19. Benang yang Terurai

954 76 7
                                    

Bayu menatap layar smartphonenya. Pesan bertubi-tubi ia kirimkan via Line ke akun Ladea. Tak ada satu pun pesan berbalas. Bayu dipenuhi kebimbangan. Apa yang salah sebenarnya?

Santy ... kenapa Ladea membawa nama Santy?

Bayu kembali mengirimkan pesan.

"Dua minggu kau menghilang, Ladea. Bisakah kita bicara? Sengaja aku datang ke rumahmu, tapi kau tak ada. Plis, balas pesan ini. Setidaknya aku tahu kau masih dalam keadaan baik-baik saja di mana pun kau berada."

...

Read.

"Maaf, rasanya sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Proyek kita pun tinggal finishing. Saya sudah mendelegasikan seseorang untuk menyelesaikannya."

Akhirnya.

"Aku merindukanmu, La..."

...

"Sangat merindukanmu. Aku ingin menjelaskan sesuatu. Santy ... bagaimana kau mengenalnya?"

Bayu menunggu balasan Ladea. Ia nyaris frustrasi saat pesannya tak berbalas.

"Katakan, di mana aku bisa menemuimu?"

Lagi-lagi pesan hanya dibaca.

"Oke baiklah ... Santy ... seseorang yang pernah menikah denganku. Aku tak meninggalkannya, Ladea. Kau salah paham. Kau harus mendengarkan ini ... Aku tak pernah meninggalkannya. Kami berpisah di saat memang harus berpisah. Ini bukan tentang siapa meninggalkan siapa. Yang jelas kau salah paham soal Santy, Ladea."

***

Salah paham? Salah paham, katanya?

Ladea menaruh smartphonenya begitu saja di ujung kasur sesaat setelah ia membaca pesan Line dari Bayu. Kegeraman tampak di wajahnya. Sebuah embusan napas panjang tanda ia berusaha melegakan hatinya. Dimiringkannya badannya. Tatapannya syahdu memandang sosok yang sedang tertidur nyenyak di sampingnya. Senyum tipis terukir di bibirnya. Tangannya membelai halus rambut yang terurai di atas bantal. Shasya.

Bagaimana mungkin seorang ayah tak mengakui anaknya? Bagaimana mungkin Bayu berkeras hati mengatakan tak meninggalkan Santy? Demi Tuhan, lelaki macam apa yang tega membiarkan istrinya terluka hati apalagi dalam kondisi sedang hamil. Benar-benar lelaki egois. Berengsek! Dan sialnya, kenapa aku bisa merindukan ciuman-ciumannya?

Gadis kecil itu membuka matanya perlahan.

"Bunda ... belum tidur?"

"Mau, Sayang. Baru mau tidur. Tidurlah lagi. Besok subuh kita harus kembali ke Jakarta. Liburan telah usai," ujar Ladea seraya mengecup pipi Shasya.

"Asyik. Kita pulang. Oh ya, Bunda ... Sha sempat bermimpi bertemu Om yang waktu itu memberikan Sha kucing. Apa bisa kita menemuinya nanti setelah tiba di Jakarta?"

Ladea mengernyitkan keningnya.

"Hmmm... Bunda tak bisa berjanji, Sayang. Mungkin om-nya sibuk. Bunda juga tidak tahu di mana om tinggal." Ladea berbohong.

Shasya menghela napas, lalu menguap.

"Tidurlah lagi."

"Ya, Bunda. Semoga om itu juga bermimpi bertemu Sha biar dia yang akan datang mencari Sha."

Ladea bergeming.

Oh Santy ... mengapa tiba-tiba semua ini terasa berat?

"Jangan pernah kau cari ayah Shasya, Ladea..."

Kata-kata Santy terngiang kembali di telinganya.

Aku tidak mencarinya, Santy. Takdir yang mempertemukan kami. Aku harus jujur pada Bayu. Aku harus menceritakan siapa Shasya sebenarnya. Bukan aku yang salah paham. Bayu yang salah paham soal Santy.

Ya, aku harus mengatakannya.

Lady LaWhere stories live. Discover now