimau Yang Jadi Kucing Anggora (2)

125K 15K 4.4K
                                    

Hanin terdiam sendiri. Mendadak kembali malu, mengatupkan bibir dan memekik dalam batinnya. Ia kemudian menggelengkan kepala.

"Nggak, nggak. Suruh pergi," tolak Hanin sekali lagi. Kini melipat kedua tangan di atas meja dan membenamkan wajah di sana.

"Ih kenapa sih? Cerita dong," paksa Yena menggoyangkan lengan Hanin.

Tapi Hanin tetap menggeleng keras kepala. Gadis itu memejamkan mata, merasa pipinya memanas mengingat kejadian kemarin.



**


Hanin melengos, memberikan lirikkan tajam ketika turun dari mobil silver yang mengantar mereka ke rumahnya. Aryan yang memasang wajah –sok- polosnya berdiri tenang menunggu Hanin membuka pagar rumah yang tertutup.

"Bilangin temen lo suruh cepet kesini," kata Hanin galak, membuka pagar rumah dan berjalan masuk lebih dulu.

Aryan tak mau dengar, dengan masa bodoh mengikuti Hanin.

"Nggak usah masuk."

Aryan mendecak kecil, "gue lagi pusing."

"Tiduran di teras."

"Busettt."

Aryan melotot, menatap gadis itu tak percaya dengan dibuat-buat. Membuat Hanin mencibir dan membuka kunci pintu rumah yang ia bawa. Tapi kemudian melirik saat Aryan terbatuk-batuk serak dan beberapa kali mengusap hidungnya.

"Ck, elo tuh beneran apa akting sih?" tanya Hanin sebal, berbalik memandang cowok itu.

Aryan mengangkat wajah dengan kening berkerut, "apanya?" tanyanya kali ini benar-benar tak paham.

Hanin melengos, "makanya, kalau sakit tuh diem. Mingkem. Nggak usah banyak tingkah," omel gadis itu membuat Aryan mendelik kecil. Hanin menggeram, gemas sendiri. "Ikut sini," katanya galak, berbalik dan jalan cepat.

Aryan mengernyit, "ada ya, cewek PMS duapuluh empat per tujuh kayak dia," gumamnya menggerutu kecil mengekori Hanin memasuki rumah bernuansa peach itu.

Aryan diam-diam mengusap perutnya, menghela nafas pelan mencoba menguatkan diri. Ia mengusap hidung gatalnya lagi, terbatuk kecil kini kembali merasa tak enak badan. Tapi cowok itu dengan keras kepalanya merasa dirinya harus terlihat baik-baik saja sekarang. Ia kini belagak memerhatikan rumah luas Hanin yang terasa sekali feminim dan menjeyukkan dengan banyak tanaman rumah di sudut-sudut ruang dan beberapa pajangan girly di beberapa titik ruang.

"Duduk situ, gue ganti baju dulu," kata Hanin menunjuk sofa di ruang tengah yang bersatu dengan ruang tamu tanpa sekat. Sofa ruang tengah lebih besar dengan ambal bulu tebal di bawahnya.

Aryan menurut saja. Entah kenapa mengikuti ucapan Hanin tadi kalau ia tak harusnya banyak tingkah lagi.

Cowok itu memutuskan menaruh ransel di sofa dan duduk di ambal, menempelkan punggung ke sofa rumah Hanin. Ia melirik, memerhatikan Hanin masuk ke salah satu pintu kamar. Pemuda itu kini jadi diam, menyandarkan kepala ke sofa di belakangnya dan tanpa sadar mulai memejamkan mata.

Tak butuh waktu lama, Hanin sudah keluar dengan kaos oblong biru dan legging hitam sebetis. Matanya melebar, menemukan pemuda itu nampak tertidur di depan sofa. Ia jadi berjalan perlahan melewati Aryan, menuju dapur. Cewek itu mengambil botol air mineral dan gelas, lalu berjalan menaruhnya di meja pinggir sofa. Berikutnya ia kembali ke kamar, sudah sibuk sendiri beberapa kali bolak balik dengan langkah pelan tak mau mengganggu pemuda itu yang makin terlelap.

2A3: Attention ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang