“Lily kenapa disini?” tanyanya menyadarkan Lily dari pikiran yang bergema nyaring di dalam kepala. “Tidak masuk ke dalam?”

“Nanti keadaan anak Tante semakin buruk jika ada Lily.” Lily berucap datar, mengundang tawa kecil dari bibir wanita paruh baya itu.

Wanita itu mengusap lembut rambut kecoklatan Lily. Begitu pula dengan sorot matanya yang tak kalah lembut menatap Lily yang menunduk dalam. Sisi keibuan miliknya tak bisa ditahan lagi, maka dari itu ia menarik Lily kedalam pelukannya. Memberikan kehangatan yang ia miliki.

“Kamu adalah sisa semangat dari Kala. Ketidakhadiranmu yang selama ini membuat keadaannya memburuk.” Wanita itu berkata dengan suara yang lembut dan menenangkan. “Dari dulu, hanya satu orang yang Kala ceritakan dengan semangat. Orang itu kamu, Lilyana. Dia tidak pernah merasa sakit jika menceritakan dirimu, selalu tersenyum dan semangat. Jadi, Tante mohon, jangan menganggap dirimu buruk di dalam hidup Kala.”

Lily tidak mengucapkan sepatah katapun untuk menanggapi pernyataan dari Ibunya Kala. Lebih tepatnya mungkin ia tidak tahu harus mengatakan apa. Selama ini, jujur, Lily menganggap Kala adalah hal terburuk dalam mimpi indahnya. Ia selalu menghindari sesuatu yang berhubungan dengan Kala. Jika bisa, ia bahkan ingin sekali melupakan semua tentang Kala. Tak pernah Lily merasa sejahat ini.

“Selain itu, kamu adalah cinta pertamanya.” Wanita itu tertawa begitu Lily melepaskan pelukannya dengan raut terkejut yang lucu dimatanya. Ia menangkup wajah Lily sambil tersenyum tulus. “Terima kasih sudah hadir di dalam hidup anak saya, Lilyana.” Kedua mata wanita itu menyendu, jemarinya mengusap wajah Lily yang berkulit pucat. “Saya sangat berterima kasih. Berkatmu, hidup anak saya menjadi lebih berwarna.”

“Lily tidak pantas menerima itu.” Lily menjauhkan dirinya, lalu membuang muka tidak sanggup menatap kedua mata hangat wanita dihadapannya. “Untuk beberapa alasan, Lily sangat tidak pantas menerima rasa terima kasih dari Tante. Lily tidak sebaik yang Tante lihat.”

“Kala tidak masalah kok cintanya tidak terbalas. Uhm … Tante rasa begitu.”

“Ini lebih buruk dari sekedar cinta tak terbalas, Tante.” Tawa sinis keluar dari bibir Lily. Ia bangkit dari tempatnya dan dengan gaya arogan berjalan meninggalkan rumah sakit. Meninggalkan wanita itu yang saat ini mengusap kasar wajahnya dengan sorot mata hampa.

***

Lily terduduk lemah di koridor Rumah Sakit yang sepi dilewati orang-orang. Disana Lily menumpahkan semua perasaannya melalui air mata. Batinnya berteriak keras hingga tubuh mungil itu gemetar. Sekuat tenaga isak tangis ia tutupi dengan kedua tangan agar tak ada seorang pun yang mendengar.

Tapi, sebesar apapun upayanya bersembunyi, seseorang masih bisa menemukannya. Orang yang tak ia sangka akan berada disana saat ini.

“Gue benci banget liat lo nangis, Ly.” Jasmine berjongkok didepan Lily, mengusap air mata gadis itu dengan ibu jarinya. “Gak usah kaget gitu. Lo gak lupa Magnolia itu siapa, ‘kan? Tidak sulit mencari tahu masalah kalian berdua.”

Lily menatap datar Jasmine yang terlihat sangat khawatir dengannya. Lalu, Lily melihat ke kanan dan kirinya, mencari keberadaan Lia yang pasti juga ada didekat mereka.

“Lia tidak ingin ikut campur lebih dari ini katanya. Dia berada di kantin Rumah Sakit.” Jasmine menjawab pertanyaan yang tak diutarakan oleh Lily. “Ly, lo tahu kalau elo itu sama berharganya dengan Mama gue, ‘kan? Melihat lo terluka kayak gini rasanya seperti melihat Mama gue terluka.” Jasmine menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. “Gue sayang sama lo dan gue gak mau lo terluka. Lo terlalu berharga untuk disakiti.”

Dan, selanjutnya Lily terbelalak merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Jasmine menciumnya tepat di bibir. Dengan sekuat tenaga Lily mendorong tubuh Jasmine hingga terjatuh.

PainHealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang