Mungkinkah?

991 45 4
                                    





Reyna menatap wajah Diof yang masih tertidur dengan tenangnya. Tiga bulan, bukanlah waktu yang sebentar. Tertidur pulas tampa tau apa yang sedang dilakukan para penduduk bumi. Selang-selang yang saling terhubung, membuat rasa bersalah Reyna semakin besar. Andai saja ia tidak mengabaikan perkataan Diof, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.

"Kami dari pihak rumah sakit telah berjuang semampunya. Tuan Diof hanya memiliki sedikit harpan untuk kembali hidup. Menurut pekiraan medis, kemungkinan untuk tetap bertahan hidup hanya 20%,. Peluru itu berhasil mengores serambi kiri pasien. Jantung pasien sulit untuk kembali memompa darah, dan tidak adanya nutrisi yang masuk membuat tubuhnya semakin lemah. Ditambah persedian darah di rumah sakit ini hampir habis. Kami tidak bisa mencari pendonor terus menerus. Banyak pasien yang juga membutuhkan donor darah. Dan jikapun pasien berhasil membuka matanya. Kinerja dari bagian tubuhnya kemungkinan tidak akan pernah sama lagi. Ada dari bagian tubuh pasien yang akan mengalami kelumpuhan".

Reyna menggenggam tangan dingin itu, mengecupnya berkali-kali. "Kak" kata itulah yang selalu Reyna ucapkan, setelah bertahun-tahun panggilan itu tidak pernah keluar lagi dari bibirnya. "Ayo bangun, kakak ngak boleh tidur terus. Kakak ngak capek ya? Badan kakak nggak pegel ? Ayo bangun!!" Reyna menggoncang lembut tubuh ringkih itu.

"Kakak ngak boleh tidur terus, kakak harus bangun, kakak harus tanggung jawab. Ini semua karna kakak, kakak yang buat dedek diperut Reyna ada, kakak ngak pengen liat ya, anak kita tumbuh. Kakak nggak mau ya nemenin Reyna ngidam? Kakak bosan ya sama Reyna? Kakak udah nyerah ya? " Reyna mengarahkan tangan Diof yang tidak terinfus keatas perutnya yang mulai membuncit.

"Disini ada dedek, ada anaknya kita. Dia pengen dicium kakak. Kakak bangun ya? Reyna janji, setelah kakak bangun, Reyna bakal jadi ibu yang baik buat anak kita. Reyna janji bakal jadi istri yang nurut sama kakak. Kakak masih mau kan, jadi suaminya Reyna? Ah, pokoknya Reyna gak peduli kakak mau atau pun engak Reyna harus jadi istri kakak. Titik. Kakak ngerti kan, kalau Reyna harus jadi istrinya kakak?" Reyna mencium telapak tangan Diof dengan sayang.

Tiga bulan, tampa pernah sedikitpun Reyna berhenti mengunjungi Diof. Hanya menghabiskan seluruh waktunya merenung dan mengajak Diof berbicara. Setiap hari tampa ada habisnya, Reyna selalu bercerita tentang kehadiran sang buah hati mereka. Dua bulan yang lalu, karena terlalu lelah dan banyak fikiran, Reyna pingsan dalam ruangan perawatan Diof.

Pihak keluarga semuanya panik melihat Reyna yang terus-terusan pingsan. Selama Diof koma, Reyna selalu pingsan. Namun pingsan kali itu berbeda. Cairan merah merambah keluar dari selala pahanya.

Ryan memanggil dokter dan Reyna langsung dibawa keruang khusus keluarga, karena ini adalah rumah sakit milik Mentari, nenek Reyna. Dokter langsung memeriksa keadaan Reyna. Saat keluar, sang dokter terlihat ragu untuk menyampaikannya.

"Bagaimana keadaan Reyna dok?" tanya Ayu yang saat itu sudah sesegukan dipelukan suaminya.

"Saya membawa kabar yang baik dan kurang baik. Kabar baiknya, saat ini Reyna sedang mengandung selama enam minggu lebih kurang. Namun disaat kondisi fisiknya yang lemah, sebaiknya Reyna tidak boleh hamil, karena dapat membahayakannya. Jika masih ingin mempertahankan kehamilannya, maka Reyna tidak boleh memiliki banyak fikiran. Reyna harus menjaga pola makannya dan memperbaiki pola tidurnya. Saat ini janin yang dikandung Reyna sangat lemah, sehingga membutuhkan pengawasan yang ketat." Kemudian dokter itu pergi. Ayu yang saat itu shok, mendengar kabar kehamilan putrinya. Karena ia sama sekali tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Namun dilain sisi Ryan yang sudah tau siapa ayah dari bayi yang dikandung Reyna, dia tidak berkomentar apa-apa.

Setelah menceritakan semuanya pada sang istri, karena Ayu sempat mengira bayi yang dikandung Reyna adalah anaknya Luis, Ayu dan Ryan sedikit lebih tenang, karena masih ada harapan hidup bagi ayah dari sang bayi.

The Return Of First LoveWhere stories live. Discover now