BAB 2 :: Kalut

Depuis le début
                                    

Salah memang, tapi bukankah cinta harus diperjuangkan? Haikal hanya sedang berusaha melakukan itu. Ia mencintai Renata dan akan berusaha mendapatkannya.

🎬🎬🎬

Sudah tengah malam, tetapi Erland tak juga menghubunginya. Renata cemas bukan main, terlebih tadi Erland pulang ke Jakarta naik bus. Renata takut kalau terjadi sesuatu pada suaminya. Sedari tadi Reka pun terus menangis entah apa penyebabnya, padahal Renata sudah melalukan apa pun; menyusui, menggendong, bersenandung untuknya, tetapi Reka tetap menangis.

Suara ketukan pintu menyadarkan Renata dari lamunannya. "Sebentar," katanya sembari berjalan ke arah pintu lantas membuka pintu dengan segera.

"Reka kenapa?" tanya orang itu yang ternyata Hana.

"Gak tahu, dari tadi rewel terus."

Hana berjalan mendekati putra sahabatnya lalu menggendong bayi mungil itu. "Uh, Sayang, kenapa nangis terus, Nak?"

Reka terus menangis tak mengindahkan Hana yang kini berusaha membuatnya diam.

"Mungkin dia tahu kalau Papanya gak baik-baik aja," ujar Hana lagi.

Renata mengernyit. "Maksudnya?"

"Buka instagram dan lihat apa yang diposting suami lo. Gue rasa dia tahu sesuatu yang bahkan gak kita kasih tahu."

Renata buru-buru mengambil ponselnya hendak mencari kebenaran dari ucapan Hana. Matanya membulat sempurna begitu melihat foto yang baru saja diposting suaminya. Namun bukan itu yang menjadi fokusnya saat ini melainkan kata-katanya.

 Namun bukan itu yang menjadi fokusnya saat ini melainkan kata-katanya

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Benar kata Hana, Erland seolah mengetahui sesuatu. Sikap dingin Erland sejak semalam pun sedikit banyak menjelaskan bahwa Erland sedang marah. "Han, apa jangan-jangan Erland tahu kalau gue sama Bang Haikal mau ketemu?"

Hana menggedikan bahunya. Ingin mengiyakan, tapi ia pun tidak yakin karena dirinya tidak merasa memberitahu Erland dan Renata pun pasti memilih bungkam. "Lihat postingan selanjutnya. Dia minum minuman beralkohol. Lo ingat gimana menderitanya Erland dulu karena lambungnya? Lihat sekarang apa yang dia lakukan? Dia minum. Lo tahu, bahkan dengan kadar alkohol yang hanya sedikit pun bisa berbahaya buat mereka yang punya riwayat sakit lambung."

"Gue harus gimana, Han?"

"Gue gak tahu," jawab Hana sembari meletakan kembali Reka di tempat tidur setelah anak itu terlelap. "Lo belum memulai, tapi lo udah berhasil bikin dia menyiksa diri. Jangan lupa tipe orang seperti apa Erland."

Renata mengusap wajahnya dengan kasar. Bodoh. Mengapa ia baru sadar sekarang kalau Erland tengah benar-benar marah? Renata yakin kalau kepulangan Erland ke Jakarta yang sangat mendadak itu tidak semata-mata karena pekerjaan, kemungkinan besar justru karena dirinya. Tapi, apa? Apakah Erland sebenarnya sudah tahu kalau ia punya rencana bertemu dengan Haikal?

🎬🎬🎬

"Minum lagi, woy!" Erland berteriak pada seorang bartender yang kini melayaninya. Ia bahkan sudah sangat mabuk karena bergelas-gelas minuman beralkohol yang diminumnya. Tentang mengapa ia memutuskan untuk menyambangi tempat laknat ini, jelas karena pikirannya sedang benar-benar kalut, kacau, tidak tahu harus melakukan apa.

"Mas sudah sangat mabuk. Lebih baik berhenti minum."

"GUE MASIH PUNYA DUIT, BANGSAT! GUE BAHKAN BISA BELI SEMUA YANG ADA DI SINI. JADI, TURUTIN APA YANG GUE MINTA!"

Orang itu hanya geleng-geleng kemudian menyerahkan satu gelas kecil minuman lagi pada Erland.

Ponselnya yang sedari tadi terus berdering membuat Erland kesal. "Gue banting juga lo!" sentaknya.

Seorang perempuan berpakaian super mini menghampiri lelaki itu, memberikan sentuhan-sentuhan kecil dengan harapan laki-laki itu akan tergoda. "Hai, Mas. Main sama saya, yuk."

Erland melepaskan tatapan mengejek. "Najis. Lo bau!"

"Yakin Mas? Padahal beli satu gratis satu loh. Saya sepaket sama teman saya."

Erland mengambil dompetnya, kemudian melemparkan beberapa lembar uang berwarna merah. "AMBIL! DAN JANGAN GANGGU GUE CEWEK KOTOR!"

Walaupun mendapat hinaan, wanita itu tersenyum senang seraya memunguti uang yang Erland lemparkan. Memang tujuannya datang kemari untuk mencari uang, jadi tak masalah jika harus mendengar caci maki dari orang——toh itu hal biasa. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Erland lalu berbisik, "Saya kotor? Masnya juga kotor loh, kan datang ke tempat kotor."

Erland menggeram kesal, tetapi ia sudah tak bisa berdebat. Kepalanya pusing bukan main, hingga akhirnya ia menjatuhkan kepalanya ke meja bar. "Lo jahat, Ren ...," gumamnya begitu lirih sebelum benar-benar tak sadarkan diri.

Bersambung...

Without youOù les histoires vivent. Découvrez maintenant