Bagian 4 (Setelah Revisi)

Mulai dari awal
                                    

***

Sesampainya di sekolah, Grace segera turun dan menyerahkan helm kepada Petra. Lalu dia berlari kecil memasuki gerbang sekolah dengan tergesa-gesa. Grace menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru tempat ini. Tampak jelas ratusan siswa-siswi yang berpakaian aneh, sepertinya.

Lelah berjalan, Grace kemudian melangkahkan kakinya ke arah lorong kelas dan duduk di salah satu bangku.

"Hai," sapa seorang gadis yang berpakaian mirip Grace.

"Hai juga," balas Grace tak kalah ramah. Gadis itu kemudian duduk di samping Grace.

"Kenalin, gue Friska. Nama lo?" Friska tersenyum dan mengangsurkan tangannya ke arah Grace.

Grace tersenyum lembut dan menyambut uluran tangan Friska. "Nama gue Grace, Grace Finella. Hmm ... lo anak baru juga?"

"Iyalah, yakali ada senior yang mau pake pakaian alien kayak gini," ucap Friska, yang diikuti dengan kegiatan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Btw, lo gak risih pake pakaian badut kayak gini?"

Grace menghela napasnya. Jika ditanya risih atau tidak, pasti jawabannya iya. Hanya orang bodoh yang bangga diperintahkan mengenakan pakaian badut semacam ini.

"Jelas risih, lah. Tapi, mau gimana lagi? Terpaksa."

Grace mengerucutkan bibirnya. Setelah itu, dia kembali melanjutkan perbincangan dengan Friska tentang tujuan serta harapan mereka ketika nanti masa orientasi siswa ini sudah berakhir. Namun, di sela-sela perbincangan mereka, ada anak OSIS yang berwara-wiri dan menertawai mereka. Wajah Grace langsung memerah seketika.

Menyebalkan, batinnya.

"Hai, Ela. Gila! Hari ini lo kelihatan lebih cantik dari biasanya, bikin gue pangling, deh." Sebuah suara mengagetkan Grace yang tengah memandang lepas ke depan.

Tanpa menoleh sekalipun, Grace tahu siapa pemilik suara itu. Sudah pasti Lean. Laki-laki yang beberapa hari belakangan ini terus mengusik hidupnya.

Dengan malas, Grace memutar bola matanya.

"Lo?! Gila! Lo itu titisan jelangkung apa gimana, sih? Kok bisa muncul di mana-mana?" Grace memandang Lean malas.

Seolah tidak mengerti akan kekesalan Grace, Lean malah cengar-cengir sambil memijat pelipisnya. Dia tertawa hambar.

"Hadeh, tempo hari udah gue bilang 'kan kalo kita itu ... jodoh. Jadi, jangan heran kenapa kita bisa ketemu di mana-mana. Namanya juga jodoh."

Grace lantas mengangkat tangannya, hendak menimpuk kepala Lean agar jera mengucapkan kalimat itu. Namun, semuanya tertahankan karena keberadaan Friska di sini.

"Grace, itu siapa?" tanya Friska yang masih tidak mengenal Lean.

"Dia itu ...."

"Jodoh masa depannya Ela," ucap Lean dengan santainya, seperti tanpa dosa. "Haha, nama gue Lean, Leandro Putra. Kalo lo?"

Lean mengulurkan tangannya, yang kemudian langsung disambar oleh Friska.

"Nama gue Friska." Friska menjawab pertanyaan Lean dengan antusias.

"Dasar cowok sinting," ucap Grace kesal, "jangan dengerin, Fris. Dia itu cuma orang asing yang sukanya neror gue, gak penting."

Orang asing! Dua kata itu terus berputar di kepala Lean, membuatnya merasakan sesak luar biasa. Lean mulai menormalisasikan mimiknya. Boleh saja jika saat ini Grace hanya menganggapnya sebagai orang asing, karena waktu yang akan mengubah kata asing itu menjadi tersayang. Lean yakin akan hal itu.

Sepotong Memori #Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang