PMB 30 : Pungguk Dan Pertikaian

22.3K 3.2K 119
                                    

Lingkungan kampus memanas sejak skandal Nandhita diungkapkan ke khalayak ramai. Pelajar dengan status tertinggi yang disebut dengan Mahasiswa, nyatanya terbagi dalam kotak-kotak yang hanya semakin memperkeruh suasana. Dengan pembelaan memandang kasus Nandhita dari sudut pandang berbeda, mereka merangkul orang-orang yang berpikiran sama, lalu membuat gerakan-gerakan yang bahkan akan dicibir oleh anak TK.

Ada yang menyebut Nandhita sebagai pendosa, karena telah menyalahi kodrat dengan mengingkari pemberian Tuhan. Mereka yakin kalau panasnya api neraka sudah pasti akan diterima oleh gadis itu setelah ia menutup mata nanti. Sebagian bahkan berkata kalau tak ada gunanya lagi untuk gadis itu memanjatkan doa. Selain karena dianggap melecehkan agama, Tuhan juga tidak akan sudi mendengarkan manusia kotor sepertinya. Di mata mereka, kebijaksanaan Tuhan sama dengan pemikiran manusia yang dikangkangi oleh nafsu untuk mengutuk kehidupan orang lain.

Kenyataannya, mereka yang berteriak-teriak tentang neraka juga pendosa. Diam-diam menilap uang semester yang dikumpulan orangtua dengan membanting tulang dan gigi, lalu digunakan untuk bersenang-senang dengan pergi ke tempat pelacuran, mengkonsumsi alkohol, atau berjudi. Ada juga yang mengaku uang buku semester ganjilnya sebesar lima juta, lalu pergi ke tempat penjual buku bajakan, dan menghabiskan tak sampai sepuluh lembar ratusan ribuan. Bagi mereka, menipu orangtua dan mengurangi royalti yang seharusnya didapatkan penulis buku bukanlah suatu dosa. Selama isi celana dan rokmu masih sama dengan ketika Tuhan memberikannya, maka kau boleh mengacungkan telunjuk pada mereka yang mengubahnya.

Ada juga yang berdiri di samping Nandhita, bersikeras kalau apapun keadaan gadis itu, Nandhita tetaplah seorang manusia yang harus diperlakukan dengan sepantasnya. Mereka menuding manusia-manusia lain sebagai pribadi berpikiran picik dan sempit, karena dengan tega meneriakkan agar Nandhita diasingkan atau kalau perlu dihilangkan napas kehidupannya. Tidak lupa mereka juga menuding pihak-pihak yang memilih untuk tak ambil pusing dengan gosip panas ini, sebagai manusia-manusia tak memiliki hati. Mereka lupa, dengan menolak pendapat orang lain atas dasar kemanusiaan pun, sesungguhnya merupakan bentuk nyata dari manusia-manusia berpikiran sempit dan picik.

Ada yang mengaku tak peduli dan tak mau ikut campur dengan kasus Nandhita, namun setiap hari menyinyir pihak pro dan kontra. Menganggap pihak pro dan kontra berlebihan karena ikut campur dalam urusan orang lain, tak sadar kalau mereka juga melakukan hal yang sama dengan komentarnya.

Sisanya tak peduli dan tak mau peduli. Satuan Kredit Semester masih banyak yang terbengkalai, dan ikut campur dalam urusan Nandhita sama sekali tidak memberi kemajuan dalam perkuliahan. Hidup dan mati Nandhita tidak ada urusannya dengan Indeks Prestasi Kumulatif, jadi terserah gadis itu ingin menyimpan jenis kelamin apa di dalam celananya. Bahkan meski Nandhita ternyata memiliki insang di balik daun telinganya, orang-orang ini juga tidak akan peduli, karena insang gadis itu tidak bisa mencegah lemparan skripsi dari dosen pembimbing yang galak dan keji. Mereka lupa kalau manusia diciptakan untuk saling peduli, bukan untuk saling membelakangi.

**

Kunyahan Raffa pada makan malamnya terhenti ketika menyadari kalau Alana tak ikut menikmati isi piringnya. Gadis itu hanya memegangi sendok sambil memandangi Raffa dengan pandangan melamun, dan pria itu tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa ngeliatinnya gitu banget?" kemudian Raffa menyugar rambutnya dengan gaya menyebalkan dan bertanya dengan nada genit, "Baru sadar ya, kalau aku ganteng?"

Senyum Alana berubah jadi kecut karena kenarsisan pria itu, namun ia tetap mengangguk, "Iya, kamu ganteng banget. Aku sampai sesak napas karena kegantengan kamu."

Pungguk Yang Merindukan Bulan - Slow Updateजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें