PMB 32 : Pungguk Dan Darah (2)

26.5K 3.4K 195
                                    

                  


          Ketika Randy memasuki ruangan tempat Rasty dirawat, ia menemukan pemandangan paling aneh yang pernah dilihatnya. Ada Ayah dan Ibunya di sana, sedang mencoba bicara pada Rasty yang mendekap Raffa dengan tubuh gemetar. Wajah gadis itu tenggelam dalam dada pemuda itu, sementara kedua tangannya memucat karena menggenggam kemeja Raffa terlalu erat. Sepertinya Rasty tidak mendengarkan ucapan orangtua mereka, karena gadis itu menjerit dengan histerisnya.

          Randy hanya bisa terpana di tempatnya, menyaksikan ketika seorang pria berjubah putih menggunting lengan kemeja gadis itu dengan paksa, dan menanamkan jarum ke kulitnya. Setelah beberapa saat Rasty mulai kehilangan kendari atas dirinya sendiri, karena cengkeramannya mengendur, dan kepalanya jatuh ke lengan Raffa yang masih bersusah payah menopangnya. Dibantu oleh Ayah mereka, Raffa membaringkan Rasty ke atas ranjang yang tersedia. Setelah pemuda itu menyingkir, barulah Randy bisa melihat wajah saudari kembarnya yang pucat dan cemong oleh airmata.

"Dia melihatnya?" Frans bertanya pada Raffa yang tak bisa beranjak karena ternyata Rasty berhasil menangkap lengannya sesaat sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

"Iya, Om. Dia yang pertama kali sadar kalau ada orang berdiri di lantai lima dan bersiap untuk melompat."

"Berarti dia sempat melihat keadaan korban?"

Raffa mengangguk, "Maaf saya nggak langsung membawa Rasty pergi. Saya..."

"Bukan salah Nak Raffa," Senja menenangkan ketika Raffa kehilangan suara, "Bukan salah Nak Raffa, jadi jangan minta maaf."

          Randy masih berdiri di sana, kelu menatap Raffa terisak di pelukan Ibunya. Semua orang terguncang, semua orang kehilangan pegangan. Tapi untuk pertama kalinya Randy memandang Raffa dari sisi berbeda, dan tersadar kalau pemuda itu sama seperti manusia lainnya, yang bisa melakukan kesalahan bahkan tanpa berniat untuk melakukannya.

*

Pungguk Merindukan Bulan – JessJessica

*

          Rasty menoleh ketika melihat Randy mengulurkan tangan padanya. Dengan senyuman tipis gadis itu menyelipkan jemarinya di antara jari-jari saudara kembarnya itu, dan melakukan hal yang sama pada Raffa di sebelah kanannya, yang meneruskannya dengan menggenggam tangan Alana. Keajaiban dimulai ketika Nathan ikut menyelipkan jarinya pada jari Alana, dan mengulurkan tangan pada orang lain di sebelahnya. Seakan setuju untuk saling menguatkan, genggaman tangan itu menular pada semua pelayat yang datang, hingga mereka membentuk lingkaran berlipat-lipat yang besar, termasuk dengan orangtua Nandhita yang menerima uluran tangan dari Arlene, Miss Universitas kampus mereka.

          Pemakaman berlangsung cukup khidmat, meski diiringi isak tangis tertahan. Tubuh Rasty seakan mati rasa melihat peti berisi tubuh Nandhita diturunkan ke tanah, sampai ia merasakan genggaman kuat di tangan kanannya. Ketika Rasty menoleh, Raffa sedang memberinya senyuman yang seakan bertujuan untuk mengingatkan kalau semalam mereka sudah meminta izin melihat jenazah Nandhita yang sudah dibersihkan, agar dapat mengenang gadis itu dengan cara yang benar. Kedua orangtua Nandhita memberikan izin pada Rasty dan Raffa untuk melihat anaknya yang cantik meskipun pucat, untuk mengubur bayangan Nandhita yang menatap keduanya dalam pandangan kosong.

          Ternyata bukan hanya Raffa yang sadar kalau Rasty mulai terisak, karena Randy melepaskan genggamannya dan memeluk pundak gadis itu. Tatapannya nanar menyaksikan peti berwarna cokelat itu turun ke tanah, lantas berbisik di telinga Rasty yang bersandar pada dadanya, "Ikhlaskan, Ras. Biarkan dia beristirahat dengan tenang."

          Rasty mengangguk, dan tanah turun menutupi peti Nandhita. Satu kehidupan pergi dari dunia, meninggalkan kenangan yang sulit untuk diingat tanpa harus meneteskan airmata. Nandhita menutup buku kehidupannya dengan akhir yang getir, dan menyisakan banyak luka bagi orang-orang yang ditinggalkannya.

Pungguk Yang Merindukan Bulan - Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang