11 - Sakit

4.2K 637 70
                                    

Seharian di tempat tidur membuat Son Seungwan kesal. Tangannya menyentuh dahinya sendiri, merasakan panas tubuhnya. Di Hari Sabtu seperti ini ia harus diam di rumah seharian agar tubuhnya segera pulih. Sendirian, merasa sepi, merasa dingin.

Tangan Seungwan segera beralih ke ponselnya. Masih jam satu siang. Ia tidak bisa tidur, ia tidak suka tidur di siang hari. Sebenarnya Seungwan sendiri sering jatuh sakit selama masa sekolah. Kali ini ia sakit karea takluk dengan ujian susulan dan tugas-tugas dari guru yang setumpuk.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering membuat Seungwan membulatkan matanya, sudah dipastikan ia makin tidak bisa tidur. Apa ia tidak salah baca? Apa ia tidak sedang bermimpi? Mengapa orang ini baru sekarang menghubunginya? Dengan tangan gemetar, Seungwan mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Halo?" kata Seungwan gugup.

"Wendy? Sudah baikan?" ujar suara di seberang sana.

"Kamu tau aku sedang sakit?" Seungwan tersenyum.

"Iya. Tebak gua tau darimana," sahut suara yang sama lagi.

"Oh, kamu menyuruh orang sakit sepertiku main tebak-tebakan?" Seungwan merasa senang.

"Sakit dipakai alasan? Yaudah gua tutup teleponnya," suara itu mulai menjauh.

"Eh, Mark. Jangan," tangan Seungwan makin erat menggenggam ponselnya. "Aku kangen."

"Wen, kita udah bahas ini berkali-kali. Gua kaga pantas," suara Mark sekarang terdengar jelas.

"Kalau begitu aku mau kita tetap berhubungan seperti ini. Jangan mengabaikanku," kata Seungwan. "Aku tidak mau terlihat baik-baik saja di depan orang tua kita padahal sebenarnya kamu menghindariku."

"Gua usahakan, Wen. Tapi kalau lu mau pergi dari gua, kaga apa," tambah Mark.

"Mark... Kepalaku pusing," ujar Seungwan sambil menyentuh kepalanya sendiri.

"Maaf. Gua tutup teleponnya, di sini udah tengah malam. Gua cuma mau bilang kalau lu harus jaga kondisi tubuh, daridulu lu selalu aja kayak gini. Jangan biasakan tidur malam, makan teratur. Jangan buat gua khawatir terus. Selamat istirahat, Wen,"

Seungwan mengangguk. "Tidak apa-apa. Terima kasih, Mark."

"Jaga kesehatan. Gua kangen juga," kata-kata Mark membuat hati Seungwan sakit.

"Oke," balas Seungwan.

"Gua telepon lagi kapan-kapan," kemudian Mark memutus panggilan telepon mereka.

Seungwan menghela napas. Telepon pertama dari Mark sejak laki-laki itu pergi ke Amerika. Seorang Mark Tuan yang sudah Seungwan anggap sebagai soulmate-nya. Apa ibu Seungwan memberitahu Mark kalau ia sedang sakit? Hingga laki-laki yang menghindarinya itu akhirnya menghubunginya?

Seungwan masih ingat bagaimana ia dan Mark berpura-pura akrab di depan orang tua mereka saat di Amerika. Setelah lama Mark menghindari Seungwan, laki-laki itu terus saja membawa Seungwan ke pelukannya, demi membuat orang tua mereka tidak khawatir. Tapi Seungwan tahu, pelukan itu hanya sandiwara. Hangat yang dirasakan Seungwan hanyalah dusta.

Seungwan sudah sampai tahap di mana ia merasa susah untuk percaya pada laki-laki lagi. Ia sudah berusaha memberikan apa yang ia punya pada Mark tapi laki-laki itu menolaknya. Seungwan menerima banyak cinta dari Mark tapi Mark tidak mau menerima cinta Seungwan. Alasannya selalu sama. Tidak pantas, tidak berhak, tidak mungkin.

Akhirnya Seungwan menyerah dengan tidurnya. Ia memutuskan untuk mengisi perut sambil menonton TV. Kegiatan bernama tidur mungkin bisa dilanjutkan nanti. Kaki Seungwan melangkah keluar dari kamarnya kemudian menuju dapur. Ia menghangatkan sup tofu yang ia buat tadi pagi.

True Angel ✔️Where stories live. Discover now