2. One Story

8.9K 192 7
                                    

Sebagai pengusaha muda, tentu saja sebagian besar waktu kuhabiskan di kantor. Setidaknya ini yang kujalani tujuh tahun terakhir. Apalagi sejak ... Oh iya, aku lupa memberitahumu. Aku pria 39 tahun yang sempat merasakan indahnya mahligai rumah tangga. Dulu ... sebuah pernikahan yang diawali karena rasa simpati--yang kemudian berujung sebuah penyesalan mendalam. Kau tahu rasanya dikhianati?

9 tahun yang lalu ...

"Ini minumnya, selamat menikmati," ujar gadis berambut panjang yang diikat ekor kuda sambil tersenyum dan meletakkan cangkir di hadapanku.

"Terima kasih."

"Ada lagi yang bisa saya sediakan?"

"Belum. Mungkin nanti." Aku mempersilakan ia kembali dengan isyarat tangan. Dan gadis itu pun berbalik.

D'Orange Cafe, tampak ramai seperti biasa. Suasana yang cozzy membuatku betah berlama-lama di sini. Satu-satunya alasanku mengunjungi tempat ini adalah gadis tadi. Ada yang menarik di wajahnya. Ia begitu lugu. Polos seperti bayi. Ia tak cantik, hanya saja lipstik tipis merah muda membuatnya terlihat manis sekali. Seragam oranye yang melekat di tubuhnya menambah kesan segar di mataku.

Santy namanya-begitu yang tertera di nametag. Hampir dua bulan ini diam-diam aku mencari tahu tentangnya. Besar di tengah keluarga broken home dan harus membantu ibunya menghidupi adik tiri yang masih berusia balita. Besar keinginanku untuk mengajaknya berkenalan lebih dekat. Dan hari inilah waktu yang tepat.

Jarum jam sudah hampir menuju pukul 10 malam. Aku sengaja menunggunya pulang.

"Malam ini bolehkah aku mengantarmu pulang?"

Gadis yang sudah berganti seragam itu tersentak kaget saat menyadari kuikuti.

"Eh, gak perlu, Mas. Saya bisa pulang sendiri. Lagian saya cukup berjalan kaki untuk sampai di rumah."

"Kamu tak mungkin pulang ke rumah. Bukankah pagi tadi ibumu melarang pulang bila tak membawa sejumlah uang?"

Santy tampak keheranan. Keningnya berkernyit dan matanya melihatku curiga. Ya, tentu saja aku tahu. Saat ia berangkat kerja, ibunya meminta uang dan hanya selembar yang keluar dari dompet Santy.

"Bukan urusan Mas. Biar saya pulang sendiri."

"Abimayu, panggil saja Bayu," ujarku seraya menyodorkan tangan.

Santy tampak ragu-ragu menyambut perkenalan dariku.

"Aku tahu namamu Santy. Akan kuantarkan kamu pulang. Ibumu ... biar kubantu."

"Tapi ..."

"Kamu mau jalan kaki? Kutemani."

Santy bergeming. Angin malam semakin dingin. Aku menarik tangannya dan mulai berjalan.

"Terima kasih," bisiknya.

Ini kencan pertamaku dengannya.

***

Mereka mengenalku sebagai pria yang tak mudah jatuh cinta. Sangat aneh bagi sebagian besar lelaki. Ini termasuk telat usia dalam mengenal cinta. Santy mampu mengubahku.

Sore itu ia tampak murung di cafe. Tak ada senyum merona di wajahnya.

"Apa yang terjadi?"

"Ibu. Sepertinya malam ini aku tidak pulang, Mas. Lebih baik Mas pulang saja sendiri. Aku sudah minta izin untuk tidur di sini."

Pasti ada perang yang tak bisa disudahi di rumahnya. Aku tak habis pikir. Sejauh yang kutahu segala kebutuhan rumah sebagian besar dari hasil keringat Santy.

"Kamu pulang ke tempatku."

"Tak mungkin, Mas."

"Kenapa? Kau kekasihku, kan?"

"Aku sungkan sama mama."

Hmm ... ya, mamaku sepertinya kurang suka dengan Santy. Aku heran. Bertahun-tahun mama memintaku segera berkeluarga. Tapi aneh. Ketika kubawa wanita ini ke rumah, mama menolaknya.

"Kita pulang."

"Ke mana?"

"Ke tempat tinggalku, rumahku sendiri. Jangan khawatir akan mama."

Santy kembali tersenyum. Dengan manja ia merebahkan kepalanya di pundakku.

"Terima kasih ya, Mas. Aku tak tahu apa jadinya aku tanpamu."

***

Malam lengang. Jalanan cukup sepi. Ini hampir jam dua dini hari. Sehabis mengantar Santy ke rumah, aku meninggalkannya untuk sedikit pekerjaan di kantor. Saat mobil meluncur, aku sempat bimbang. Apakah pulang ke rumah mama seperti biasa atau menemani Santy yang mungkin gelisah sendirian di rumah yang lama tak kutempati.

Kubuka pesan singkat yang dikirim Santy dua jam lalu, "Selamat istirahat, Mas. Doakan aku tidur nyenyak malam ini. Terima kasih untuk ranjang yang empuknya."

Tiba-tiba saja jantungku berdesir. Membayangkan seorang wanita di atas ranjang yang biasa kau tiduri itu ternyata sensasinya sedikit menggoda.

Tanpa berpikir dua kali kuarahkan mobil ke barat. Mungkin saja ia tak bisa tidur nyenyak karena digoda nyamuk-nyamuk nakal.

Lady LaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora