Hanindya Hayunggi

257K 18.7K 1.9K
                                    


Epik Highschool, Pertengahan Semester 1 Kelas Sebelas



Gadis jangkung itu berhenti di tengah koridor, membiarkan teman-temannya berjalan lebih dulu untuk menyeberang lapangan olahraga menuju ke lab komputer. Tangannya sibuk merapikan rambut. Kemudian meraih tali rambut yang dijadikannya gelang di lengan kiri, lalu kedua tangannya terangkat menarik rambutnya ke atas.

Gerakan biasa yang sederhana. Tapi sudah mampu membuat para murid laki-laki menoleh begitu saja dan terpaku terpesona. Lengannya tertarik ke atas, menegaskan figur sempurna tubuh dari seorang gadis belia seumurannya.

Gadis cantik itu merapikan anak rambut yang membentuk poni tipis, lalu melanjutkan langkah dengan tenang. Masih diiringi tatapan terpesona para murid laki-laki, apalagi yang baru pertama kali mendapat 'serangan' pesona gadis itu. Sekali toleh tak akan bisa berpaling dengan mudah.


Termasuk Jeirandi Kahendra yang menghentikan aktifitas bermain basketnya begitu saja di tengah lapangan. Tanpa sadar mulutnya terbuka, menatap berbinar gadis itu yang melewati lapangan menyusul teman-temannya.

BUK!

"Anj-"

Jeka, begitu ia dipanggil, hampir saja mengumpat nyaring.

Tidak, bukan Jeka singkatan dari nama Bapak Jusuf Kalla. Tapi memang dari singkatan namanya yang menurut teman-temannya terlalu bagus untuk seorang pemuda tengil seperti dia.

Jeka menolehkan kepala, mendelik sebal melihat seorang pemuda jangkung sawo matang tertawa tanpa dosa karena berhasil menimpuk kepala si kapten basket itu dengan bola.

"Sorry, Jek. Gue kira tadi ring basket," kata pemuda itu dengan masa bodoh.

Jeka benar-benar mengumpat kali ini. Ia meraih bola di dekatnya, mengancam ingin balas melempar. Tapi teringat sesuatu pemuda itu kembali menolehkan kepala, memandang samar bayang gadis jangkung tadi yang makin tak terlihat.

"Eh, Ming!" panggil Jeka kini memilih mendekat, "tadi siapa dah?"

"Hm?" Pemuda sawo matang tersebut mengangkat sebelah alis, "siapa?" tanyanya menoleh kanan kiri. "Halu ya lo? Lo bisa liat setan sekarang?"

Jeka hampir khilaf meraih kepala pemuda itu dan melemparnya ke ring basket. "Ya ini kan gue lagi liat lo!" balas Jeka melotot kesal. Cowok yang dinobatkan sebagai pemuda tertampan di sekolah itu nyatanya tak se-cool penampilannya.

"Itu, Njir. Kayaknya temennya Yena dah," kata Jeka menggerakkan dagu ke arah koridor seberang. "Tinggi, tinggi. Anak 2A3."

"Siapa sih? Rosi?" tanya pemuda itu membuat Jeka melengos.

"Kalau Rosi ngapa gue nanya elu wui Aming Malika Kedelai Pilihan," kata Jeka gemas sendiri dengan kebodohan temannya satu ini.

Aryan Amir Malik, nama lengkap pemuda sawo matang itu, kembali menaikkan sebelah alis. "Napa dah? Pengen tau banget lo?"

"Cakep!" jawab Jeka langsung berbinar. "Ya gue sering liat sih tu anak, tapi tadi beneran cakep banget anjir pas nguncir rambut! Hati gue jatuh cinta!" kata Jeka sungguh-sungguh.

Aryan memandangi Jeka sesaat, kemudian melengos seakan sudah biasa dengan sikap buaya temannya satu ini.

Walau nyatanya mereka sama buayanya.

"Yang sering sama Rosi kali? Sapa dah tu, anak marching," kata Aryan mengambil alih bola di tangan Jeka, kemudian berbalik dengan masa bodoh.

Jeka mencibir, masih tak puas. Pemuda itu segera ke pinggir lapangan untuk membuka ransel dan meraih hapenya segera. Menanyakan pada Yena, si gadis berambut bob anak 11 IPA 3 itu, siapa nama gadis cantik berwajah bidadari tadi.

2A3: Attention ✔✔Where stories live. Discover now