12

12.5K 873 98
                                    

our stories are scarlet letters

.

.

"Bangunan akan hancur, kalian hanya punya waktu dua puluh menit!"

"Dimengerti."

Sasuke mengambil jarak antara dirinya dan pintu kayu besar yang menjadi penghalang mereka, Sakura berdiri di belakangnya menatap lelaki itu melayangkan tendangan yang cukup kuat untuk merusak engsel pintu.

Keduanya saling melirik, memosisikan pistol dengan siaga di depan dada. Sasuke mendorong pintu hingga terbuka, melangkahkan kaki dengan hati-hati memasuki ruang besar yang temaram.

Sasori pasti sudah tahu perihal penyusupan mereka. Kericuhan oleh ledakan dan tembakan beruntun terdengar hingga lantai ini, mereka harus cepat menyelesaikan iblis merah itu sebelum dia melarikan diri.

Lampu padam, penerangan yang mereka miliki hanyalah bias cahaya bulan dan samar sinar lilin di atas meja jati berukuran besar yang ditempatkan tepat di pintu masuk. Namun walau dalam remang, Sakura menyipitkan matanya kala dia melihat sosok yang duduk membelakangi mereka di kursi putar, menatap ke luar jendela besar, seolah telah lama menunggu. Genggaman tangannya pada pistol mengerat merupakan manifestasi emosinya yang kian membuncah, dia harus membunuh Sasori.

"Brengsek," Sakura menarik pelatuk, melepaskan satu tembakan ke arah siluet sosok yang membelakangi mereka. Kejadiannya begitu cepat, bahkan Sasuke tidak menyadari peluru telah terlontar, tetapi sayangnya meleset hingga memecahkan kaca jendela.

"Ahh—sayang sekali," Sosok itu terlihat mendongak, menatap jendela besarnya yang kini hancur menjadi serpihan kaca, "Aku suka jendela ini, bibi Mebuki juga menyukainya.."

"Di mana keluargaku? Ke mana kau kirim keluargaku, brengsek!" mendengar nama sang ibu membuatnya bergetar. Jemarinya sudah berada di pelatuk, berniat melontarkan peluru lainnya, tetapi terhenti ketika kursi itu berputar, menampilkan sosok yang sedari tadi duduk di sana.

"Keluargamu? Oh, di belakangmu," Kai menampilkan wajah, dia menyeringai dan bertopang dagu.

Sasuke mendorong keras tubuh gadis itu ke samping hingga terhindar dari sabetan samurai yang bergerak cepat dari belakang mereka. Sakura terhuyung menjauh, itu bagus.

"Sial," dia mendesis ketika berbalik, menatap Akasuna Sasori yang mendengus saat targetnya berhasil menghindari. Sasuke bisa merasakan perih di punggungnya.

"Baiklah-baiklah, reuni macam apa ini," Kai tertawa geli. Dia kini sudah berdiri dari duduknya, menodongkan handgun ke arah Uchiha Sasuke, membuat lelaki itu membeku.

"Ahh, Haruno dan Uchiha satu kubu sekarang?" Sasori mengangkat samurainya, dia mengerlingkan ke arah Sakura dan tertawa ketika melihat raut keras adik tirinya itu, "hai adik, kukira kau sudah mati."

"Aku harus membunuhmu lebih dulu," Sakura mengangkat tangannya, pistolnya kini terarah pada pelipis Sasori, menatapnya dengan sungguh-sungguh.

"Tch, yang benar saja," Sasori terkekeh dan melirik Kai, "jika aku mati, teman tampanmu juga mati, dan lagi-lagi, Uchiha akan mati di tangan Haruno."

"Kau bukan Haruno, brengsek," Sakura semakin menekan pistolnya, amarahnya kian meledak, "di mana orangtuaku, ke mana mereka kau kirim, bajingan! Katakan!"

Sasori menatap datar wajah yang memerah itu, dia mendengus, jadi inilah wujud amarah boneka kecilnya setelah terpendam bertahun-tahun. Dia menahan pergelangan tangan itu, menariknya mendekat dan menempelkan samurai di leher Sakura. Pistolnya terjatuh di antara kakinya, membuat dia berada dalam dekapan Sasori tanpa perlindungan apa pun.

Sweet RevengeWhere stories live. Discover now