Herry & Mona

Tanpa sadar, ia meremas undangan itu menjadi tidak berbentuk lalu membuangnya asal, tanpa memperdulikan Bunda dan Ayah Herry yang menatapnya tidak percaya. Undangan itu di peruntukan mantan isterinya, mengapa Iqbaal membuangnya dengan begitu mudah?

"Kalo Ayah kesini cuma untuk bikin hati Bunda semakin hancur, mending Ayah pergi!" bentaknya marah, sekarang ia sangat membenci orang yang dulu pernah menjadi sosok pahlawan baginya, "Ayah pergi dari kehidupan aku dan Bunda!"

"Baal," sebelah tangan Bunda Rike memegang bahu Iqbaal pelan, tidak seharusnya Iqbaal berkata sedemikian kasarnya dengan Ayahnya sendiri. "gak baik ngomong kasar sama Ayah."

Lihat, bagaimana baik hatinya Bunda, walau suaminya telah menyakitinya berkali-kali namun ia masih mengajarkan Iqbaal untuk menghormati orang yang sudah membuat hidupnya menjadi kelabu.

Kadang Iqbaal tidak habis fikir dengan jalan pikiran Bunda Rike, mengapa wanita itu masih menangis ketika mengingat Ayah yang sudah bersama wanita lain?

Iqbaal tidak mengerti dengan Bunda Rike yang masih rela menerima orang yang sudah menghancurkannya.

"Aku gak bisa ngeliat Bunda nangis lagi cuma karena Ayah!" tekan Iqbaal menghadap sang Bunda,

"Ayah bisa jelaskan," potong Ayah Herry menengahi, "Ayah benar-benar minta maaf dengan apa yang sudah Ayah perbuat dengan keluarga kecil kita." Pria itu menunduk, sepenuhnya ia menyadari kesalahan yang ia buat.

"Kita?" tanya Iqbaal ketika mendengar kalimat yang ganjal dari ucapan Ayah Herry, "gak ada kita lagi di antara Ayah, Bunda dan aku, semuanya hilang, sejak perempuan penggoda itu datang di kehidupan Ayah!"

"Dia calon isteri Ayah, Baal, tidak seharusnya kamu memanggilnya dengan sebutan perempuan penggoda!" kali ini emosi Ayah Herry terpancing, ia tidak suka karena Iqbaal memanggil Mona dengan sebutan perempuan penggoda.

Walau sepenuhnya ia sadar jika dirinya bersalah, namun setidaknya Iqbaal mampu menghormati keputusan yang ia buat, rasa kebersamaan itu sudah tidak ia rasakan lagi bersama Rike.

"Lalu apa sebutan yang pantas untuk perempuan itu?" suara Iqbaal menantang, menantang perkataan Ayahnya, "apa sebutan yang pantas untuk perempuan yang merebut pria yang sejatinya sudah mempunyai keluarga?!"

"Udah," Bunda Rike kembali angkat bicara, ia sangat sedih melihat Ayah dan anak bertengkar seperti ini, "kita hormati keputusan Ayah, lagi pula Bunda sudah lama bercerai dengannya." Matanya sama sekali tidak melirik Herry yang ada didepannya.

Karena Rike takut, takut jika ia menatap mata cokelat itu, ia akan kembali terngiang dengan semuanya, semua yang sudah mereka lewati bersama-sama sebelum guncangan yang memisahkan keduanya datang.

"Kamu harus belajar untuk menerima keadaan jika Ayah dan Bunda kamu sudah resmi bercerai, satu tahun lalu." Ayah Herry mengungkit kejadian itu, seolah mengingatkan Iqbaal jika Herry dan Rike sudah bercerai.

Jadi Herry tidak melanggar apapun yang bersangkutan dengan Agama, karena sebetulnya keduanya sudah lama bercerai. Bukankah mencari pendamping baru untuk orang yang masih bisa di sebut sendiri itu hal yang sah?

"Tapi Ayah nyakitin Bunda!" teriak Iqbaal frustasi, kedua tangannya mengusap rambutnya gusar, "tingkah Ayah yang mementingkan diri sendiri itu nyakitin Bunda, apa Ayah sadar?!"

"Sepenuhnya Ayah sadar dengan apa yang sudah Ayah perbuat, tapi tolong, mengerilah Nak."

"Ayah yang seharusnya mengerti! Tidak perlu kembali jika akhirnya menyakiti lagi! Ayah gak sadar, kedatangan Ayah dengan undangan sialan itu nyakitin Bunda! Perempuan yang sempat menjadi alasan Ayah untuk tetap berjuang demi aku, kenapa ini semua gak adil, Yah?"

semesta | IdrWhere stories live. Discover now