Persona-02

108K 11.4K 360
                                    

___

"Dia kayak nggak tahu diri gitu menurut lo?"

Sekali lagi, tatapan Ara tertuju pada salah seorang di sebuah kumpulan yang ada di kantin. Ara menghela napas. Suasana kantin kali ini tak seperti biasa yang tenang-tenang saja karena kali ini, siswa yang memang terkenal suka melanggar aturan, kembali berbuat ulah. "Gue balik aja ke kelas ya, Far? Soalnya gue nggak bisa kalau denger orang teriak-teriak nggak jelas kayak gitu," balas Ara pada Farah yang duduk tepat di depannya.

"Jangan, Ra! Lo di sini aja," pinta Farah cepat. Dia menoleh pada Danny—laki-laki yang sejak tadi dia dan Ara perhatikan. "Dia emang gitu. Gara-gara obat."

"Gue tahu." Ara menutup bekalnya. "Tapi, paling enggak dia harusnya ngerti keadaan. Seandainya gue berani, dari dulu gue laporin dia ke Kepala Sekolah."

Farah terdiam mendengar kata-kata yang sahabatnya itu lontarkan. Kemudian perempuan itu menatap bekal Ara yang sudah tertutup rapat.

"Jadi, lo nggak berani?"

Ara hanya mengangkat kedua bahunya. Jemarinya ia ketuk di atas meja dengan bosan. Dia hanya menunggu Farah selesai makan di kantin itu.

Matanya kembali melirik ke arah perkumpulan itu. Ara tak perlu kaget lagi melihat Elvan bergabung dengan dua laki-laki yang salah satunya adalah Danny, yang menurutnya adalah orang yang harus dijauhi karena sifatnya yang bisa menjerumuskan siapa saja ke hal yang kurang baik. Ara juga tak perlu mempertanyakan kenapa Elvan sekarang bergabung dengan dua laki-laki itu karena selain mereka bertiga dekat karena satu kelas di XI IPA 2, Elvan sendiri lah yang dengan senang hati bergabung dengan mereka.

Lama Ara memandang ke tempat Elvan, Danny, dan Tama duduk, membuat Danny tak sengaja bertatapan mata dengan Ara. Cepat-cepat Ara mengalihkan perhatian dan refleks mengusap lehernya.

Danny menatap Ara dengan mata menyipit. Dia berdiri lalu melangkah menuju tempat Ara duduk, membuat Ara menghela napas panjang karena kedatangan Danny memberi arti bahwa Ara akan mendapatkan masalah.

"Heh!" Danny memukul meja dan membuat Farah berhenti mengunyah baksonya. Perempuan itu dengan mata membelalak, menatap seseorang yang berdiri di dekatnya dengan raut tak percaya.

"Ngapain lo ngelihatin gue dari tadi?" tanya Danny. Mata laki-laki itu lurus menatap manik mata Ara yang bahkan tak ingin balik menatapnya sama sekali. "Woi, anjing! Gue tanya kenapa lo malah diem?"

Napas Ara tertahan. Dadanya terasa sesak mendengar kata kasar yang laki-laki itu lontarkan padanya. Ara tak mampu sekadar mengucap kata. Kali ini dia menatap Danny dalam diam.

Sedangkan orang-orang yang ada di kantin itu terdiam kaget mendengar teriakan Danny.

"Lo berani ngelawan gue, ya?" tanya Danny dan karena pertanyaan dari laki-laki itu membuat Ara kehabisan kesabaran. Bahkan Ara hanya diam dan laki-laki itu dengan seenaknya berkata-kata.

Ara beranjak dari kursi. Dia dengan memberanikan diri berdiri tepat di depan Danny. Laki-laki itu mendengus, melihat bagaimana beraninya perempuan yang selama ini menurutnya sombong.

Padahal, Danny tak tahu betul siapa Ara dan bagaimana kehidupan Ara di luar sana. Laki-laki itu hanya tahu bahwa Ara adalah salah satu murid kebanggaan semua guru di sekolah, tak terkecuali satu pun.

"Lo ngerasa gue perhatiin? Kalau kenyataannya bukan lo yang gue perhatiin kenapa? Lo mau songong lagi? Mau ngelak lagi?" tanya Ara dengan penuh keberanian, menghilangkan sejenak ketakutannya yang sebenarnya tak bisa dia sembunyikan.

Dengan gerakan cepat, tanpa Ara sangka, laki-laki yang lebih tinggi darinya itu menarik kerah kemeja sekolahnya dan membuat siapa saja yang ada di kantin itu terbelalak kaget.

Danny tersenyum penuh kemenangan.

"Banci. Beraninya sama cewek lo?" tanya Ara, berang. Napasnya tersengal-sengal, sedangkan matanya tertuju pada tatapan Danny yang membuat Ara benar-benar muak.

"Ap—"

Tanpa Danny sadari, seseorang berjalan ke arahnya. Laki-laki yang baru saja berdiri di dekat Danny dengan cepat meninju pipi Danny hingga Danny refleks melepaskan pegangannya pada kerah kemeja Ara.

Semua yang melihat itu hanya bisa melongo.

Kaget karena laki-laki yang memukul Danny tak lain adalah teman akrab laki-laki itu sendiri.

Ingin rasanya Ara mengucapkan terima kasih, tetapi pikirannya menyuruh agar dia cepat-cepat meninggalkan kantin itu. Dia dan laki-laki itu bertatapan hanya beberapa detik sebelum pada akhirnya Ara berbalik dan mengambil bekalnya, meninggalkan Farah yang tak bisa berkata apa-apa lagi karena kejadian barusan.

"Sialan lo, Van." Danny berdesis. Tangannya memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Dia menatap temannya itu tak percaya. "Udah gue duga, lo pernah ada hubungan sama cewek itu."

Elvan Ganendra Wirasena, laki-laki yang diajak berbicara oleh Danny hanya diam. Tanpa peduli dengan perkataan Danny itu, dia kembali duduk di tempatnya tadi dengan santai. Seolah tak ada apa-apa yang terjadi, meninggalkan Danny yang berdecak kesal.

Rasanya dia ingin balas meninju Elvan juga.

***

note:

Tama yang di Persona beda ya sama yang di Memori.


thanks for reading!

love,

sirhayani

PersonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang