[Arv]

157 25 1
                                    

Kalau memang suka kenapa tidak bilang saja? Jangan membuatku bingung, aku sudah terlalu bingung akan kehadiranmu ditengah-tengah dukaku.

♡♡♡

"Kenapa? Kok diem?"

Aku mendehem beberapa kali, setelah beberapa saat yang lalu tenggorokanku terasa kering. "Gak papa" jawabku sedikit kaku.

Aku merutuki perubahan gerak-gerik tubuhku. Rasanya memalukan sekali saat Dev menangkap perubahan ekspresiku.

"Ah gue tau ni! Lo pasti down kan pas gue bilang kalau gue punya pacar" Ucapnya enteng, wajahnya tampak menggodaku dengan alisnya yang dinaik-turunkan.

Aku mencibir kesal, lalu mengalihkan pandanganku dan menolak argumennya dengan cepat. Walau entah kenapa, yang kukatakan sedikit bertolak belakang dengan apa yang kurasakan.

"Oh" Dev mengangguk ria, "Yauda" Ia kembali melanjutkan langkahnya, membuatku kembali mengekorinya di belakang.

Saat masuk di toko itu, dapat kulihat sebagian besar, ah tidak! Mungkin hampir semua pengunjungnya adalah kaum hawa dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu dan tak sedikit pula lansia.

Perhatianku kemudian teralihkan pada sebuah area yang dipenuhi oleh pernak-pernik aksesoris. Sangat menyilaukan, dan menarik perhatianku.

Sebesar apapun cintaku pada sebuah buku, diriku tetap menyimpan rasa cinta pada benda yang satu itu. Bukankah itu sudah ketentuan wanita?

Tanpa disangka Dev menarikku ke lemari kaca yang dipenuhi aksesoris mulai dari gelang, kalung, cincin, anting dan benda lainnya yang tak kuketahui namanya.

"Lain kali gak usah narik tangan orang. Gua kan bisa jalan sendiri" ketusku, merasa aneh dan tak biasa jika diperlakukan seperti tadi.

"Eh, iya maaf. Khilaf tadi" ucapnya tersenyum kikuk "Lupa kan belum halal" sambungnya lagi.

Aduh apa sih? Halal lagi halal lagi. Kata ambigu itu sukses membuatku berpikir keras. Aku tidak suka mendengarnya, lebih tepatnya aku tidak mau menaruh harapan pada kata itu.

Aku memutar bola mataku, mencari titik pandang yang lain, asal bukan Dev yang kulihat saat ini, itu saja. Rasanya dia mulai memunculkan sifat menyebalkannya.

"Kok muka lo kayak gitu si? Niat bantuin gak?"

"Iya niat" jawabku singkat. Aku hampir lupa tujuanku kesini memang untuk menemaninya membeli kado. Tidak lebih, bukan?

"Oke. Kalau gitu bantuin pilih aksesoris. Mata lo kesana mulu soalnya" sahut Dev, matanya menjelajah seluruh benda berkilau di depan kami. "Kira-kira yang bagus yang mana?" tanyanya padaku kemudian.

"Semua bagus" jawabku jujur.

"Satu aja"

"Emang mau beliin apa? cincin? kalung? gelang?"

"Yang kamu suka apa?"

"Loh, kok yang aku suka?"

"Kenapa? Salah ya?"

"Ya, nggak. Nanti kalau dia gak suka gimana?"

Azhrilla [Very Slow Update]Where stories live. Discover now