Dan Taehyung memilih untuk pergi sejauh mungkin dari dua manusia yang masih sibuk tertawa. Dasar sialan. Jangan-jangan sebenarnya Jeon Jungkook itu adik kandung Seokjin dan bukan dirinya. Mungkin saja dulu mereka sempat tertukar di rumah sakit. Walau terdengar mustahil, tapi mungkin saja! Coba lihat mereka, kompak sekali. Sama-sama menyebalkan!

Seokjin sedikit berlari untuk menyamai langkahnya dengan sang adik, setelah sebelumnya memberi titah kepada asisten kebanggaannya untuk mengambil alih kelasnya sore ini.

"Apa yang Jeon Jungkook lakukan sampai adikku jadi semarah ini, eh?" tanya yang lebih tua, dan entah mengapa Taehyung tidak suka dengan nada jahil yang terselip dalam intonasi itu.

Lagi-lagi Taehyung menyilangkan tangan, sementara wajahnya sudah membentuk lipatan-lipatan. Kembali kesal ketika mendengar nama Jeon Jungkook. "Dia mengataiku cantik, lalu ingin menyita waktu luangku di akhir pekan. Kau yakin tidak salah memilih asisten dosen, hyung?"

Seokjin berdengung. "Sejauh yang ku ingat, Jeon Jungkook adalah lulusan kedokteran termuda dengan IPK paling sempurna yang pernah ku temui."

"Sialan."

"Benar, dia memang sialan. Dia membuatku terpaksa membiayai uang makannya setahun penuh demi menjadikannya asisten sementara." Seokjin menjeda demi untuk menatap sepasang hazel Taehyung yang menatapnya was-was. "Omong-omong, baru saha dia menawariku kesepakatan menarik."

Bagai slowmotion, Taehyung menelan salivanya susah payah ketika menunggu bibir tebal Seokjin bergerak untuk menuntaskan kalimatnya. Hazel itu melirik dengan pandangan bertanya. Dan sungguh, perasaan Taehyung sangat tidak enak.

"Memberi izin untuk mengencanimu di akhir pekan, dan kesepakatan menanggung biaya makan setahun penuh tidak pernah ada."

Benar, kan.

"Hyung, jangan menjualku!"

.
.
.

Hari Minggu, dan Jungkook benar-benar membuktikan ucapannya; muncul di depan pintu apartemen Seokjin dengan balutan kemeja putih dan sweater hijau lumut dibagian luarnya. Lalu dipadukan dengan jas hitam dan jeans dengan warna senada. Terakhir, timberland cokelat yang tampak serasi dengan rambutnya yang ditata berantakan.

Taehyung meneliti penampilan Jungkook dari ujung rambut hingga ujung kaki. Setidaknya pemuda ini berpakaian lebih baik daripada terakhir kali mereka bertemu. "Formal sekali," komentar Taehyung sementara tangannya sibuk mengunci pintu apartemen.

Seokjin tidak ada di rumah, sudah pergi sejak pagi-pagi sekali untuk berkencan dengan kekasihnya, Namjoon. Mengemban profesi yang sama, namun di fakultas yang berbeda. Jika Seokjin adalah si jenius di bidang sains, maka Namjoon adalah rajanya linguistik.

"Aku belum pernah berkencan sebelumnya. Jadi tidak tau harus berpakaian seperti apa." Jungkook menggaruk tengkuknya canggung.

Taehyung tersenyum sebelum akhirnya melangkah maju, menyisakan satu jengkal jarak di antara mereka. Terlalu dekat, bahkan Jungkook bisa merasakan hangat nafas Taehyung di wajahnya ketika pemuda itu mendongak menatap rambutnya.

Taehyung mengulurkan tangan; menata sedikit surai cokelat Jungkook, lalu berdecak puas. "Sudah, kau tampan," ujarnya ceria. Kemudian menunduk untuk memeriksa penampilannya sendiri; celana putih selutut, kaus putih lengan pendek, dan sweater yang disampirkan di pundak. Taehyung meringis. "Maaf, tidak apa 'kan, aku berpakaian seperti ini?"

Jungkook menggeleng, "Kau terlihat cantik, seperti biasa."

"Kau berkata seolah kita adalah teman lama. Padahal kita baru bertemu dua kali." Taehyung terkekeh. "Dan, oh, tolong jangan gunakan kata kencan. Karena kencan hanya untuk orang yang berpacaran."

YoursHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin