Seolah tidak memperdulikan perkataan Darka kini ia langsung menjatuhkan bokongnya di tempat duduk sebelah Darka.

Darka menatap aneh kearah Chinta yang sudah berada di sebelahnya.

"Lo sering kesini?" tanya Chinta sambil melihat segala sisi warung. Warung yang terlihat sangat kecil, karena hanya ada beberapa meja dan bangku di dalamnya. Sekarang saja hanya ada mereka berdua yang duduk di meja paling depan membelakangi gerbang sekolahnya. Ini untuk pertama kalinya Chinta ke warung ini, dia memang sering melihat tempat ini yang sangat ramai di penuhi siswa Chandrawasih sehabis pulang sekolah. Sejujurnya dia juga sedikit penasaran dengan tempat ini makanya dia memutuskan untuk menghampiri Darka tadi.

"Lumayan."

"Kalau gue lagi males belajar, pasti gue bakal cabut kesini." Jelas Darka masih fokus dengan handphonenya.

Chinta menganggu mengerti. Tidak aneh rasanya jika Darka suka melakukan hal itu. Cabut saat proses pembelajaran berlangsung pasti sudah biasa untuknya.

"Gerbang ditutupkan? Gimana caranya kesini?" tanya Chinta penasaran. "Lompat pagar!" tebak Chinta histeris.

Darka tersenyum melihat reaksi Chinta yang sangat berlebihan menurutnya.

"Enggak salah ya kalau lo dipanggil princes bawel. " ucap Darka menatap Chinta sambil tersenyum membuat Chinta  menaikkan salah satu alisnya.

"Lo lebih bawel dari si Vino ternyata."

"Tau dari mana julukan gue itu?" tanya Chinta, seingat dia Darka tidak pernah mengetahui julukannya itu. Yang tahu itu hanya kedua temannya dan papa mamanya. Karena mereka lah penyebab dari sebutan itu, karena mereka yang sudah terlalu kreatif hingga nama panggilannya yang sudah sangat bagus harus diubah dengan princes bawel.

Darka seperti sedang mengingat sesuatu. "Ada pokoknya tapi gue lupa kapan." Sebenarnya dia tahu hal itu dari mamanya. Hanya saja dia malas mengatakannya.

Chinta menatap Darka intens mencoba mengabaikan rasa penasarannya tadi.

"Jadi bener nih lo lompat pagar!" tanya Chinta lagi, karena Darka yang belum menjawab pertanyaannya.

"Bukan." Darka membalas tatapan Chinta. "Pak Budi udah tua jadi lebih mudah dikibuli."

"Jahat banget." Ucap Chinta kecil bahkan sangat kecil berharap Darka tidak mendengarnya.

"Bareng temen lo juga?" tanya Chinta lagi.

"Terkadang. Ya kalau mereka mau dihukum, atau lagi kumat sifat gilanya baru kita cabut bareng. Gue enggak suka maksa orangnya."

Ucapan Darka terhenti karena pemilik warung yang menghampiri meja mereka sambil membawa nampan berisi segelas kopi susu, yang telah dipesan Darka sebelum Chinta menghampirinya.

"Makasih Mang." Ucap Darka tersenyum kepada pemilik warung. Chinta tampak heran melihat hal itu. Dia baru menyadari sisi lain dari Darka hari ini, dia sama seperti anak lainnya. Menghormati orang yang lebih tua darinya.

"Rokoknya juga nak?" tanya si pemilik warung membuat Chinta menatap heran kearah keduanya.

"Enggak usah." Jawab Darka cepat. Chinta semakin bingung dengan percakapan dua orang lelaki yang berada di depannya. Matanya tidak henti-henti menatap kearah Darka.

"Lo mau minum?" tanya Darka menoleh menatap Chinta yang masih menatap tidak percaya kearahnya.

"Enggak usah makasih." Tolak Chinta menunjukkan senyum kecilnya membuat sang pemilik warung meninggalkan mereka berdua.

"Lo ngerokok?"

Darka menganggu membenarkan. Membuat Chinta semakin terkejut. Darka memang terkenal sebagai anak yang suka urak-urakan tapi dia tidak pernah melihat Darka menghisap rokok. Satu hal yang selalu ia banggakan dari Darka dulu, dia tidak merokok. Walau sifatnya yang jauh dari kata baik. Tapi hari ini dia mengetahui bahwa Darka sama seperti anak-anak yang lain. Menghabiskan waktu mereka hanya untuk menghisap barang yang tidak baik untuk kesehatan mereka.

DARKA (Update kembali)Where stories live. Discover now